Langkah gadis itu pelan tapi tatapan matanya nampak menyeramkan, aku melirik Mas Ilyas yang sepertinya sedang ketakutan, tanganku gegas meraih lengan Frans agar mendekat."Ngapain kalian di sini?!" tanya gadis itu sedikit membentak, kini jarak kami hanya dua meter."Woww anak yatim piatu baru datang," sahut Delia yang baru turun dari lantai atas, putriku itu nampaknya baru selesai ganti baju.Monic melihat Delia seperti menatap musuh bebuyutan, mungkin saat masih tinggal bersama mereka sering bertengkar."Di mana mama sama papaku?!" teriak Monic dengan tatapan bengis."Apa mama papa?" Wajah Delia sengaja dibuat mengejek setelah itu ia tergelak dengan puas."Kur*ng ajar!" Kedua jemari Monic saling mengepal kuat."Hei, kalian harus tahu dia ini anaknya si Ali sama Erina, enak ya mereka punya anak gadis tapi malah menjual gadis-gadis tak berdosa," seru Delia lagi Jelas saja keenam gadis malang itu menatap Monic dengan nyalang, mungkin rasa benci terhadap Ali dan Erina tumbuh lagi di hat
"Mau apa kamu, Lastri?" Napasku terengah-engah menatap benda tajam itu hampir menyentuh tenggorokanku.Aku mundur satu langkah sedangkan Lastri maju dua langkah, jika aku berlari wanita ini pasti akan berbuat nekat dan saat itu juga mungkin nyawaku bisa melayang."Aku mau mengg*rok lehermu, karena kamu sudah berani-beraninya memb*nuh adikku!" bentaknya dengan mata membeliak hampir keluar dari tempatnya, sungguh mengerikan."Oh ya, tapi adikmu itu pantas mati, hidup juga percuma karena hanya akan menyengsarakan banyak orang." Kupegang tangannya yang memegang belati itu, hingga benda tajam itu sedikit menjauh, karena tenagaku lebih kuat hampir saja aku bisa membuat benda tajam itu menembus dadanya.Saat ini kami sedang adu kekuatan, saling mendorong belati untuk melukai tubuh kami."Kurang ajar kamu, Mirna! Kamu sudah melenyapkan mesin uangku!" teriaknya hingga ruangan tamu ini mengeluarkan gema."Adikmu yang kurang aj*r, dia sudah menjual putriku! Membuat hidup putriku seperti sampah!
"Apa kita harus masuk ke dalam?" tanyaku sambil menoleh.Nining mengangguk, lalu aku mengintip jendela bangunan itu ternyata tempat ini telah kosong."Lihat ini, Bu? Pintu bangunan ini sepertinya telah dirusak," ucap Nining.Ya benar, sepertinya pintu ini telah dirusak oleh para penghuni gedung ini lalu mereka kabur entah ke mana, karena saat membuka pintu dan berteriak tak ada satu orang pun yang datang dari dalam, bangunan ini telah kosong "Mungkin karena anak buah Bram dan Ali telah habis di hutan sana, Ning, makanya gadis-gadis di sini bisa melarikan diri.""Mungkin begitu, Bu, syukurlah semoga hidup mereka baik-baik saja di luar sana, Bu, mari kita pulang."Aku mengangguk lalu kembali naik ke atas motor, pulang dengan hati yang nyaman karena orang-orang yang telah menyakiti putriku telah lenyap dan menerima karma sesuai perbuatanya.*Satu bulan kemudian, aku beserta gadis-gadis malang ini berhasil membuka sebuah restoran khas Sunda, mereka mengelola usaha ini dengan baik sesuai
Setelah dua puluh tahun aku kembali dari jeruji besi yang selama ini mengukung diri, tanah yang dahulu menyimpan kenangan pahit kini kupijak kembali.Dua puluh tahun silam aku dijadikan tersangka pembunuhan Anita--adik iparku sendiri--padahal jangankan melenyapkan nyawa manusia, membunuh ulat pun aku tak berani.Aku difitnah, dan sekarang akan kucari siapa pembunuh sebenarnya sekaligus orang yang sudah berani menyeret namaku dalam kasus ini Dari kejauhan kulihat mereka yang hidup berlinang harta dan bahagia, mereka tak pernah menjengukku ke penjara bahkan sekedar mempertemukanku dan Delia, padahal hati ini senantiasa merindukannya.Tak kusangka Mas Ilyas yang telah menceraikan aku sembilan belas tahun yang lalu kini menikah dengan adik tiriku Erina.Dadaku bergemuruh hebat melihat wanita itu berjalan bergandengan tangan lalu masuk ke dalam mobil Fortuner hitam.Gayanya sangat modis layaknya wanita sosialita, Mas Ilyas juga mengenakan pakaian rapi layaknya seorang bos perusahaan.Lalu
Hampir setengah jam aku berada di kamar mandi khusus pembantu, Nining belum juga membukakan pintu karena di luar Mas Ilyas dan Erina masih ada di sana."Kita harus cari Mirna, Sayang, aku ga mau dia merebut ini semua.""Ya, aku akan menyuruh orang untuk mencarinya ya, kamu tenang dan jangan khawatir." Itu suara Mas Ilyas.Sekarang aku faham jika Mas Ilyas memang berniat melenyapkan nyawaku. Namun, alasannya apa? Bukankah aku memang tak pernah berbuat salah padanya?Atau ia memiliki dendam padaku lantaran tuduhan palsu itu?Aku sungguh tak sabar ingin mengetahui apa yang ada dalam benaknya."Bu, ayo keluar." Bisik Nining sambil membukakan pintu.Aku menghirup oksigen, cukup lega karena kamar mandi ini minim fentilasi."Aku ingatkan sebaiknya Ibu hati-hati di luar karena Tuan Ilyas mencari Ibu ke mana-mana, oh ya apa Ibu punya hape?"Aku menggelengkan kepala tanpa suara karena isi kepalaku ini sibuk menduga-duga."Ini bawa aja, kebetulan saya punya hape dua, kartu simnya Ibu beli sendir
"Aww! Sakit!""Aduh perih!""Cepat ke dalam ambilkan air!"Entah apa yang terjadi di atas sana orang-orang itu menjerit, dan aku sangat kenal suara jeritan itu seperti suara Kak Lastri?Oh Tuhan, apa kakakku itu yang melakukan semua ini?Peti ini terdengar terbuka, lalu seseorang yang entah siapa membuka ikatan mataku."Ayo kita pergi." Ia membantuku berdiri lalu kami berlari bersama dalam keadaan tangan masih terikat ke belakang, entah ke mana aku terus mengikutinya."Ayo cepat naik."Orang yang telah menyelamatkanku itu menyuruh untuk naik ke sebuah mobil, karena dilanda ketakutan aku naik begitu saja tanpa banyak bertanya.Setelah mobil melaju cukup jauh barulah orang di sampingku yang mengenakan baju serba hitam ini membuka penutup kepalanya.Ternyata dia Nining, Oh Tuhan sebenarnya ini ada apa?"Nining.""Bu Mirna."Aku pun memeluknya dengan keadaan tubuh masih bergetar hebat. Tak kusangka Nining berubah menjadi ninja."Ning, aku ga ngerti sebenarnya ini ada apa?" Suaraku bergeta
Aku masih berdiri tepat di hadapan gerbang gedung besar bercat putih yang katanya panti asuhan itu.Namun, ada yang aneh, lelaki berkulit hitam yang menjual rokok tepat di sampingku itu terus memperhatikanku penuh curiga.Segera kupakai kembali kaca mata lalu melangkah pergi menjauh, sepanjang jalan mencari kendaraan aku terus berfikir jika tempat tadi bukan panti asuhan, bagaimana pun aku harus menyelidiki hal ini.Sebelum pulang ke kosan anaknya Nining aku menjual kalung beserta gelang emas putih yang selama ini kupakai.Bagaimana pun aku membutuhkan uang banyak untuk mencari Delia, dan mungkin harus mencari pekerjaan secepatnya agar tak merepotkan siapapun.Uang sepuluh juta sudah kukantongi hasil dari menjual kalung dan gelang, selanjutnya aku pulang ke kosan Tania dan memikirkan langkah selanjutnya.Malam ini Nining datang membawa banyak makanan, kami makan berdua karena putrinya belum pulang bekerja."Oh ya, Ning, tadi saya ngikutin Ilyas sama Erina, mereka datang ke suatu tempa
Di dalam sana perempuan itu masih menangis kadang sekali menjerit."Kalau kamu sudah masuk ke sini maka tidak bisa keluar lagi, selamanya kamu harus di sini, mengerti!" Pria itu terdengar membentak."Walaupun aku anak jalanan tapi aku punya harga diri, silakan bunuh aku dari pada seperti ini!""Oh begitu ya kamu nantang saya!""Ya saya tidak takut!"Setelah itu terdengar bunyi pecutan disusul suara jeritan yang memilukan, jiwa kemanusiaanku meronta ingin menolongnya, tapi bagaimana?Aku yakin mereka orang-orang kepercayaan Ilyas dan Erina, jika mereka melihatku maka aku langsung habis saat itu juga, belum nasib Nining sudah pasti tak lebih baik setelah ini."Gimana ini, Ning?" bisikku dengan suara sangat pelan."Kita pulang saja, Bu, setidaknya kita sudah tahu ini tempat apa."Aku mengangguk.Tetapi, tiba-tiba saja terlihat cahaya senter dan terdengar langkah kaki, mereka semakin mendekat."Ngumpet, Bu."Beruntung di sekitar sini ada tempat sampah yang berjejer, kami berdua terpaksa s