Hai, Kenalan dulu... namaku Sandra Bayu Hutama. Anak arsitek yang baru lulus yang mulai kerja 3 bulan dalam biro arsitek Ruanna milik Anna Gunadi. Kalian pasri kenal dia kan? Anna Gunadi? Seorang arsitek jenius yang terkenal dengan julukan Madam Devil. Sebenarnya hidupku ok-ok saja sih, tapi.. melihat nominal gaji dan tekanan pekerjaan yang berat, kini aku mulai mempertanyakan tentang nasibku. Apalagi... bossku itu. Seumur hidupku, aku belum pernah berjumpa dengan orang seperti Madam Devil. Karyanya memang luar biasa, tapi.... sttt... sifatnya itu loh! Beliau perfeksionis dan suka seenaknya sendiri. Jangan tanya jika beliau memikirkan nasib orang lain! Itu pasti tidak pernah ada dalam kamusnya. Ingat!! Semuanya harus perfect! Salah sedikit saja, auto pecat = pengangguran ! Masalahnya..., penderitaanku tidak berhenti sampai situ saja. Aku terjebak menjadi asisten pribadi seorang pria bernama Steven Joshua. Sang tangan kanan Madam Devil dengan kelakuan yang ga berbeda jauh dari atasannya. Ya... kuakui dia memang pria tampan. Proporsi wajahnya sempurna, tapi sayang... brrrrr.... dingin, jahil dan menyebalkan. Steven hampir membuatku berteriak karena frustasi setiap hari. Karena dia, aku harus melalui kejadian-kejadian gila dalam hidupku. Menjadi umpan, hampir dipukuli preman, serta harus memenangkan sebuah tender proyek arsitektur. Belum lagi... ketika aku mulai penasaran dengan masa lalunya yang misterius.
Lihat lebih banyakMenjadi anak salah satu konglomerat Indonesia, bukanlah keinginan Selena Audrey Soeryaatmadja. Kehidupan jetset dengan segala kemewahan serta barang-barang branded dengan harga selangit bukan sesuatu yang disukainya.
"Untuk apa memiliki sesuatu yang begitu mahal hingga menjadi penjara untuk diri sendiri. Lihatlah ibu-ibu pejabat yang lebih memilih basah kehujanan demi menjaga agar tas mahal mereka tidak kena air," itulah kata-kata candaan yang selalu ada dalam pikirannya. Hampir semua orang mengagumi apa yang dimiliknya, tetapi tidak dengan Selena. Baginya, harta itu hanya pelengkap, yang terpenting adalah menjaga dan membahagiakan ayahnya.
Semenjak mama pergi meninggalkan mereka, Selena hanya tinggal berdua dengan Papa. Ayahnya, Poetra Soeryaatmadja adalah satu-satunya pewaris Grup Soerya, yang bergerak di bidang obat-obatan. Pabrik obat dengan ribuan karyawan, membawanya menjadi salah satu dari 20 orang terkaya di Indonesia. Hampir seluruh rumah sakit di Indonesia menggunakan produk obat-obatan dari pabrik mereka, Soerya Farma Medicine.
"Jadi? Kapan kamu bisa bantu-bantu Papa di pabrik?"
"Pap, Selena baru pulang dari US, baru juga lulus. Apa sebaiknya Selena mencari pengalaman di perusahaan lain dulu? Mencoba merangakak dari bawah," jawab Selena sambil menikmati sarapan paginya.
"Kalau mau cari pengalaman, merangkak dari bawah, kamu juga bisa kerja di kantor Papa. Banyak anak magang juga. Terserah kamu mau di bagian apa, papa akan kabulkan."
"Pah, ga mungkin Selena bisa magang di kantor papa. Hampir semua karyawan papa, kenal sama aku . Mereka selalu memperlakukan Selena seperti putri raja. Mana ada anak magang yang diperlakukan seperti putri raja selain Selena?" jawab Selena.
"Ha,ha,ha...tentu saja, kamu kan putri Papa satu-satunya, jadi wajar saja kalau mereka berlaku seperti itu."
"Risih,Pa. Pagawai papa selalu berlomba untuk menawarkan jasa ini itu. Bahkan di pabrik saja, Selena ga bisa bikin kopi sendiri, barang-barang juga selalu dibawain. Mereka selalu menawarkan bantuan yang kadang Selena tidak perlukan."
"Ya sudah, kalau begitu. Lalu apa rencanamu?" tanya Papa sambil menurunkan koran yang dibacanya dan meletakkannya di atas meja.
"Selena akan melamar pekerjaan di perusahaan lain dulu," jawab Selena penuh percaya diri.
"O...ooo...tidak semudah itu anakku sayang, Papa tahu kamu anak yang mandiri, tapi tetap saja kamu ini pewaris satu-satunya dari Grup Soerya. Papa tidak pernah cari musuh, tetapi memang harus disadari, kalau tidak semua orang menyukai kita, jadi..."
"Jadi...?"
"Jadi, Papa tetap harus memastikan kalau kamu akan selalu aman. Kamu tidak pernah mau ditemani bodyguard atau asisten pribadi, jadi tinggal 1 pilihan yang tersedia. Mau tidak mau, Papa harus menitipkan kamu pada perusahaan kawan Papa."
"Selena ga mau, itu nepotis...,"
"A...a...aaaa..." jawab Papa sambil menggoyangkan kepalanya. "Bukan sayang, kamu boleh melamar pekerjaan, masalah diterima atau tidak, papa janji, papa tidak akan ikut campur. Hanya..., tempatnya saja yang Papa tentukan. Tempat yang Papa bisa yakin dengan keamanan kamu," jawab Papa.
Selena berpikir sebentar. Suka, tidak suka, omongan Papa ada benarnya. Menjadi putri konglomerat memang bukan hal yang mudah.
"Baiklah, jadi di perusahaan apa saja Selena boleh melamar?" tanya Selena pasrah.
"Kamu mau cari pengalaman di bidang apa? Biar Papa yang pilihkan perusahaanya. O ya, dan ingat maksimal hanya 2 tahun. Karena tahun berikutnya, kamu harus bantuin papa di pabrik," kata Papa sambil tersenyum.
"2 tahun? Hanya 2 tahun?" jawab Selena protes.
"Ya sudah, 3 tahun mentok, dan kamu kerja sama Papa. Ok?"
"Tiga tahun?" sesungguhnya Selena masih ingin mengajukan penawaran lebih lanjut. Waktu tiga tahun akan berasa sangat singkat, tapi sepertinya itulah tawaran terbaik yang dimilikinya.
"Baiklah, deal," Selena setuju.
"Bagus. Jadi, kamu mau cari pengalaman di bidang apa?" tanya Papa sambil memandangi anak perempuan satu-satunya.
Bibir perempuan itu menyeringai. Senyum super manisnya tersirat di pipi yang tampak kemerahan. Hanya dengan melihat senyuman anak kesayangannya itu, Papa tahu, kalau Selena akan meminta sesuatu yang sedikit sulit untuk dikabulkan.
Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?
"Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya
Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa
" dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a
Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok⦠plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen