Share

Bab 4 Kompensasi

Author: Hapyhapy
last update Last Updated: 2025-09-20 01:23:25

“Mereka benar-benar baj**gan!” Dipta mengumpat, wajahnya merah padam, “Mentang-mentang mereka anak orang kaya, mereka bisa bertindak seenaknya.

Dipta dan Arumi saat ini sedang berada di rumah Kirana ingin melihat keadaan temannya itu. Tapi mereka malah dikejutkan dengan kabar kalau kasus Kirana ditutup.

Dipta benar-benar murka dan tak habis pikir.

“Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan, Kiran?” Itu Arumi yang bertanya, tangannya tak henti-henti mengelus bahu Kirana.

“Pokoknya aku akan menuntut keadilan! Aku tidak ingin diam begitu saja, para ba**ngan itu harus dihukum atas perbuatan mereka!” Kirana berkata tegas, tatapannya tajam.

“Aku akan selalu mendukungmu, ya walaupun bantuanku hanya sebatas sebagai saksi,” ucap Dipta.

“Aku juga,” timpal Arumi.

“Tapi apakah kita bisa melawan mereka.” Kinasih datang dari dalam dapur, di tangannya membawa nampan berisi minuman. Dia meletakkan nampan di atas meja lalu ikut duduk di sofa.

“Kita bisa meminta bantuan teman Mahasiswa untuk berorasi,” ucap Dipta, ada senyum menenangkan di bibirnya.

Arumi langsung mengangguk setuju, Kirana dan sang Ibu saling bertukar pandang, ada secercah harapan di sorot mata masing-masing.

“Kiran!” Arumi memanggil dengan hati-hati, “Apa kamu sudah bertemu dengan Hani? Sudah sejak lama aku tidak melihatnya, semenjak kejadian itu …”

Kirana menggeleng, sejak kejadian itu dia belum bertemu Hani, hatinya kembali berdenyut, dia tahu kalau Hani ikut andil atas apa yang menimpanya. Hani tidak pernah menunjukkan batang hidungnya setelah tragedi malam itu.

“Seharusnya dia datang dan melihat keadaanmu, serta menjelaskan kenapa dia tega menjebakmu.” Dipta berujar dengan nada kesal.

Arumi mengangguk, “Kalau saja malam itu Hani tidak membohongi Kiran untuk datang ke gudang, mungkin …”

“Sudah lah, kita jangan ngomongin Hani lagi.” Kirana menghela napas, hatinya bertambah sakit kalau ingat perbuatan teman baiknya itu.

Andai mereka bertemu kembali, satu hal yang ingin ditanyakan Kiran, kenapa … kenapa dia tega melakukan hal itu pada sahabatnya sendiri.

__

Hani yang mereka bicarakan tengah meringkuk di sudut ranjang di kamar kosnya, dia memeluk lututnya sendiri, matanya sembab, hidungnya memerah.

Di dalam kepalanya terus terbayang sosok Kirana yang terkapar di dalam gudang dengan keadaan yang mengenaskan, dalam hati dia menyesal, dia  terus merapalkan beribu kata maaf. 

 Hani memang bodoh, mau-maunya diperalat oleh Mahesa. 

'Maafkan aku Kiran' 

Hani bergumam lirih, ini semua salahnya,  sejak awal memang salahnya, seharusnya Hani tidak termakan rayuan Mahesa, sudah tahu pria itu bre**sek Hani masih saja mau menjadi pacarnya, hanya karena dia tampan, kaya dan pandai menggombal.

Bahkan Kirana sudah menasehatinya berkali-kali, tapi dia bebal tak mendengarkan. 

Kalau sudah begini, Hani sendiri yang rugi. Lalu apa yang harus dia lakukan.

Tidak ada cara lain, dia tidak sanggup menanggung malu seumur hidupnya, dia tidak sanggup menghadapi amarah dan rasa kecewa orang tuanya.

Hani mengalihkan pandangannya ke arah meja nakas, tepatnya pada botol kecil yang terletak di sana.

Dia bergeser, lalu meraih botol kecil itu, membuka tutupnya, kemudian mengeluarkan semua pil yang ada di dalamnya dan memasukkan semua pil itu ke dalam mulutnya.

Dengan tangan gemetar, Hani meraih gelas yang berisi air lalu menegaknya.

Semuanya telah berakhir.

__

Malam ini sama seperti malam sebelumnya, sejak tragedi yang menimpanya Kirana tidak bisa tidur dengan nyenyak, setiap dia menutup mata, kejadian mengerikan itu akan langsung terbayang.

Sekujur tubuhnya meremang, setiap pori-pori kulit bergidik, sentuhan menjijikan itu membuat Kirana ingin terus menggaruk kulitnya, berharap bisa menghilangkan sensasi tak nyaman di sekujur tubuhnya.

“Kamu tidak bisa tidur lagi, Kiran?” Kinasih yang tidur di samping Kirana ikut terbangun.

Dia duduk lalu mendekat pada Kirana, merangkul bahunya dan mengelus-elus rambutnya.

Dada Kinasih sesak melihat keadaan Kirana, gadis yang dulunya ceria sekarang menjadi seperti ini.

Bola mata Kirana bergerak liar, dia memeluk tubuhnya sendiri, bahunya bergetar.

“Kamu harus kuat, Nak.” Kinasih memeluknya sambil berderai air mata.

“Tentu saja Kirana akan kuat, Bu, Kirana harus kuat. Kirana ingin melihat mereka yang berbuat jahat mendapatkan hukuman.” 

Ibu dan anak itu saling berpelukan, saling menghangatkan hati yang terasa dingin.

Suara gedoran pintu mengagetkan dua wanita beda usia itu, mereka saling berpandangan.

“Siapa malam-malam begini datang bertamu?” Raut wajah Kinasih nampak cemas.

Kirana menggeleng, “Biarkan saja, Bu. Jangan ditanggapi, takut orang yang berniat jahat,” usul Kirana.

Kinasih mengangguk setuju.

Tapi gedoran itu tak berhenti, malah semakin keras dengan tempo cepat. 

Karena rasa jengkel dan penasaran, Kirana dan Kinasih memutuskan untuk melihat siapa orang yang datang ke rumah mereka di kala hari sudah larut.

Kinasih mengintip melalui kaca jendela, di teras berdiri empat orang pria bertubuh tinggi tegap dengan setelan jas.

Diantara mereka ada seorang wanita yang tidak diketahui usianya, mungkin sepantaran Kinasih.

Wanita itu berpenampilan glamour namun elegan, wajahnya yang ber-make-up tebal cukup cantik.

“Siapa, Bu?” Kirana ikut mengintip, wajahnya mengkerut, dia tak mengenal orang-orang ini.

“Siapa mereka?” Kinasih malah balik bertanya.

Kirana menggeleng menanggapi pertanyaan ibunya.

Mau tak mau Kinasih membuka pintu.

“Maaf, kalian siapa dan ada perlu apa datang ke sini?” Kinasih bertanya dengan nada sopan, matanya menelisik orang-orang yang berdiri di teras rumahnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh wanita glamour itu, dia memperhatikan penampilan Kinasih dan Kirana, wajahnya sedikit mengernyit, ada tatapan merendahkan dari matanya.

“Apa bisa kita bicara di dalam saja?”

Perkataan wanita itu menyadarkan Kinasih dari bengongnya,  “Ah, iya, iya, silahkan masuk.”  Kinasih bergeser agar wanita itu bisa lewat.

Kinasih dan Kirana kembali saling beradu pandang. Wanita itu memiliki aura kharismatik yang kuat, sehingga membuat ibu dan anak itu menjadi segan, sehingga mereka lupa berkata-kata, bahkan sekedar menyuruh wanita itu untuk duduk.

Wanita itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang luasnya tidak seberapa, alis mengernyit, ekspresinya seolah-olah memandang setumpuk rongsokan kotor.

Dia kembali memfokuskan pandangannya pada Kirana dan Kinasih.

“Saya adalah ibu-nya Mahesa, nama saya Gauri.”

Mendengar perkataan Gauri, membuat tubuh Kirana berdesir, tangannya yang gemetar meremas rok yang dipakainya erat.

Gauri memberi isyarat dengan matanya pada pria tinggi berjas yang berdiri di sampingnya.

Pria itu mengangguk, lalu maju selangkah mengangkat koper yang sedari tadi dijinjingnya, menaruhnya di atas meja lalu membuka tutup koper itu, memperlihatkan uang merah gepokan yang berjejer rapi entah berapa jumlahnya.

Kirana dan Kinasih terpana melihat isi dalam koper itu.

“Ambillah uang itu, anggap saja sebagai uang kompensasi,” ucap Gauri sambil melangkah mendekat ke arah ibu dan anak itu.

Suaranya stabil dan tutur katanya teratur, “Lupakan kejadian yang lalu, jangan memperpanjang lagi dan koar-koar ingin meminta keadilan. Sebagian uang itu berasal dari keluarga Arga dan Nicholas, kami masih memiliki hati sehingga mau menyisihkan sedikit dari uang kami untuk mengganti kerugian yang dialami oleh kamu.” Tatapan Gauri tidak berubah, tetap merendahkan.

Gauri membuang napas, melirik sekilas pada uang di atas meja lalu memandang Kirana, “Pakailah uang itu sesuka kalian, tapi harus diingat, jangan membuat masalah lagi dan mengganggu  kenyamanan keluarga kami.”

Hati Kirana terasa panas dengan setiap tingkah dan ucapan dari Gauri. Sedangkan Kinasih hanya bisa terdiam dengan ekspresi muram.

Mengganggu kenyamanan keluarga mereka katanya? Kirana mendengkus, apa memang seperti ini sikap setiap orang kaya.

 

  

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 7 Ajakan untuk menikah

    __Saat Kirana membuka matanya, yang pertama dia lihat adalah ruangan putih. Rupanya dia ada di klinik dan terbaring di brankar.“Kirana, gimana keadaan kamu sekarang?” Dipta menghampiri saat melihat Kirana sudah sadar, ekspresinya khawatir.“Sedikit pusing.” Kirana menjawab dengan suara lemah.Jari-jari Dipta mulai bergerak untuk memijat pelan bagian dahi kirana.Seorang Dokter perempuan bersama Suster datang keruangan sambil membawa hasil pemeriksaan.Dokter wanita itu mengambil kertas laporan yang disodorkan Suster. “Nona Kirana, dari hasil pemeriksaan medis, ternyata anda sedang mengandung dengan usia janin lima minggu.”Bagai disambar petir, suara Dokter wanita terasa menggelegar di telinganya. Kata-kata Dokter terus berulang-ulang di kepalanya.Kirana hanya bisa tercenung, Dipta juga hanya bisa terdiam, mencerna kata-kata sang Dokter.Dipta melirik ke arah Kirana dengan tatapan iba.“D_Dokter, mungkin anda salah mendiagnosis.” Kirana berusaha bicara walau lidahnya kelu.“Sama

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 6 Ibu telah pergi

    Setelah satu hari satu malam berada dalam sel, polisi akhirnya membebaskan Kirana dan Kinasih, tapi dengan syarat harus menandatangani surat perjanjian kalau mereka tidak akan membuat masalah lagi.Mereka dengan terpaksa menandatangani surat itu dari pada harus terus menginap dalam sel.Kirana baru sampai ke rumahnya saat ada sms masuk ke nomornya, pihak kampus menyuruh Kirana untuk datang.__Saat Kirana datang ke ruangan rektor, tanpa basa-basi rektor kampus yang bernama Pak Jacky itu langsung menyodorkan sebuah kertas ke hadapan Kirana.Dia mengambil kertas itu dan membaca isinya, kesimpulannya adalah itu surat pernyataan kalau beasiswa Kirana dicabut dan dia dikeluarkan dari kampus. Tangan yang memegang kertas langsung gemetar setelah selesai membaca surat itu. Kirana menatap sang rektor dengan ekspresi tak percaya.“Maaf, kami harus melakukan hal itu pada anda, ini sudah merupakan keputusan semua pihak.” Hanya itu yang dikatakan Pak Jacky. Tanpa memberi keterangan yang lain

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 5 hanya orang kecil

    Kirana melirik uang itu sekilas, lalu menatap Gauri tajam, “Saya tidak butuh uang anda, Nyonya, ambil kembali, dan saya tidak akan menyerah, saya akan tetap menuntut keadilan, saya ingin anak anda dan teman-temannya dihukum!”Rahang Gauri mengeras, tidak menyangka gadis miskin ini keras kepala.“Gadis Bodoh.” Suara Gauri teredam, dia menahan kekesalannya, “Saya datang jauh-jauh kesini dengan itikad baik dan menyelesaikan masalah dengan damai, percuma kamu bersikeras membuat tuntutan, kalian tidak akan mendapatkan apa-apa, lagipula tidak ada seorang pengacara pun yang akan membantu kalian.”Tangan Kirana yang terkulai mengepal sampai kulitnya memutih.“Anda sebaiknya pergi dari sini!” hardik Kirana penuh amarah.Gauri mendesah lalu memutar bola matanya, “Sudah miskin, belagu lagi.” Dia memberi isyarat pada pengawalnya untuk mengambil kembali koper yang terletak di meja.Sebelum melenggang pergi, Gauri memberi tatapan meremehkan pada ibu dan anak itu.Dia mencibir, “Terserah, kalau kal

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 4 Kompensasi

    “Mereka benar-benar baj**gan!” Dipta mengumpat, wajahnya merah padam, “Mentang-mentang mereka anak orang kaya, mereka bisa bertindak seenaknya.Dipta dan Arumi saat ini sedang berada di rumah Kirana ingin melihat keadaan temannya itu. Tapi mereka malah dikejutkan dengan kabar kalau kasus Kirana ditutup.Dipta benar-benar murka dan tak habis pikir.“Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan, Kiran?” Itu Arumi yang bertanya, tangannya tak henti-henti mengelus bahu Kirana.“Pokoknya aku akan menuntut keadilan! Aku tidak ingin diam begitu saja, para ba**ngan itu harus dihukum atas perbuatan mereka!” Kirana berkata tegas, tatapannya tajam.“Aku akan selalu mendukungmu, ya walaupun bantuanku hanya sebatas sebagai saksi,” ucap Dipta.“Aku juga,” timpal Arumi.“Tapi apakah kita bisa melawan mereka.” Kinasih datang dari dalam dapur, di tangannya membawa nampan berisi minuman. Dia meletakkan nampan di atas meja lalu ikut duduk di sofa.“Kita bisa meminta bantuan teman Mahasiswa untuk berorasi,”

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 3 Tidak mendapat keadilan

    Arumi menatap Kirana dengan prihatin, dia ikut merasakan sakit atas penderitaan teman baiknya.“Syukurlah kamu sudah bangun Kiran.” Dipta muncul dari balik gorden bersama dengan dua orang polisi yang berdiri di belakangnya.Kirana menatap kedua petugas polisi itu.“Kami datang ke sini karena menerima laporan telah terjadi tindak kriminal kekerasan dan pel**ehan,” ucap salah seorang petugas.“Dipta yang pergi ke kantor polisi dan melapor.” Arumi berujar di telinga Kirana, dia terus-menerus mengelus rambut sang sahabat.“Kami datang kesini untuk meminta keterangan lebih lanjut.” Sang polisi kembali berujar, “Tapi jika Nona belum siap untuk memberikan keterangan, pihak kami akan menunggu sampai anda siap.”“Saya siap.” Kirana berujar dengan nada paraunya, walaupun demikian ada ketegasan dalam nadanya.Dengan sinyal dari ucapan Kirana, maka kedua polisi itu mulai mengajukan beberapa pertanyaan.Walau dengan rasa sakit yang teramat sangat, Kirana berusaha kuat meski harus mengingat kemba

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 2 Malam yang panjang

    DWT 2Setelah Hani pergi, Mahesa menemui dua temannya yang berada di belakang tembok gudang, mereka sedang merokok.“Kamu yakin dia bakalan datang?” tanya Nicholas, asap putih mengepul dari mulutnya.“Tenang saja, dia pasti datang.” Mahesa bersender di tembok.Nicholas dan Arga saling menatap lalu menyeringai, “Malam ini kita akan bersenang-senang,” ucap Arga sambil terkekeh.__Kirana langsung memarkirkan sepedanya sembarangan saat dia sampai di depan gudang kampus.Dia heran, kemana satpam kampus yang berjaga malam, kenapa mereka tidak ada, Kirana langsung berjalan ke arah pintu gudang.Katanya terkunci dari luar, tapi ternyata tidak ada kunci yang tergantung, alis Kirana mengernyit heran. Dia mendorong pintu lalu masuk.Karena tempat ini adalah gudang yang terbengkalai, saat Kirana masuk dia disambut dengan bau apek, keadaan ruangan gelap.Kirana mengeluarkan HP-nya dan menyalakan senter untuk penerangan.Tiba-tiba terdengar suara pintu ditutup.Kirana berbalik memandang ke arah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status