Tom sangat kecewa dan sejak itu dia marah padaku dan juga Jerry. Meski begitu, bagi kami Tom tetaplah sahabat kami walau apapun yang terjadi. Hanya karna kecewa pada kami, Tom menjalani hidupnya dengan buruk. Ia jadi pemabuk dan hanya mengurung diri di rumah. Berkali-kali kami menwari Tom untuk mengelola peternakan kecil ini bersama, tapi ia selalu menolak dan memilih hidup luntang lantung tanpa tujuan...” ungkap Janet padaku.
***
Sebenarnya, belum tentu semua yang telah diungkapkan oleh Janet bukanlah kebohongan. Tapi entah kenapa aku merasa bahwa Janet berkata jujur. Bukan karna aku mudah luluh, tapi sorot mata Janet menggambarkan kebenaran dari ucapannya.
Dan menurutku, Tom juga tidak mengatakan kebohongan meski ia mencoba menutupi sesuatu. Aku pun kembali ke rumah dengan penuh rentetan pertanyaan di kepalaku. Baru saja kulangkahkan kakiku menuju ruang tamu, nampak Calvin sedang duduk di sofa dan menatapku dengan wajahnya yang selalu menyebalkan.
Tanpa mengatakan apapun, Calvin kemudian menyodorkan sebuah kartu padaku. “Apa?! Kenapa kau berikan padaku?!” tanyaku dengan kesal.
“Karna ini memang untukmu! Tadi ada seorang bernama Albert Lobo mencarimu. Sepertinya dia Polisi, tapi dia tidak mengatakan apapun selain memintaku memberikan kartu ini padamu,”
“Albert? Kenapa dia mencariku ya? Kupikir saat ini dia sedang cuti?”
“Tanya saja padanya! Seharian ini kau sangat merepotkan! Lagipula kau bahkan tidak pernah memberiku upah!” gerutu Calvin seraya menekan-nekan tombol remot.
“Hei! Jadi kau mulai perhitungan ya! Jangan lupa, aku yang membiayai semua kebutuhan rumah ini termasuk biaya makanmu!”
“Ya...ya! Aku bercanda, dasar pemarah!”
Oh ya ampun! Jangan tanya, Calvin memang seperti mimpi buruk yang menyebalkan. Dan entah kenapa aku sanggup tinggal serumah dengannya selama ini. Mungkin...karna sebenarnya dia adalah orang yang baik dan satu-satunya keluargaku di London.
Beralih dari Calvin, aku pun menaiki anak tangga menuju kamarku di lantai dua. Aku menatap kartu nama yang ada di tanganku dan ternyata itu adalah kartu nama kepolisian Uni Emirate. Dan tentu saja hal itu semakin membuatku merasa heran.
Tanpa berpikir panjang aku pun merogoh saku celanaku dan mengambil ponselku. Segera kucari nomer telpon Albert yang ada dalam rentetan kontak di ponselku. Dan benar saja, Albert segera menerima panggilanku hanya dalam hitungan detik.
“Hei, Albert! Apa maksudmu? Kenapa memberiku kartu nama kepolisian Uni Emirate?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Apalagi? Sebuah kasus kriminal tentu saja,”
“Apa maksudmu?! Sejak kapan aku peduli dengan kasus kriminal Negara lain?!”
“Aku tidak bisa menjelaskan semuanya di telpon! Datanglah ke kantorku besok!” perintah Albert padaku.
Tanpa berkata apapun lagi, ia bahkan memutus sambungan telpon begitu saja. Dan ya, tak ada yang bisa kulakukan selain pergi ke kantor Albert besok pagi. Kurebahkan diriku di atas ranjang dan mencoba memejamkan mata sesaat.
Kepalaku terasa berdenyut dan tubuhku lumayan berat. Yah...tak bisa kupungkiri hari ini entah kenapa tiba-tiba hariku mendadak menjadi sangat sibuk. Padahal, seharusnya selama sebulan ini aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk beristirahat.
Aku pun mulai menggeliatkan tubuhku yang terasa sedikit pegal. Kucoba membuka mataku tapi mataku terasa sangat berat. Hawa dingin yang menyeruak membuatku enggan untuk bergerak. Aku bahkan tidak tau sudah berapa lama aku tertidur, karna sepertinya hiruk pikuk mulai terdengar di jalanan depan rumah.
Benar saja, ternyata sekarang sudah pukul 8 pagi. Dan itu sanggup membuatku terjingkat dan segera melompat ke kamar mandi. “Sial! Aku kesiangan pergi ke kantor Albert!” umpatku sepanjang di kamar mandi.
Sebenarnya aku tidak peduli, lagipula Albert bukanlah bos ku. Tapi aku sangat malas mendengar ocehannya tentang kedisiplinan setiap kali aku terlambat untuk menemuinya. Maklum saja, sebagai seorang Polisi senior Albert terbiasa dengan gaya hidup militer yang serba disiplin luar biasa.
Dengan terburu-buru aku menuruni tangga. Dan kulihat Calvin tengah sibuk di dapur entah sedang memasak apa. Yang pasti aromanya tercium cukup lezat dan membuat perutku yang lapar menjadi meronta-ronta. Sayangnya aku sedang tidak punya banyak waktu sekarang.
Jadi kusambar saja sepotong roti dengan selai kacang yang ada di meja kemudian segera keluar rumah. Jika kau bertanya kenapa aku tidak memakai mantel padahal saat ini sedang turun salju, itu karna sejak kecil aku paling benci memakai mantel yang menurutku sangat tidak keren.
Tapi entahlah. Yang pasti tubuhku seolah mempunyai mantelnya tersendiri sehingga walau hanya memakai jaket kulit hitam kesayanganku, aku tidak terlalu merasa dingin yang berlebihan. Untung saja hari ini jalanan London tidak terlalu padat. Tapi tetap saja aku tidak bisa melajukan mobilku terlalu kencang karna jalanan yang licin.
Alhasil, aku sampai di kantor Albert dalam waktu 30 menit. Dan yah, sudah pasti dia mulai menatap tajam padaku. Tapi entah kenapa hari ini sepertinya dia menahan diri untuk tidak mengomeliku. Bahkan aku tidak menyangka jika hari ini ia dengan tenag memintaku duduk meski sangat nyata aku sudah membuatnya kesal.
“Ada apa? Kenapa tiba-tiba menghubungiku? Kupikir kau sedang cuti ‘kan?” tanyaku dengan santainya.
Tanpa berkata apapun, Albert kemudian menyodorkan sebuah surat kabar padaku. Tentun saja aku mengernyitkan dahiku karna semakin tidak mengerti. Dan sikap Albert itu semakin menimbulkan teka-teki di kepalaku.
“Apa ini? Kenapa kau memberiku surat kabar? Katakan saja apa yang terjadi dan jangan berbelit-belit seperti ini!” kataku dengan kesal.
Kupikir Albert akan membalas ucapanku dengan makian. Tapi ternyata bahkan raut wajahnya saja tidak berubah dan semakin serius saja.
“Itu adalah surat kabar yang beredar di Dubai kemarin. Awalnya aku juga tidak peduli sepertimu, hingga ketika kemarin kedutaan Inggris yang ada di Bubai menghubingi Intelegensi London!” kata Albert seraya membuka sebuah halaman dari surat kabar itu.
Karna penasaran, akhirnya kubaca judul dari artikel yang ditunjuk oleh Albert. Sebuah tulisan dalam bahasa Arab yang artinya, “Seorang putri dari miliyuner Dubai dikabarkan menghilang setelah terlihat bersama kekasihnya.”
Setelah kubaca, ternyata artikel itu mengatakan bahwa kekasih dari sang putri miliyuner itu menghilang bersamaan dengan hilangnya gadis itu. Dan diduga, orang itu telah membawa banyak aset berharga dari sang miliyuner.
“Seperti pertanyaanku semula, kenapa kita harus ikut campur dalam masalah ini?” tanyaku pada Albert.
“sangat berhubungan, Drag! Karna menurut Duta besar Inggris, pria yang dituduh membawa gadis kaya dan hartanya itu terdeteksi berada di London. Parahnya lagi, diduga dia telah mencuci uang hasil rampokannya itu selama beberapa tahun terakhir. Dan kita ama sekali tidak mengetahuinya!”
“Ya...tapi seharusnya itu ditangani oleh Negara ‘kan? Kenapa kau mengatakan ini padaku?”
“Karna kudengar, kau sedang menangani sebuah kasus yang menurutku berhubungan dengan pria kesayangan kita ini,” ungkap Albert.
Aku tidak tahan melihat itu. Maka kubuat satu tanda merah di lehernya, tapi nyatanya memberi satu tanda pada Gwen tidaklah cukup. Akhirnya kini hampir seluruh leher dan dada Gwen dipenuhi dengan tanda kepemilikkan dariku.***Hingga akhirnya, aksi panas di atas ranjang pun terjadi pada malam pertama pernikahanku dan Gwen. Kupikir hanya aku saja yang terlalu bersemangat untuk ini, tapi nyatanya Gwen pun sangat luar biasa di atas ranjang.Tak kusangka rupanya Istriku sangat luar biasa dan panas. Astaga! Bahkan di luar ekspektasi kami pun terus bercinta sampai berkali-kali dalam semalam. Aku bahkan sudah lupa berapa ronde kami lakukan. Tak ayal hal itu akhirnya membuat kami kelelahan.Hingga akhirnya ramainya kicauan burung mulai membangunkanku. Entah sudah berapa lama aku tidur, yang pasti sampai aku bangun pun Gwen masih terlelap di sampingku. Tidak biasanya ia bangun lebih siang dariku. Biasanya Gwen selalu bangun pagi karna ia suka menyiapkan sarapan.
“Untuk apa harus menunggu selama itu? Apa kau tau, Sayang? Diberi kesempatan sekali lagi untuk hidup dan bersama, adalah hal yang tidak boleh disia-siakan. Jadi, ayo kita menikah!”***“Ta-tapi...ada apa denganmu? Kenapa mendadak kau ingin kita menikah dengan cepat?” kata Gwen bingung.“Sudah kubilang untuk memenuhi janjiku padamu. Lagipula apa yang kau tunggu? Bagaimana kalau sebelum kita sempat menikah ternyata aku atau kau lebih dulu meninggal?! Kau mau seperti itu?!”Aku tau aku sedikit memaksa. Tapi tidak ada cara lain karna bahkan Gwen juga lupa kalau dulu dialah membuatku berjanji untuk segera menikahinya. Tapi dari apa yang kukatakan pada Gwen, sepertinya ia pun mulai berpikir. Hingga akhirnya ia berkata, “Baiklah. Aku setuju untuk menikah. Tapi kau janji tidak akan ada yang berubah bukan?”“Tentu saja ada yang berubah. Kita tidak akan lagi hanya berdua, karna akan ada anak-anak kita buk
Aku pun berpaling ke belakang dan lagi-lagi aku kembali dikejutkan dengan apa yang kulihat. Aku bahkan tidak percaya dengan semua ini. Aku bahkan berpikir mungkin benturan itu membuat kepalaku cidera dan aku mulai gila!***Bagaimana semua ini adalah nyata? Bagaimana bisa aku melihat diriku sendiri? Berdiri di hadapanku dan menatapku dengan sorot mata yang tajam. Tidak! Semua ini pasti hanyalah sebuah mimpi. Tapi...kenapa meski sudah berkali-kali kugosok mataku dan menampar pipiku sendiri, sosok yang mirip sepertiku itu tetap saja ada?Malahan, kini ia mulai melangkahkan kakinya dan berjalan mendekatiku. Bersama dengan itu, aku pun melangkahkan kakiku mundur semakin menjauh darinya. Bukannya aku takut padanya. Tapi aku takut pada diriku sendiri.Hingga akhirnya kulihat liontin Naga yang tergantung di leher pria yang wajahnya sama denganku itu. Aku pun mulai berpikir, apakah mungkin dia adalah Panglima Dragori? Tapi...kenapa wajahnya mirip sepertiku?
“Benarkah? Kalau begitu mari kita duel satu lawan satu! Dan kita lihat siapa pecundang di antara kita!”***Seperti yang kuduga, akhirnya Edi pun semakin kesal. Ia pun akhirnya meletakkan senapan yang ia bawa dan ia berkata, “Baiklah, kuterima tantanganmu! Tapi tidak akan seru kalau tidak ada hadiahnya!”“Begitu? Apa yang kau inginkan? Setumpuk mayat untuk membuat parfum?”Edi pun mnyeringai dan dengan wajah dingin ia berkata, “Aku bisa mendapatkan mayat dengan sangat mudah. Yang kuinginkan adalah Nona Gwen Gringer. Kalau aku menang dalam duel ini, maka Gwen akan menjadi milikku dan aku bebas melakukan apapun padanya!”Dasar brengsek! Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini ia mengambil kesempatan. Tapi kalau aku sampai menolak, maka artinya aku mengakui kalah sebelum bertarung. Dan sudah pasti aku tidak akan sudi harga diriku direndahkan manusia seperti dia.Tidak ada pilihan. Akhinya kusetujui
Sementara itu, diam-diam aku pun membuka lantai kayu yang ternyata adalah sebuah pintu menuju tempat lain di dalam rumah itu.***Kubuka dengan perlahan lantai kayu itu dan kucoba mengamati sekitar ruangan bawah tanah yang tersembunyi di bawah sana. Rupanya tidak ada siapapun di sana. Aku pun mulai menuruni tangga kayu yang merupakan akses untuk menuju ruangan bawah tanah itu.Seperti sebelumnya, tidak ada siapapun di ruangan bawah tanah. Meski begitu, tetap saja aku harus bersiaga dengan menodongkan pistol ke depan.Kulangkahkan kakiku menyusuri setiap sudut ruangan. Dan aku baru sadar, ternyata ruangan bawah tanah itu dilapisi oleh lapisan kedap suara. Pantas saja tidak terdengar apapun dari luar meski Edi mungkin telah banyak melakukan tindakan melanggar hukum di rumah ini.Masih tidak kutemukan keberadaan Edi dan juga Gwen. Dan itu membuatku semakin frustasi. Aku sangat takut kalau Edi membawa Gwen pergi dan ia melakukan hal yang buruk pada Gwe
Melihat Gwen yang mulai berteriak itu, tak membuat Edi menjadi panik. Ia bahkan kembali terbahak dan semakinmenjadi-jadi layaknya orang gila. Lalu ia mendekatkan wajahnya pada Gwen dan berkata, “Percuma saja kau berteriak. Ruangan ini kedap saura, jadi si bodoh itu tidak akan bisa menemukan kita....”****Draco Pov*Kulajukkan mobilku dengan kecepatan sangat tinggi sembari berusaha menghubungi ponsel Gwen. Tapi bahkan sudah lebih dari lima puluh kali kucoba, tetap saja Gwen tidak menjawab panggilan telpon dariku.Tentu saja hal itu semakin membuatku panik dan khawatir. Hingga akhirnya ponselku tiba-tiba berdering dan kupikir itu adalah Gwen. Tapi sayangnya aku salah. Ternyata itu adalah panggilan dari Edi Tomb yang bahkan sedang kami buru.Segera saja kusambar ponsel yang tadinya kuletakkan di kursi mobil dan kuangkat panggilan telpon itu. “Hallo, Tuan Black! Kau senang mendengar suaraku? Atau mungkin kau ingin mendengar suara yan