Share

Fakta Tentang Janet Dan Tom

Terlalu dini untuk percaya pada salah satu pihak. Tapi sudah jelas, di sini Jerry berdiri sebagai korban. Ada banyak hal yang masih ingin kutanyakan pada Tom, tapi pria menyebalkan ini malah membanting pintu dengan keras hingga membuat debu-debu di pintu berhamburan dan menempel pada jaket kulitku.

***

“Sial! Dasar pria perundung!” dengusku dengan kesal.

Well, aku cukup penasaran dengan pernyataan Tom tentang Janet. Dan penting bagiku untuk memastikan siapa yang berbohong di antara mereka. Jika terbukti bahwa Janet telah berbohong dan memanipulasi semua ini, maka sudah pasti aku tidak akan melanjutkan kasus yang merepotkan ini.

Beralih dari rumah reot milik Tom menuju rumah Janet. Tak jauh berbeda dengan lokasi rumah Tom yang cukup jauh dari kota. Tapi sudah pasti, rumah keluarga Thompson jauh lebih baik dari rumah Tom. Tapi aku terkejut karna kupikir rumah Janet sangat sederhana layaknya rumah seorang pekerja pabrik yang upahnya tidak seberapa.

Suasana peternakan kental terasa ketika memasuki pekarangan rumah Janet. Meski bukan peternakan besar, tapi keluarga Thompson punya cukup aset di sana. Itu terlihat dari sebuah traktor tua, mobil box kuno dan beberapa binatang ternak yang hasilnya cukup lumayan. Bahkan kulihat, Janet juga mempunyai kebun sayur di atas tanah yang luasnya lumayan.

Melihat semua itu aku pun berpikir, jika Jerry mempunyai aset yang kutafsir mampu untuk menunjang biaya hidup keluarganya. Untuk apa dia harus repot-repot bekerja dengan menjadi buruh di sebuah pabrik kayu? Bukankah itu tidak logis!

Janet keluar dari rumahnya dan segera menghampiriku yang masih duduk di dalam mobil. Aku tidak menyadari kedatangannya jika saja ia tidak mengetuk kaca mobilku. Dan ya, aku pun keluar dari mobil dan berusaha bersikap wajar pada Janet. Wajah Janet nampak begitu senang ketika ia tau bahwa aku datang. Bahkan tanpa basa-basi seperti biasanya, ia pun mulai bertanya tentang kasus hilangnya suaminya itu.

“Jadi, bagaimana Tuan Black? Apakah kau sudah mendapat kabar tentang suamiku?” tanya Janet.

“Um...apakah...kita bisa bicara di dalam rumah? Jika kau tidak keberatan tentunya,”

“Oh maafkan aku Tuan Black. Aku sampai tidak mepersilahkanmu untuk masuk ke dalam. Mari, silahkan masuk!”

Kami pun masuk ke rumah milik keluarga Thompson. Sederhana, tapi sangat terlihat nyaman dan juga terawat. Janet mempersilahkanku untuk masuk ke ruang tamu yang hanya memiliki dua kursi panjang dan satu meja kayu. Perabotan yang ada di sana pun tidak banyak, tapi sepertinya sebagian besar barang di sana adalah barang kuno dan antik

Menurutku, selera mereka cukup bagus. Bahkan aku sangat terkesan dengan sebuah alat pemutar piringan hitam dengan type model yang sangat langka. Jika dibandingkan dengan milikku, mesin pemutar piringan hitam milik Janet di bandrol dengan harga selangit di pasaran. Ya, karna benda ini selain antik tapi juga limited edition.

“Mau kuputarkan salah satu koleksi piringan hitam milik Jerry?” tanya Janet yang tiba-tiba muncul di belakangku seraya menyodorkan secangkir teh dan cokies yang aromanya sangat harum.

“Oh, maaf Nyonya Thompson aku tidak bermaksut lancang. Hanya saja aku juga mempunyai benda seperti ini, tapi...milikmu ini adalah benda langka dan premium,”

Janet tersenyum kemudian duduk di salah satu kursi kayu di ruang tamu seolah berusaha mengingat sebuah kenangan yang terhubung oleh mesin pemutar piringan hitam itu. Aku pun duduk di sampinganya dan ia pun mulai bercerita, “Mesin pemutar piringan hitam itu, Jerry membelinya ketika ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Saat itu, dia langsung memutar sebuah lagu klasik yang sangat romantis dan mengajakku untuk berdansa. Ya...saat itu kami masih sangat muda dan penuh hasrat.”

“Wow! Sangat menarik. Apakah kalian menikah di usia yang sangat muda?” tanyaku ingin tau tentang latar belakang keluarga Thompson.

“Benar. Kami memutuskan untuk menikah ketika usia kami bahkan belum genap 20 tahun. Tapi, saat itu adalah hal yang wajar untuk menikah di usia muda karna belum banyak orang yang lebih mengejar karir dari pada keluarga,”

“Sepertinya, kau dan Jerry adalah pasangan yang sangat romantis. Tapi...setelah sekian lama kalian menikah, apakah itu tidak terasa membosankan? Maksutku, pada era ini kami bahkan berganti teman kencan setiap hari!”

Entah kenapa Janet malah menatap padaku seraya tersenyu penuh arti. Ia kemudian memegang tanganku kemudian berkata, “Tidak jika kau sudah menemukan belahan jiwamu.”

Seketika aku pun tertawa karna mendengar ucapan Janet. Astaga! Roman picisan sudah lama punah dari dunia ini. Apalagi untukku, bayangkan saja! Aku bahkan tidak bisa menghitung berapa wanita yang sudah kukencani sampai detik ini.

“Yang benar saja! Teori itu mungkin berhasil pada zamanmu, Nyonya Thompson. Tapi itu tidak berlaku lagi untuk era ini!” argumenku pada Janet.

“Manusia diciptakan dengan sebuah hati di dalamnya. Karna itu, apapun yang terjadi hati pasti akan selalu mencari cinta sejati. Hanya saja...manusia sering mengingkari hati nuraninya sendiri dan lari untuk menjauhi cinta,”

“Jika kau merasa bahwa Tuan Thompson adalah cinta dan belahan jiwamu, kenapa Tuan Tom mengatakan bahwa kau dan suamimu sering terlibat pertengkaran?” tanyaku menyelidik.

Kali ini, Janet terdiam dengan tatapan yang nanar. Ia tidak membenarkan atupun menyangkal ucapan Tom yang menyudutkan dirinya. Cukup lama Janet bungkam hingga akhirnya ia menghela nafas kemudian berkata, “Ya, apa yang dikatakan oleh Tom memang tidak salah. Kami memang saling mencintai, tapi bukan berarti kehidupan tidak akan diwarnai pertengkaran. Bukankah semua itu adalah sesuatu yang wajar terjadi pada setiap pasangan?”

“Maafkan aku Nyonya Thompson, sebenarnya tadi aku menemui Tom tanpa sepengetahuanmu. Dan...sepertinya, hubungan kalian tidak berjalan dengan baik. Apa itu benar?” tanyaku lagi.

Entah kenapa lagi-lagi Janet kembali tersenyum getir. Janet kemudian beranjak dari duduknya dan berdiri di depan sebuah jendela seraya menatap ke arah kebun miliknya. “Dulu hubungan kami lebih dari sekedar baik. Seperti yang kukatakan suamiku dan Tom adalah sahabat sejak mereka kecil. Saat itu usiaku baru 10 tahun ketika orang tuaku membawaku pindah ke kota ini. Sebenarnya Tom lah yang pertama kali mengenalku, sampai akhirnya ia mengenalkanku pada Jerry...

Kami bertiga tumbuh bersama dan menjadi sangat dekat satu sama lain. Hingga ketika suatu hari, Tom mengatakan padaku bahwa ia mencintaiku. Saat itu kami baru berusia 17 tahun, dan Tom tidak tau  jika aku dan Jerry bahkan sudah menjalin hubungan sejak beberapa tahun sebelumnya. Ya...aku tidak bisa membalas cinta Tom karna aku sangat mencintai Jerry dan kami bahkan akan menikah.

Tom sangat kecewa dan sejak itu dia marah padaku dan juga Jerry. Meski begitu, bagi kami Tom tetaplah sahabat kami walau apapun yang terjadi. Hanya karna kecewa pada kami, Tom menjalani hidupnya dengan buruk. Ia jadi pemabuk dan hanya mengurung diri di rumah. Berkali-kali kami menwari Tom untuk mengelola peternakan kecil ini bersama, tapi ia selalu menolak dan memilih hidup luntang lantung tanpa tujuan...” ungkap Janet padaku.  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status