Share

Bab 10

Di Hotel Grand Ocean Sky Malda, keesokan harinya, suasana meriah terasa di aula perjamuan mewah di puncak gedung. Suara ucapan selamat dan sambutan terdengar di mana-mana.

Seorang tamu berkata, "Keluarga Saman mengirimkan Patung Buddha Giok Putih sebagai ucapan selamat untuk Pak Irwan!"

Kepala pelayan keluarga Randala, yang berdiri di pintu utama aula, menyambut para tamu dengan senyum lebar, "Semoga Pak Irwan sejahtera dan panjang umur!"

Tamu lain menambahkan, "Kepala keluarga Suherman mengirimkan lukisan besar modern 'Pohon Pinus’ sebagai ucapan selamat kepada Pak Irwan!"

"Kepala keluarga Damara mengirimkan sebuah Giok Emas sebagai harapan semoga Pak Irwan selalu beruntung," ujar tamu lain.

Duduk di kursi utama, Irwan tersenyum lebar. "Ehem!" Dia batuk kecil untuk menarik perhatian. "Terima kasih kepada semua teman yang meluangkan waktu untuk hadir di perayaan ulang tahun ke-70 saya!" kata Irwan dengan senyum. "Saya dari keluarga Randala, hanya keluarga kelas dua di Malda, merasa sangat terhormat atas kehadiran kalian semua!"

Suasana menjadi lebih hangat dengan tepuk tangan dan sorakan dari tamu-tamu.

Seorang tamu berkomentar, "Walaupun keluarga Randala Malda hanya keluarga kelas dua, tapi siapa yang tidak tahu bahwa Pak Irwan sangat dihormati, didukung oleh keluarga Randala di Ibukota Nagota, yang merupakan keluarga super kaya di Nagota!"

"Benar! Dengan cucu perempuan sehebat Non Yura, keluarga Randala akan segera menjadi keluarga kelas satu!" tambah tamu lain.

"Katanya Non Yura sudah cerai dengan Raka yang tidak berguna itu, ya? Den Randy sangat tertarik dengan Non Yura, mungkin kabar baik akan segera datang?" ujar tamu lain dengan antusias.

"Kerjasama kuat antara keluarga Batara dan keluarga Randala, kita semua senang mendengarnya, selamat, selamat …," kata tamu lain.

Irwan tersenyum semakin lebar, tapi ada sedikit kerutan di alisnya ketika menyebut "keluarga Randala".

Hanya Yura yang menyadari ini.

Dia dan Randy, yang duduk di samping Irwan, saling pandang.

Yura menutup mulutnya dengan tangan, tertawa kecil.

"Pak Irwan, ulang tahun ke-70 Anda sangat penting, tapi sepertinya ada orang yang tidak menghargai!" ujarnya.

"Raka, Lucy, apa mereka tidak tahu hari apa ini? Mereka berani tidak menghormati Anda, itu sangat tidak sopan! Apa hukuman yang pantas untuk mereka?!"

Ketika Yura selesai berbicara, aula perjamuan menjadi sunyi. Para tamu ingat akan persaingan internal keluarga yang terjadi lima tahun lalu.

Pada masa lalu, keluarga Randala kekurangan penerus laki-laki.

Oleh karena itu, Irwan menetapkan aturan khusus: Lucy dan Yura harus mencari suami.

Siapa pun di antara mereka yang dapat melahirkan anak laki-laki pertama akan menjadi pemimpin masa depan keluarga Randala, mewarisi segalanya.

Namun, sebuah tragedi terjadi. Lucy kehilangan suaranya dalam sebuah kecelakaan.

Ayahnya, Rommy, menghabiskan kekayaan keluarga untuk pengobatannya, melanggar aturan keluarga Randala yang paling sakral.

Yura kemudian merancang agar Lucy menikah dengan Raka.

Dalam satu malam, Lucy melahirkan seorang anak perempuan, Elena.

Tanpa ampun, Irwan mengusir keluarga Lucy dari keluarga Randala, atas bujukan Yura. Irwan menyatakan pemutusan hubungan selamanya.

"Pak Irwan, jangan marah," Randy mencoba menenangkan Irwan dengan suara dingin, "Raka itu lemah, mudah saja diatasi."

"Kalau Pak Irwan setuju, saya akan ambil tindakan. Kami bisa memberi mereka pelajaran yang tak akan mereka lupakan."

Irwan bersuara tegas, "Raka! Sebagai menantu keluarga Randala, kamu cuma bisa cari masalah!" Ia lanjut dengan nada dingin, "Saya umumkan, keluarga Randala dan Batara akan bersatu melawan Raka. Jika bertemu Raka, jangan ragu ...."

"Jangan ragu untuk apa?" seru suara tegas yang memotong pembicaraan Irwan.

Semua mata di aula tertuju pada sosok yang baru masuk.

Raka, dengan Elena di pelukannya dan Lucy di sampingnya, berjalan dengan percaya diri ke meja utama.

Matanya bersinar dingin saat menatap Irwan, lalu ke Yura dan Randy.

"Kamu berani datang?" Randy dan Yura menyindir Raka dengan nada sinis, "Jadi, kamu mau menentang Pak Irwan?"

"Kalian sudah tidak sabar ingin mati?" ucap mereka dengan nada penuh kebencian.

Di sana banyak tamu tengah saling berpandangan, termasuk Wenny Rusman, istri Reza, yang duduk tidak jauh dari situ, memandangi Raka dan Lucy dengan penuh keheranan.

Suasana tegang ketika Raka, yang selama ini dianggap tidak berguna, tiba-tiba melawan Pak Irwan.

"Kamu mau mati, ya?!" seru Irwan, menatap Raka dengan pandangan tajam dan suara keras. "Kamu tadi bertanya, ‘kan? Oke, saya akan memberitahu sekarang. Keluarga Batara dan Randala, siapa pun yang bertemu denganmu, bebas menghabisimu tanpa perlu memikirkan konsekuensi, hidup atau mati! Jika kamu terbunuh, itu semua ulahmu sendiri!"

Tepat sebelum Raka menjawab, wajah Lucy langsung memucat, seakan-akan kepalanya akan meledak.

Pak Irwan sangat marah, dan hubungan mereka tampaknya sudah tidak bisa diperbaiki.

Di Malda, keluarga Randala mungkin hanya kelas dua, tapi keluarga Batara adalah kelas satu. Dengan kekuatan kedua keluarga itu, menghadapi Raka tentu bukan masalah besar.

Situasi ini tidak hanya berdampak pada Raka, tetapi juga pada orangtuanya dan Elena. Tanpa perlindungan, mereka semua dalam bahaya besar karena kesalahan Raka.

Dalam kepanikan, Lucy melepaskan cengkeraman tangannya dari Raka dan dengan wajah penuh harapan memohon pada Irwan. Suara seraknya terdengar saat ia dengan panik memberikan isyarat tangan.

"Kakek, tolong maafkan kami sekeluarga, termasuk Raka. Saya akan meminta maaf kepada Kakek mewakili dia," ucap Lucy, air mata mengalir deras sambil ia bersiap untuk berlutut.

Namun, Raka segera menahan Lucy, "Jangan berlutut, Lucy!"

Raka kemudian menatap Irwan dan seluruh hadirin, berkata dengan suara dingin, "Saya ingin tahu, menurut kalian semua di sini, siapa yang benar? Saya atau Pak Irwan? Jika kalian pikir saya yang salah, beritahu saya. Saya siap mendengarkan. Jika kalian pikir Pak Irwan yang salah, sebaiknya pergi dari sini untuk menghindari tumpahan darah dan kekacauan."

Sejenak, semua orang terdiam, sebelum akhirnya tawa riuh pecah.

"Seorang menantu tak berguna sepertimu kok berani sekali bicara secongkak itu? Kamu pikir siapa kamu?" teriak salah satu tamu.

"Menyenangkan sekali melihat ini. Benar-benar membuka mata! Orang ini gila! Mengira bisa melawan keluarga Batara? Sungguh lucu."

Lucy semakin panik, terus menarik lengan Raka dan membuat isyarat tangan dengan putus asa.

"Raka, kamu gila? Lepaskan aku, aku harus meminta maaf sama Pak Irwan. Kalau tidak, kita bisa mati!"

Raka menghela napas panjang, matanya penuh ketegasan.

"Hari ini ulang tahun ke-70 Pak Irwan. Saya datang dengan istri dan anak saya untuk memberikan ucapan selamat. Jika memang ingin bertarung atau membunuh, lakukan nanti. Tapi sebelumnya, saya ingin memberikan hadiah ulang tahun dulu sebagai ucapan selamat. Saya harap Pak Irwan sukses dan kaya raya! Bawa masuk!"

Tepat setelah Raka menyelesaikan kata-katanya, suara gemuruh yang mengejutkan terdengar dari pintu aula. Sebuah peti mati jati yang mengilap tiba-tiba muncul!
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jeff Jeff
semua cerita yg dibaca,isteri selalu tidak mempercayai apa yg suami katakan.sangat membosankan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status