Home / Lainnya / Dendam Wanita Teraniaya / Bab 3 Tidak mendapat keadilan

Share

Bab 3 Tidak mendapat keadilan

Author: Hapyhapy
last update Last Updated: 2025-09-19 07:59:09

Arumi menatap  Kirana dengan prihatin,  dia ikut merasakan sakit atas penderitaan teman baiknya.

“Syukurlah kamu sudah bangun Kiran.” Dipta muncul dari balik gorden bersama dengan dua orang polisi yang berdiri di belakangnya.

Kirana menatap kedua petugas polisi itu.

“Kami datang ke sini karena menerima laporan telah terjadi tindak kriminal kekerasan dan pel**ehan,” ucap salah seorang petugas.

“Dipta yang pergi ke kantor polisi dan melapor.” Arumi berujar di telinga Kirana, dia terus-menerus mengelus rambut sang sahabat.

“Kami datang kesini untuk meminta keterangan lebih lanjut.” Sang polisi kembali berujar, “Tapi jika Nona belum siap untuk memberikan keterangan, pihak kami akan menunggu sampai anda siap.”

“Saya siap.” Kirana berujar dengan nada paraunya, walaupun demikian ada ketegasan dalam nadanya.

Dengan sinyal dari ucapan Kirana, maka kedua polisi itu mulai mengajukan beberapa pertanyaan.

Walau dengan rasa sakit yang teramat sangat, Kirana berusaha kuat meski harus mengingat kembali kejadian mengerikan malam tadi.

__

“Ya Tuhan, Kiran, apa yang terjadi padamu, Nak.” kinasih, Ibu Kirana, langsung memeluk putrinya begitu dia sampai di ruangan tempat Kirana dirawat.

“Ibu!” Kirana langsung menangis pilu dalam dekapan wanita yang telah melahirkannya. 

Dia tumpahkan semua rasa sakitnya, berharap sedikit berkurang dengan air mata yang terus mengalir.

Dari balik pintu ruangan,  Dipta dan Arumi mengintip dengan mata yang berkaca-kaca.

Kinasih mengurai pelukannya dan menangkup wajah sang putri tercinta.

“Ceritakan pada Ibu apa yang terjadi.” Sungguh hatinya syok saat menerima telepon dari Arumi, kalau Kirana berada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan, entah kecelakaan apa Arumi tidak menjelaskan.

Yang jelas, Kinasih buru-buru untuk datang menemui putrinya. Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam akhirnya Kinasih bisa melihat apa yang terjadi dengan Kirana.

 Hatinya terasa pilu melihat keadaan sang putri yang mengenaskan dengan wajah yang penuh lebam-lebam dan bengkak, hampir tidak dikenali.

Ibu mana yang tahan melihat keadaan putrinya seperti itu.

Dengan derai air mata dan suara tersendat-sendat, Kirana   menceritakan semua yang terjadi.

“Sungguh ter**tuk! Mereka benar-benar bi**ab! Kejam!” Dada Kinasih naik turun menahan emosi, air mata tak hentinya mengalir, rasa marah dan sakit menjadi satu.

“Mereka harus dihukum atas perbuatan keji ini! Ibu tidak terima kamu diperlakukan seperti itu, sama sekali tidak terima!” Suara Kinasih tercekat, dadanya sesak.

Tangisan Kirana semakin menjadi, mereka kembali berpelukan.

__

“Kenapa kamu berbohong, Mahesa?” Hani meremas-remas ujung bajunya, menatap takut-takut pada Mahesa, “Kamu bilang hanya akan mengerjai Kirana, tapi nyatanya, kamu …” Hani menelan ludahnya, “Kamu malah melakukan hal kejam padanya.”

Mahesa mendengkus, “Memangnya kenapa, dia memang pantas mendapatkannya.” 

Hani menggeleng, “Kirana pasti akan lapor polisi, lalu kamu akan di penjara, Mahesa.”

“Nggak akan.” Mahesa berujar santai, lalu melangkah pergi.

“Tunggu!”

Mahesa menghentikan langkahnya, “Ada apa lagi?” Dia menatap Hani malas.

“Bagaimana dengan janji kamu padaku, bukankah kamu bilang akan bertanggung jawab kalau aku menuruti perintahmu.”   Hani menatap Mahesa penuh harap.

Mahesa mengangkat alisnya lalu menyeringai, “Janji apa? Aku tidak pernah berjanji.” 

Mati Hani membola saat mendengar ucapan Mahesa, bibirnya bergetar.

Mahesa kembali berkata, “Aku hanya bilang akan mempertimbangkan-nya, dan setelah kupikirkan, aku tidak akan melakukannya.” Dia terkekeh lalu kembali melanjutkan langkahnya dengan santai.

“Mahesa!” Hani berteriak, namun laki-laki itu tidak peduli, “Dasar laki-laki ba**ngan, br***sek!” Luruh sudah air matanya.

__

Setelah sepuluh hari dirawat, keadaan Kirana berangsur-angsur membaik, luka di tubuhnya memang  perlahan pulih, tapi luka di jiwanya akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sembuh, atau mungkin luka itu tidak akan pernah sembuh  seumur hidup nya.

Dokter mengatakan kalau Kirana boleh pulang besok, Kinasih sangat bersyukur akan hal itu.

“Tapi, Ibu merasa heran, kenapa kita belum mendapatkan berita tentang kemajuan kasus laporan kita dari para polisi itu?”  Kinasih dengan tekun mengupas cangkang jeruk.

Kirana mengerutkan alisnya, “Mungkin polisi masih melakukan penyelidikan, semuanya ’kan butuh proses, kita tunggu beberapa hari lagi, kalau masih belum ada kabar, kita langsung tanyakan ke kantor polisi.”

Kinasih mengangguk setuju.

__

Karena tak mendapat berita apapun, setelah beberapa hari berlalu akhirnya Kirana dan Kinasih memutuskan untuk mendatangi kantor polisi dan menanyakan langsung pada mereka perihal kasus yang dialami Kirana.

“Maaf, Bu, Nona Kirana, kami tidak bisa menindak lanjuti kasus anda lebih jauh lagi karena kurangnya bukti.”

Kirana dan Kinasih tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari seorang petugas polisi berpangkat Inspektur jenderal.

Kurang bukti apanya, bukankah semua terlihat jelas bagaimana keadaan tubuh Kirana saat itu, dan juga bukankah ada hasil visum.

“Pak, bagaimana dengan hasil visum, itu pasti cukup untuk menjadi bukti kejahatan yang mereka lakukan ‘kan.” Kirana berharap kasus ini tidak berakhir begitu saja.

“Hasil visum tidak membuktikan adanya tindak kekerasan,” ucap sang inspektur polisi.

Kirana semakin syok, bagaimana mungkin, bahkan dengan mata telanjang saja dapat terlihat kalau Kirana babak belur waktu itu.

“Bagaimana bisa seperti itu, Pak.” Kinasih berkata diiringi isak tangis, “Jelas-jelas putri saya menjadi korban tindak kekerasan.”

Inspektur menatap Kinasih, “Bu, pihak kami sudah meminta keterangan pada saudara Mahesa dan dua temannya, mereka berkata kalau itu bukanlah pe**cehan, tapi atas dasar suka sama suka, Nona Kirana yang awalnya merayu mereka bertiga.”

Kirana tidak tahu lagi bagaimana perasaannya saat ini, sulit untuk diungkapkan.

“Putriku bukan gadis seperti itu, Pak!” Kinasih memekik.

Inspektur polisi menghela napas, sebenarnya dia merasa iba pada Ibu dan anak ini, tapi mau bagaimana lagi, mereka berurusan dengan orang yang salah. 

Keluarga Affandra adalah keluarga yang terpandang di negeri ini, begitu juga dengan dua pemuda lainnya, mereka merupakan anak-anak dari para pengusaha terkemuka.

Jadi, tentu saja sebelum masalah ini muncul ke permukaan,  para pihak keluarga sudah menenggelamkan kasus ini ke dasar laut. Dengan uang mereka bisa melakukan apa saja.

Sang Inspektur polisi juga tidak bisa berbuat apa-apa, daripada dia harus kehilangan pekerjaannya yang  mentereng, lebih baik dia menurut pada pihak yang lebih berkuasa, jabatannya akan tetap aman uang juga dia dapat.

“Saudari Kirana.” Inspektur melembutkan suaranya, “Sebaiknya anda tidak terus mengusut kasus ini, karena anda sendiri yang akan rugi jika terus memaksa.”

“Tidak!” Kirana melompat berdiri, “Saya tidak akan tinggal diam! Saya ingin mendapatkan keadilan!”

Sang Inspektur kembali mendesah, “Saudari Kirana, seharusnya anda bersyukur mereka ingin menutup kasus ini dan tidak memperpanjang, kalau anda bersikeras justru mereka yang akan melaporkan anda karena pencemaran nama baik.”

“Ini sungguh tidak adil!” Kinasih berteriak, suaranya sampai terdengar keluar ruangan, “Jelas-jelas putriku merupakan korban, kenapa malah jadi  seperti ini.”

“Maaf, Bu, seberapa keras pun kalian memaksa, kasus ini sudah ditutup dan selesai.”

Kinasih dan Kirana pulang dengan hati hancur dan tubuh sangat lelah.

 

  

  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 7 Ajakan untuk menikah

    __Saat Kirana membuka matanya, yang pertama dia lihat adalah ruangan putih. Rupanya dia ada di klinik dan terbaring di brankar.“Kirana, gimana keadaan kamu sekarang?” Dipta menghampiri saat melihat Kirana sudah sadar, ekspresinya khawatir.“Sedikit pusing.” Kirana menjawab dengan suara lemah.Jari-jari Dipta mulai bergerak untuk memijat pelan bagian dahi kirana.Seorang Dokter perempuan bersama Suster datang keruangan sambil membawa hasil pemeriksaan.Dokter wanita itu mengambil kertas laporan yang disodorkan Suster. “Nona Kirana, dari hasil pemeriksaan medis, ternyata anda sedang mengandung dengan usia janin lima minggu.”Bagai disambar petir, suara Dokter wanita terasa menggelegar di telinganya. Kata-kata Dokter terus berulang-ulang di kepalanya.Kirana hanya bisa tercenung, Dipta juga hanya bisa terdiam, mencerna kata-kata sang Dokter.Dipta melirik ke arah Kirana dengan tatapan iba.“D_Dokter, mungkin anda salah mendiagnosis.” Kirana berusaha bicara walau lidahnya kelu.“Sama

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 6 Ibu telah pergi

    Setelah satu hari satu malam berada dalam sel, polisi akhirnya membebaskan Kirana dan Kinasih, tapi dengan syarat harus menandatangani surat perjanjian kalau mereka tidak akan membuat masalah lagi.Mereka dengan terpaksa menandatangani surat itu dari pada harus terus menginap dalam sel.Kirana baru sampai ke rumahnya saat ada sms masuk ke nomornya, pihak kampus menyuruh Kirana untuk datang.__Saat Kirana datang ke ruangan rektor, tanpa basa-basi rektor kampus yang bernama Pak Jacky itu langsung menyodorkan sebuah kertas ke hadapan Kirana.Dia mengambil kertas itu dan membaca isinya, kesimpulannya adalah itu surat pernyataan kalau beasiswa Kirana dicabut dan dia dikeluarkan dari kampus. Tangan yang memegang kertas langsung gemetar setelah selesai membaca surat itu. Kirana menatap sang rektor dengan ekspresi tak percaya.“Maaf, kami harus melakukan hal itu pada anda, ini sudah merupakan keputusan semua pihak.” Hanya itu yang dikatakan Pak Jacky. Tanpa memberi keterangan yang lain

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 5 hanya orang kecil

    Kirana melirik uang itu sekilas, lalu menatap Gauri tajam, “Saya tidak butuh uang anda, Nyonya, ambil kembali, dan saya tidak akan menyerah, saya akan tetap menuntut keadilan, saya ingin anak anda dan teman-temannya dihukum!”Rahang Gauri mengeras, tidak menyangka gadis miskin ini keras kepala.“Gadis Bodoh.” Suara Gauri teredam, dia menahan kekesalannya, “Saya datang jauh-jauh kesini dengan itikad baik dan menyelesaikan masalah dengan damai, percuma kamu bersikeras membuat tuntutan, kalian tidak akan mendapatkan apa-apa, lagipula tidak ada seorang pengacara pun yang akan membantu kalian.”Tangan Kirana yang terkulai mengepal sampai kulitnya memutih.“Anda sebaiknya pergi dari sini!” hardik Kirana penuh amarah.Gauri mendesah lalu memutar bola matanya, “Sudah miskin, belagu lagi.” Dia memberi isyarat pada pengawalnya untuk mengambil kembali koper yang terletak di meja.Sebelum melenggang pergi, Gauri memberi tatapan meremehkan pada ibu dan anak itu.Dia mencibir, “Terserah, kalau kal

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 4 Kompensasi

    “Mereka benar-benar baj**gan!” Dipta mengumpat, wajahnya merah padam, “Mentang-mentang mereka anak orang kaya, mereka bisa bertindak seenaknya.Dipta dan Arumi saat ini sedang berada di rumah Kirana ingin melihat keadaan temannya itu. Tapi mereka malah dikejutkan dengan kabar kalau kasus Kirana ditutup.Dipta benar-benar murka dan tak habis pikir.“Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan, Kiran?” Itu Arumi yang bertanya, tangannya tak henti-henti mengelus bahu Kirana.“Pokoknya aku akan menuntut keadilan! Aku tidak ingin diam begitu saja, para ba**ngan itu harus dihukum atas perbuatan mereka!” Kirana berkata tegas, tatapannya tajam.“Aku akan selalu mendukungmu, ya walaupun bantuanku hanya sebatas sebagai saksi,” ucap Dipta.“Aku juga,” timpal Arumi.“Tapi apakah kita bisa melawan mereka.” Kinasih datang dari dalam dapur, di tangannya membawa nampan berisi minuman. Dia meletakkan nampan di atas meja lalu ikut duduk di sofa.“Kita bisa meminta bantuan teman Mahasiswa untuk berorasi,”

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 3 Tidak mendapat keadilan

    Arumi menatap Kirana dengan prihatin, dia ikut merasakan sakit atas penderitaan teman baiknya.“Syukurlah kamu sudah bangun Kiran.” Dipta muncul dari balik gorden bersama dengan dua orang polisi yang berdiri di belakangnya.Kirana menatap kedua petugas polisi itu.“Kami datang ke sini karena menerima laporan telah terjadi tindak kriminal kekerasan dan pel**ehan,” ucap salah seorang petugas.“Dipta yang pergi ke kantor polisi dan melapor.” Arumi berujar di telinga Kirana, dia terus-menerus mengelus rambut sang sahabat.“Kami datang kesini untuk meminta keterangan lebih lanjut.” Sang polisi kembali berujar, “Tapi jika Nona belum siap untuk memberikan keterangan, pihak kami akan menunggu sampai anda siap.”“Saya siap.” Kirana berujar dengan nada paraunya, walaupun demikian ada ketegasan dalam nadanya.Dengan sinyal dari ucapan Kirana, maka kedua polisi itu mulai mengajukan beberapa pertanyaan.Walau dengan rasa sakit yang teramat sangat, Kirana berusaha kuat meski harus mengingat kemba

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 2 Malam yang panjang

    DWT 2Setelah Hani pergi, Mahesa menemui dua temannya yang berada di belakang tembok gudang, mereka sedang merokok.“Kamu yakin dia bakalan datang?” tanya Nicholas, asap putih mengepul dari mulutnya.“Tenang saja, dia pasti datang.” Mahesa bersender di tembok.Nicholas dan Arga saling menatap lalu menyeringai, “Malam ini kita akan bersenang-senang,” ucap Arga sambil terkekeh.__Kirana langsung memarkirkan sepedanya sembarangan saat dia sampai di depan gudang kampus.Dia heran, kemana satpam kampus yang berjaga malam, kenapa mereka tidak ada, Kirana langsung berjalan ke arah pintu gudang.Katanya terkunci dari luar, tapi ternyata tidak ada kunci yang tergantung, alis Kirana mengernyit heran. Dia mendorong pintu lalu masuk.Karena tempat ini adalah gudang yang terbengkalai, saat Kirana masuk dia disambut dengan bau apek, keadaan ruangan gelap.Kirana mengeluarkan HP-nya dan menyalakan senter untuk penerangan.Tiba-tiba terdengar suara pintu ditutup.Kirana berbalik memandang ke arah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status