LOGINDWT 2
Setelah Hani pergi, Mahesa menemui dua temannya yang berada di belakang tembok gudang, mereka sedang merokok. “Kamu yakin dia bakalan datang?” tanya Nicholas, asap putih mengepul dari mulutnya. “Tenang saja, dia pasti datang.” Mahesa bersender di tembok. Nicholas dan Arga saling menatap lalu menyeringai, “Malam ini kita akan bersenang-senang,” ucap Arga sambil terkekeh. __ Kirana langsung memarkirkan sepedanya sembarangan saat dia sampai di depan gudang kampus. Dia heran, kemana satpam kampus yang berjaga malam, kenapa mereka tidak ada, Kirana langsung berjalan ke arah pintu gudang. Katanya terkunci dari luar, tapi ternyata tidak ada kunci yang tergantung, alis Kirana mengernyit heran. Dia mendorong pintu lalu masuk. Karena tempat ini adalah gudang yang terbengkalai, saat Kirana masuk dia disambut dengan bau apek, keadaan ruangan gelap. Kirana mengeluarkan HP-nya dan menyalakan senter untuk penerangan. Tiba-tiba terdengar suara pintu ditutup. Kirana berbalik memandang ke arah pintu. Di sana terlihat bayangan tiga orang berdiri di depan pintu. Kirana menyipitkan matanya saat saat sebuah cahaya menyoroti wajahnya. Itu adalah Mahesa yang mengarahkan cahaya senternya ke arah wajah Kirana. Dia berdiri diantara Arga dan Nicholas, kini Kirana dapat melihat mereka karena cahaya itu. “Mau apa kalian?” Kirana mulai waspada, hatinya juga bertanya-tanya di mana Hani? Kenapa malah ada mereka di tempat ini. Ketiga orang itu menyeringai. “Kami hanya ingin bermain-main denganmu.” Mahesa melangkah mendekat, diikuti dua temannya. Kirana mundur, matanya menatap tajam pada ketiga pria itu. Sekujur tubuhnya mulai meremang, punggungnya berdesir, ada rasa takut yang mulai menelusup. Kirana melompat ingin berlari ke arah pintu, hatinya sudah yakin kalau mereka punya niat yang tidak baik. Baru beberapa langkah Mahesa langsung menyergapnya, “Lepaskan!” Kirana berteriak, yang tentu saja tidak akan di dengar oleh ketiga pria itu. Bulan dua tahun dua ribu dua belas tanggal tiga belas, akan menjadi hari yang tak terlupakan seumur hidup Kirana. __ Hani bersembunyi di sudut gelap, sebenarnya tadi dia hanya berpura-pura saja menuruti perintah Mahesa untuk pergi. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Mahesa dan dua temannya terhadap Kirana. Terus terang Hani mengkhawatirkan tenannya itu, sudah hampir lima puluh menit Hani menunggu tapi ketiga pria itu belum juga keluar dari dalam gudang, entah apa yang mereka lakukan di dalam sana. Tak berselang lama, Mahesa, Arga dan Nicholas keluar dari dalam gudang, mereka saling tertawa. Hani semakin ber-ingsut agar tidak ketahuan, setelah ketiga pria itu tak terlihat lagi, Hani berlari kecil ke arah gudang. Dia menggunakan ponselnya untuk menerangi keadaan gudang yang gelap. Sepasang matanya membelalak, wajahnya memucat dan kaki yang tiba-tiba tremor, Hani membekap mulutnya sendiri agar tidak menjerit. Di depannya tergeletak tubuh Kirana yang mengenaskan, pakaiannya compang-camping dari atas sampai bawah. Suara rintihan yang memilukan keluar dari sela bibirnya. Dengan kaki gemetar, Hani mencoba melangkah ke arah Kirana, ingin menolong. Baru dua langkah dia berhenti, Hani mengurungkan niatnya. Ada rasa takut di hatinya, ini semua karena dirinya Kirana jadi seperti ini, dia lah penyebabnya. Hani mundur dua langkah, lalu berbalik dan lari meninggalkan gudang, meninggalkan Kirana yang terkapar sendirian. __ Semuanya terasa sakit, tubuh dan jiwanya terluka, rasanya dingin sekali. Kirana hanya bisa menangis dalam diam. Sekujur tubuhnya menggigil, napasnya tersengal, Kirana tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Apakah dia akan mati? Ah, lebih baik begitu, dia sudah kotor, kehormatan nya telah direnggut secara paksa. Tidak pernah terpikirkan dalam benak Kirana kalau dia akan mengalami hal yang paling tidak diinginkan wanita manapun di dunia ini. Lebih baik dia mati saja, menghilang dari dunia ini, kalaupun dia hidup dia harus menanggung tatapan cemooh atau kasihan dari orang-orang. Kirana tidak sanggup menanggunnya. Kirana menunggu malaikat maut untuk menjemputnya, ya, pasti tidak akan lama lagi, maka semua rasa sakit akan hilang. Saat Kirana mulai putus asa, tiba-tiba bayangan sang Ibu berkelebat di pikirannya, ‘Ibu’ dia bergumam lirih, kalau dia mati ibunya akan sendirian, dia pasti akan sangat sedih, mereka berdua hanya saling memiliki satu sama lain. Kirana tidak ingin melihat ibunya bersedih, dia tidak boleh mati begitu saja, dia harus bangkit. Dalam gelap, Kirana meraba-raba ingin mencari ponselnya, dia harus hidup, dia harus mencari pertolongan. Untungnya ponsel yang di cari tergeletak tidak terlalu jauh dari tempat Kirana terbaring. Karena tubuh yang terluka dia kesusahan saat akan menekan tombol untuk mencari nomer Arumi, jari-jarinya gemetar serta pandangannya mulai buram. Tapi Kirana tetap menekan tombol HP dengan sekuat tenaga, setelah menemukan daptar nama yang dicari, Kirana menekan tombol panggil. Mungkin karena tengah malam, dan Arumi sudah tidur, butuh beberapa waktu untuk panggilan itu tersambung. Setelah Arumi menjawab panggilannya, Kirana tidak bisa berbicara banyak, hanya berkata, “Tolong, aku.” Dan menyebutkan dimana lokasinya saat ini. Tangannya terkulai lemah saat selesai menelpon, Kirana merasa lelah sekali dan mengantuk, kegelapan mulai memeluknya, dia terbuai dalam belayannya. Kirana tak sadarkan diri. __ Arumi memekik saat dia melihat keadaan Kirana, dia buru-buru mendekatinya lalu menutup tubuh Kirana dengan jaket yang di kenakannya. Dipta yang berada di belakang Arumi hanya bisa terdiam, dia syok, tubuhnya mematung. “Cepat! kita harus membawanya ke Rumahsakit!” Teriakan Arumi menyadarkan Dipta, laki-laki itu mendekat dan membopong Kirana menuju mobil. __ Arumi dan Dipta nenunggu di depan ruang IGD, para tenaga medis tengah menangani Kirana. “Aku akan pergi ke kantor polisi.” Dipta bangkit dari duduknya, “Ini adalah kasus kriminal, orang yang telah melakukan hal kejam pada Kiran harus di tangkap dan di hukum.” Arumi mengamgguk setuju, “Sepertinya para Dokter juga tahu apa yang harus di lakukan, mereka pasti akan melakukan visum pada Kiran.” “Semoga saja para penjahat itu akan segera tertangkap, aku pergi sekarang.” Dipta berjalan menuju area parkiran, sebelum masuk dalam mobil dia mengatur napas untuk mensetabilkan emosinya. Dia tidak menyangka Kirana akan mengalami kejadian yang sangat mengerikan ini. Kenapa harus wanita yang dicintainya yang mengalami tragedi ini. Ya, sudah sejak lama Dipta diam-diam mencintai Kirana. __ Saat Kirana membuka matanya, hal peetama yang dia lihat adalah atap putih dengan lampu neon panjang terang benderang, membuat matanya silau. Kiri-kanan nya terdapat tirai penghalang berwarna abu. “Kiran! Kamu sudah bangun.” Arumi langsung mendekat ke arah sahabatnya dan mengelus-elus wajah Kirana yang penuh tanda biru. “Haus.” Suara Kirana terdengar serak. Arumi dengan cekatan mengambil air mineral yang ada dalam tasnya. Memasang sedotan lalu menyodorkannya ke mulut Kirana. Melalui sedotan Kirana minum sampai tenggorokannya tidak kering lagi. Arumi menyimpan kembali botol air ke dalam tasnya. Kirana meringis saat dia menggerakkan tubuhnya,semua anggota tubuhnya terasa ngilu. “Kenapa? Yang mana yang sakit?” Arumi menggenggam tangan Kirana. “Semuanya.” Kirana menjawab parau. Air mata nya mengalir tatkala mengingat kejadian mengerikan yang menimpanya tadi malam.Bab 21__“Cepat cari! Aku tidak mau tahu, pokoknya kalian harus menemukan kalung itu!”Sekar berteriak pada para pelayan wanita yang berjejer di hadapannya.“Baik, Nyonya.” Para pelayan itu menjawab serentak, mereka mulai menelusuri setiap sudut ruangan, bahkan sebagian berjongkok untuk memeriksa kolong tempat tidur.Pagi-pagi, Sekar sudah heboh karena tiba-tiba kalung berlian miliknya hilang. Dia memanggil seluruh pelayan di mansion ini untuk membantu mencarinya.Beberapa pelayan ada yang mencari ke kamar mandi. “Kenapa bisa hilang, apa Nyonya lupa menaruhnya, mungkin?” Lala bergumam, kedua bola matanya lincah mengamati setiap sudut. Siapa tahu kalung berlian itu jatuh di kamar mandi ini.“Entahlah.” Tina menimpali, “Selama ini Nyonya tidak pernah kehilangan benda berharga miliknya, ini baru pertama kalinya.”Lala mengangguk setuju.Mereka berdua celingukan sambil menelusuri setiap sudut kamar mandi.Sekar memperhatikan dengan matanya yang memicing pada Kirana yang sedang membuka-
Bab 20__“Dari mana kamu? Kenapa lama sekali?”Wira menatap Kirana penuh penasaran, tumben pelayannya ini lambat saat mengantarkan minuman untuknya.“Maaf, Tuan.” Kirana menyodorkan gelas jus ke mulut Wira, “Saya keasyikan ngobrol dengan teman-teman di dapur, jadi lupa waktu.”Tentu saja Kirana berbohong, dia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah kaca pada Tuannya ini. Walau sebenarnya Kirana ingin sekali mengadu tentang Sekar dan Ravi, tapi Wira tidak akan percaya begitu saja.“Tuan Wira, ayo kita lanjutkan sesi berikutnya.”Ravi datang dari arah luar, seperti biasa, langkahnya selalu penuh semangat. Di belakangnya ada Malvin mengikuti.Dia tersenyum nakal pada Kirana, yang tentu saja tidak ditanggapi olehnya. Wira pun mulai bersiap untuk melakukan terapi sesi berikutnya.Kirana undur diri, akan menunggu di luar ruangan.Ternyata Ravi juga keluar mengikuti Kirana, dia menarik tubuh Kirana ke sudut ruangan tersembunyi, menekannya ke tembok.“Aku hanya ingin kembali mengingatk
Bab 19__Jemari Sekar bergerak lembut menelusuri setiap inci body mobil berwarna merah, ini adalah mobil barunya. Pemberian dari sang suami.Wajahnya terus mengukir senyum cerah, kedua matanya berbinar. Dalam hati bergumam, mobil yang cantik dan mewah, harganya pasti sangat mahal.Ah, Sekar sama sekali tidak peduli mau berapapun harganya, toh, duit suaminya sangat banyak, hartanya tidak akan berkurang hanya karena membeli mobil cantik ini. “Bagaimana? Apa kamu suka?” Wira yang sedari tadi berada di belakang Sekar bertanya.Sekar menatap ke arah sang suami, senyumnya masih tersemat.“Mobil yang cantik, mana mungkin aku tidak menyukainya, aku sangat menyukainya.” Dia memeluk Wira, “Terimakasih, Sayang.” Kemudian mencium pipinya.“Aku senang kalau kamu menyukainya.” Wira menimpali dan ikut tersenyum.__“Nyonya Sekar benar-benar wanita yang sangat beruntung.” Susy bertopang dagu sambil mengaduk kopi moka buatannya sendiri, “Dia dicintai begitu dalam oleh Tuan Wira.” Kemudian menyerup
Bab 18__Sekar melangkah dengan anggun menghampiri Ravi, sang Dokter pun berdiri merentangkan tangan untuk menyambut sang kekasih. Sekar langsung menghambur ke pelukan Ravi.Mereka pun saling menempelkan bibir.“Iya, Sayang, aku sudah sampai dengan selamat satu jam lalu.” Sekar berucap pada suaminya melalui telepon.“Saat sampai ke hotel aku langsung ketiduran karena lelah, makanya aku baru nelpon.”Di sampingnya, Ravi menciumi bahu Sekar yang telanjang. “Iya, Sayang, aku akan hati-hati dan jaga kesehatan, Mas nggak perlu khawatir, ya sudah telponnya aku tutup dulu, ya, dah, muach.”Pembicaraan pun berakhir, Sekar meletakkan handphone-nya di meja nakas.Dia tersenyum senang pada Ravi yang mulai menindih tubuhnya. Sekar terkikik dan merangkul leher pria tampan itu.__“Bagaimana kalau kita pergi ke Pekan Raya Mandira,” ucap Wira secara tiba-tiba.Membuat Kirana yang sedang membacakan narasi novel untuknya sontak berhenti. Dia menatap sang Tuan.“Ke pekan Raya Mandira?”“Hu’um.” Wra
Bab 17__“Tuan, Dokter Ravi sudah datang.”Suara Edy menghentikan aksi tatap-menatap antara Kirana dan Wira.“Iya, Pak.” Wira mengangguk.Kirana dengan sigap mendorong kursi roda Wira menuju ruangan terapi.“Selamat pagi Tuan Wira.” Ravi menyapa dengan senyum cerahnya, lalu pandangannya beralih pada Kirana, dia memberi senyum nakal pada Kirana.Kirana hanya menanggapi dengan senyum singkat.Malvin, sang perawat membantu Wira untuk turun dari kursi rodanya, berpindah tempat ke meja tarik/ traction table.Dia membenahi posisi tidur Wira agar nyaman, Ravi juga ikut membantu.Kirana undur diri dia akan menunggu di luar. __ Setelah dua jam, Kirana kembali ke ruang terapi sambil membawa minuman segar untuk Wira. Dia kira terapinya sudah selesai dan sedang beristirahat, ternyata Wira sedang berjuang keras melangkahkan kakinya dengan bantuan palang paralel.Di kanan-kirinya ada Ravi dan Malvin yang menopang agar tubuh Wira tidak oleng. Pelipisnya sudah penuh keringat, karena tangan
Bab 16__Kirana mundur dua langkah, kebingungan. Baru dua hari berada di mansion ini dia harus melihat hal yang membuatnya syok dan tak percaya.Di tempat ini dia hanya ingin bekerja dengan tenang, tanpa terlibat masalah apapun. Kirana berpikir sebaiknya dia menyingkir, berpura-pura tidak melihat kejadian antara Nyonya Sekar dan Dokter Ravi.Dia tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga majikannya. Dia hanya seorang pelayan disini, maka harus bersikap layaknya srorang pelayan.Menutup mata dan telinga mengenai yang terjadi di mansion ini.Kirana berbalik, melangkah cepat kembali ke lift.__“Mari bersulang untuk kesuksesan pembangunan PJG.” Adiwangsa, rekan bisnis Wira, mengangkat gelas anggurnya tinggi, “Bahkan sekarang sudah mencapai tahap operasional.” Clarissa, salah satu investor, tertawa lembut, ikut mengangkat gelasnya.“Mari bersulang untuk kesuksesan PJG,” ucapnya.Wira mengangguk, lalu mengangkat gelas anggurnya dengan tangan kiri yang sedikit gemetar.Mereka kemudia







