Share

Bab 5

last update Last Updated: 2025-10-17 19:14:31

"Bughhh!"

Tasya mendorong Fanny ke dinding toilet dengan kasar. Mereka saat ini sedang ada di toilet wanita. Tasya berserta dua temannya memojokkan Fanny, Mila dan Raya. Mereka sengaja menyeret Fanny ke dalam toilet agar tidak dilihat oleh guru.

"Sreeet …."

"Akhhh ... Tasya, tolong lepaskan. Kepala aku sakit," pinta Fanny mencoba melepaskan rambutnya dari tangan Tasya.

Tasya menjambak rambut Fanny dengan keras. Dia tidak peduli jika Fanny mengaduh kesakitan. Bahkan tangan Tasya satu lagi ikut menekan pipi Fanny dengan keras.

"Dengar ya kutu buku. Awas saja kalau kamu tidak datang malam jum'at nanti. Aku pastikan, kamu bakalan lebih sengsara dari sekarang," ancam Tasya melotot tajam.

Fanny tidak berani menjawab. Fanny ingin sekali memilih tidak datang. Tapi itu bukan jawaban yang bisa membuat Tasya puas. Jadi Fanny hanya bisa menangis ketakutan dan kesakitan tanpa suara.

"Kamu dengar tidak!" bentak Tasya lebih keras di depan muka Fanny.

"Iya … iya… aku de… de ... dengar," jawab Fanny gagap dengan suara kecil.

Fanny bahkan sudah meneteskan air mata. Seluruh tubuhnya juga gemetaran. Fanny tahu jika tidak akan ada orang yang akan menolongnya. Percuma saja jika dia melawan. Melawan hanya akan membuat Tasya semakin bertindak kasar.

Tasya melepaskan jambakan karena Fanny menyetujui perkataannya. Tasya puas dengan jawaban Fanny. Fanny memang hal yang mudah untuk diurus menurut Tasya. Tasya tidak lupa membersihkan tangan karena menyentuh rambut Fanny yang membuatnya jijik.

"Jangan hanya dengar saja, datang juga," kata Mila menendang tong sampah di samping Fanny.

Fanny terkejut dengan suara tong sampah yang menghantam dinding toilet. Sampah itu berhamburan dari tempatnya.

"Awas aja kalau tidak datang," tambah Raya sambil menekan-nekan kepala Fanny dengan jari telunjuk.

Fanny kembali diam menunduk. Dia tidak berani menatap mata mereka. Fanny hanya berharap jika mereka segera pergi dan meninggalkan dia sendiri.

"Girls, ayo cabut," ajak Tasya.

Mereka bertiga tertawa puas melihat Fanny yang sengsara. Mereka keluar dari toilet berangkulan ria. Mereka jadi lapar setelah menyiksa Fanny. Langkah mereka segera menuju ke kantin, tidak jadi ke kelas.

Fanny menghapus air matanya. Sudut bibir ikut terluka karena ulah Tasya. Fanny mencoba menyentuh bibir yang terluka. Dia mendesis kesakitan saat tangannya tanpa sengaja mengenai luka.

"Cekrek!"

Fanny segera melihat ke sekeliling saat mendengar bunyi kamera. Di dalam kamar mandi hanya dia sendiri, tidak ada siapapun di sekitarnya. Fanny jadi parno sendiri. Belakangan ini Dia sering mendengar suara kamera di sekitarnya. Dengan buru-buru dia segera keluar dari toilet.

***

"Kamu baik-baik saja Fanny?" tanya Ricko setelah melihat Fanny keluar dari kamar mandi.

"Aku baik baik saja," jawab Fanny mencoba bersikap seperti biasa tanpa masalah.

Fanny tidak mau jika Ricko mengkhawatirkannya. Hanya Ricko yang membuat sekolah Fanny sedikit berwarna. Ricko sering menghibur Fanny disaat dia kesulitan. Fanny tidak tahu akan jadi seperti apa jika tidak ada Ricko di sisinya.

"Whosss …."

Tiba-tiba Fanny merasa merinding. Dia merasakan ada aura dingin mendekati tubuhnya. Fanny mencoba mencari sumber aura tersebut tapi dia tidak merasakan ada hal yang aneh. Oleh karena dia langsung teringat kembali ucapan nek Rumbi.

"Ayo kita pergi dari sini," ajak Fanny meraih tangan Ricko.

Ricko mengikuti langkah Fanny dari belakang tanpa menolak gandengan tangan Fanny. Tanpa Fanny sadari, ada sebuah senyuman seringai di belakang tubuhnya. Fanny tetap berjalan lurus tanpa menoleh ke arah belakang sedikitpun.

***

"Gimana? apa semuanya sudah siap?" tanya Farhan menatap pekerjaan teman-temannya.

Malam ini adalah malam jum'at, malam yang mereka tunggu-tunggu. Mereka sudah tidak sabar uji nyali akan segera dilakukan. Mereka dari jam enam sore sudah ada di sekolah. Mereka ingin menyiapkan semua perlengkapan uji nyali ritual pemanggil semaksimal mungkin.

Saat ini mereka sudah ada di lantai tiga. Mereka akan melakukan ritual pemanggil di ruang aula yang berada di lantai tiga. Ruangan aula sudah dikosongkan dari semua bangku-bangku dan perlengkapan lainnya. Semua barang itu ditata di sekeliling ruangan supaya tidak mengganggu kegiatan mereka.

Vicky sudah membuat pola mantra dan menyusun tujuh belas lilin. Lilin-lilin tersebut melingkari pola mantra. Tujuh belas lilin menunjukkan usia korban saat kebakaran. Karena pada saat kejadian kebakaran yang meninggal rata-rata sekitar tujuh belas tahun.

Mereka tidak lupa menyiapkan sebuah tiang di tengah-tengah pola mantra. Tiang tersebut berfungsi untuk mengikat Fanny. Vicky sengaja mengikat Fanny agar arwah yang memasuki tubuh Fanny nanti tidak bisa berontak dan kabur. Vicky sudah memikirkan semuanya dengan matang.

"Semua perlengkapan sudah selesai. Sekarang kita hanya perlu menunggu Fanny datang sebagai tumbal atau media penyambung," ujar Vicky menepuk tangan menghilangkan debu di tangannya.

"Bagus kalau begitu. Aku sudah tidak sabar lagi memulai permainan ini. Pokoknya malam ini kita bersenang-senang" kata Farhan bersemangat.

"Yoi bro," jawab Coki dan Doni kompak.

Tasya, Mila dan Raya hanya memperhatikan pekerjaan mereka berempat. Mereka tidak mau mengotori tangan mereka yang baru dicat. Mereka lebih memilih membicarakan hal seputar kecantikan. Apalagi tugas mereka hanya mengurus kedatangan Fanny.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Arwah Bully   Bab 9

    "Ayo masuk," ajak Coki.Semuanya mulai memasuki gerbang yang sudah dibuka. Mereka merasa asing sama sekolah sendiri. Menurut mereka suasana sekolah sangat berbeda ketika pagi hari atau malam lainnya."Sebenarnya kita mau ngapain sih?" tanya Abian setelah berada di pekarangan sekolah."Kamu dan kalian semua masuk saja. Nanti kalian juga akan tau. Tidak usah banyak tanya," jawab Doni cuek.Doni dan Coki mengeluarkan satu botol cairan dari saku mereka. Mereka berjalan berlawanan arah, ke pinggir gerbang masing-masing. Mereka menuangkan sedikit cairan itu lalu menutup botol itu kembali. Setelah itu mereka meletakkan botol itu di balik semak-semak yang ada di samping gerbang. Botol itu adalah pemberian Vicky yang sudah dilengkapi mantra pembatas. Itu berfungsi agar seluruh gedung sekolah memiliki perlindungan. Supaya para arwah tidak melewati pekarangan sekolah."Ayo jalan," perintah Doni dan Coki.***Dalam perjalanan ke kelas tiba-tiba Sonya kebelet pipis. Sonya sudah tidak tahan lagi u

  • Dendam Arwah Bully   Bab 8

    Tasya, Mila dan Raya mulai menyalakan semua lilin tersebut. Mereka berjalan hati-hati agar tidak merusak pola mantra yang telah mereka gambar. Mereka menatap puas setelah lilin menyala semua."Kamu dengarkan, jika kamu mau Fanny selamat maka kamu cukup diam dan nikmati saja oke," kata Doni menepuk pipi Ricko.Ricko terpaksa mengangguk mengikuti perintah Doni. Ricko tidak mau Fanny celaka. Sedangkan Doni dan Coki melepaskan tangan Ricko setelah Ricko tidak melawan mereka lagi. Mereka kembali berjalan mendekat ke arah Vicky. "Sekarang aku akan memulai melakukan ritual pemanggil. Kalian sudah bisa menjauh," perintah Vicky.Farhan dan lainnya segera mundur sejauh tiga meter. Setelahnya mereka memperhatikan apa yang dilakukan oleh Vicky. Mereka tidak akan melewatkan kesempatan melihat proses pemanggilan."Hem … hem ... hem …. Hem ... hem ... hem …. Hem ... hem ... hem …."Guman Vicky atau lebih tepatnya sedang membaca mantra dengan menutup mata. Vicky sudah fokus membaca mantra tanpa gang

  • Dendam Arwah Bully   Bab 7

    "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak mau, lepaskan aku!" teriak Fanny kembali.Fanny mencoba menggerakkan tangan dan tubuhnya kembali secara kasar. Dia mencoba meloloskan diri. Mana mungkin dia akan tinggal diam diperalat seperti boneka."Mau kamu teriak sampai bisu tidak akan ada yang menolong kamu. Dan kamu juga tidak akan bisa melepaskan diri dari ikatan kami," kata Tasya memutari Fanny sekilas.Setelah itu Tasya, Mila dan Raya mengikuti langkah Farhan. Sebelum meninggalkan Fanny, Mila menyempat diri mengambil kacamata Fanny dan menaruh di atas kepadanya sebagai hiasan. Setelah itu mereka ikut mendekat ke arah Vicky. Mereka sudah tidak sabar menunggu teman yang lain datang.Fanny tahu apa yang katakan Tasya benar. Tidak akan ada yang akan menolongnya. Satu-satunya harapan dia adalah Ricko, tapi Ricko juga sedang ditahan sama Coki dan Doni. Fanny kembali menangis meratapi nasibnya yang malang."Kalian kalau jalan hati-hati dong. Jangan sampai menghapus mantranya," tegur Vicky melihat mer

  • Dendam Arwah Bully   Bab 6

    Fanny dan Ricko memasuki ruang aula. Mereka melihat keadaan ruang aula yang sudah berubah. Di dalam ruang aula, mereka hanya melihat mereka bertujuh. Mereka saling pandang dengan keanehan di depan mata. Mereka jadi takut untuk masuk lebih ke dalam. Mereka memilih berdiri di depan pintu masuk."Syukur deh kamu sudah di sini," ujar Farhan melembut.Farhan memberikan kode pada Tasya untuk membawa Fanny. Tasya yang mengerti kode Farhan segera mendekati Fanny dan Ricko. Sedangkan Mila dan Raya mengikuti Tasya dari belakang.Fanny yang sudah ada firasat buruk bersembunyi di belakang Ricko. Namun langkah yang diambil Fanny lebih lambat dari Tasya. Tasya segera memegang tangan dan menyeret Fanny dari Ricko. Ricko sebagai teman Fanny ikut memegang tangan Fanny satu lagi. Ricko mencium bau yang tidak beres."Apa apan ini?" tanya Fanny tidak terima."Kamu ikut aja. Tidak usah banyak tanya," sahut Tasya menyentak tangan Fanny. “Aaa ....” Fanny hampir saja terjatuh jika tidak dipegang sama Ricko

  • Dendam Arwah Bully   Bab 5

    "Bughhh!"Tasya mendorong Fanny ke dinding toilet dengan kasar. Mereka saat ini sedang ada di toilet wanita. Tasya berserta dua temannya memojokkan Fanny, Mila dan Raya. Mereka sengaja menyeret Fanny ke dalam toilet agar tidak dilihat oleh guru. "Sreeet ….""Akhhh ... Tasya, tolong lepaskan. Kepala aku sakit," pinta Fanny mencoba melepaskan rambutnya dari tangan Tasya.Tasya menjambak rambut Fanny dengan keras. Dia tidak peduli jika Fanny mengaduh kesakitan. Bahkan tangan Tasya satu lagi ikut menekan pipi Fanny dengan keras."Dengar ya kutu buku. Awas saja kalau kamu tidak datang malam jum'at nanti. Aku pastikan, kamu bakalan lebih sengsara dari sekarang," ancam Tasya melotot tajam.Fanny tidak berani menjawab. Fanny ingin sekali memilih tidak datang. Tapi itu bukan jawaban yang bisa membuat Tasya puas. Jadi Fanny hanya bisa menangis ketakutan dan kesakitan tanpa suara."Kamu dengar tidak!" bentak Tasya lebih keras di depan muka Fanny."Iya … iya… aku de… de ... dengar," jawab Fann

  • Dendam Arwah Bully   Bab 4

    Farhan memasuki ruang kelas diikuti dengan teman-temannya. Dia masuk dengan sengaja membuat keributan. Kakinya menendang kursi yang berada di dekat pintu. Farhan ingin semua perhatian tertuju padanya tanpa harus memanggil mereka satu persatu.Banyak orang yang takut sama sikap semena-mena Farhan. Hal itu dikarenakan Farhan adalah anak kepala sekolah. Selain itu Farhan juga tidak akan segan melukai orang jika ada yang buat masalah dengannya. Para siswa dan siswi memilih menjauhi Farhan dan teman-temannya sebisa mungkin. Mereka tidak mau menjadi mereka sebagai target bully."Kalian dengarkan aku baik-baik," kata Farhan dengan suara pelan memulai pengumumannya.Semua teman-teman Farhan berdiri di belakangnya yang berada di dekat meja guru. Tasya malah duduk di atas meja guru tanpa sopan santun. Dia menatap semua teman sekelas dengan seringai."Malam jum'at lusa, aku ingin kalian semua datang ke sekolah. Kalian harus datang jam delapan malam, tidak boleh telat sedetik pun. Awas saja jika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status