Selagi anak-anakku menangis aku tidak menyadari kedatangan Nabil yang sampai di rumah masih dalam balutan jubah yang ia kenakan dalam acara ngunduh mantu tadi.Tadinya ia mengenakan sorban dan peci melati tapi entah ke mana benda itu dari kepalanya sekarang."Kau?" Tanyaku kepada lelaki yang berdiri mematung dan mencengkeram tangannya itu."Anak-anak masuklah ke dalam," ucap Mas Nabil dengan rahang yang menegang dan terlihat tegas sekali."Nggak mau ayah... Pasti ayah dan bunda akan bertengkar lagi," ucap Arumi dengan suara gemetar dan ketakutan."Masuk ke dalam!" Kali ini intonasi suara suamiku sangat tinggi, dia berteriak dan membuat anak-anak terperanjat hingga mereka langsung berlari ke dalam kamar mereka dan menangis."Mas, Apa yang kau lakukan pada anakku!""Beraninya kau masih bertanya!"Lelaki itu langsung menghambur ke hadapanku dan memaksa diri ini yang duduk di lantai untuk berdiri dengan kasar, ia mencengkeram kedua lenganku lalu melayangkan sebuah tamparan yang begitu m
Hebat sekali suamiku sekarang ya...Jika kami sedang bertengkar maka semudah itu ia akan meninggalkan rumah. Tidak seperti sikapnya dulu, jika kami ada masalah, maka kami akan menyelesaikannya sampai bisa berdamai dan menemukan solusi. Tapi sekarang semuanya berubah, sejak ia memiliki Sofia, dia tidak pernah mau menyelesaikan masalah. Satu-satunya jalan keluar adalah membentak lalu kabur keluar.Lantas ke mana ia sekarang, tentu saja ia akan pergi ke rumah gundiknya, tidak mungkin dia akan pergi mengadu ke pangkuan ibu dan neneknya. Satu-satunya tempat lelaki mengadu adalah wanita lain di dalam hatinya dan sekarang Ia memiliki Sofia.Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menerima wanita itu menjadi istri suamiku atau menganggapnya madu, tak sudi diri ini menganggap dan menerima pernikahan itu sah. Selamanya, bagiku dia hanyalah pelacur murahan dan gundik yang sudah merendahkan dirinya sendiri untuk merampas milik orang lain.Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menerima Sofia meski
Entah apa yang ada di dalam pikiran Sofia hingga tiba-tiba ia kembali merangkul suamiku dan berusaha membuat Mas Nabil tidak menatap ke belakang untuk menyadari kehadiran diri ini."Mas, tenangkan hatimu Sayang.""Iya Sofia, terima kasih. Sekarang biarkan aku pergi mandi dan bersiap untuk berangkat kerja."Sofia meregangkan sedikit pelukannya tapi dia masih membingkai wajah suamiku dengan senyum dan lirikan mata yang seolah mengejek diriku. "Sayang... Terima kasih sudah menikahiku tadinya aku tidak mampu membuka hati tapi sekarang aku benar-benar jatuh cinta dan ingin bersamamu.""Astagfirullah..." Aku hanya bisa menggumam di dalam hati karena bisa-bisanya Wanita itu dengan cepatnya mengungkapkan cinta. Biasanya seorang wanita yang ditinggal mati oleh cinta sejatinya tidak akan semudah itu untuk membuka hati ke lelaki lain, tapi entah kenapa, Sofia benar-benar ajaib."Sayang, Apakah kau menerimaku menjadi istrimu dengan sepenuh hatimu!""Iya, tapi aku harus menenangkan iklima seperti
"Jadi, putra mau memanggil suamiku dengan sebutan papi?""Iya, selain karena Mas Nabil ayah sambungnya, dia juga ahli waris yang berhak atas asuhan dan perwalian, makanya seperti itu kami sepakat memanggilnya, apa kau terganggu dengan itu?""Tidak, sama sekali tidak," jawabku dingin."Aku sangat tidak berharap bahwa kau menyebarkan permusuhan antar saudara dan membuat Arumi dan kakaknya bermusuhan dengan Jason.""Tenang saja, aku tidak rendahan sepertimu," jawabku sambil menuju pintu keluar.Saat aku meninggalkan mereka, aku masih mendengar suamiku membujuk anak sambungnya, ia berjanji akan mengajak putranya itu untuk jalan jalan nanti sore. Tidak, aku tidak akan membiarkan dia meski kami harus berperang.Aku telah masuk ke dalam mobil Mas Nabil dan sekitar dua menit ia kemudian menyusulku.Saat masuk ke mobilnya suamiku hanya diam dan tak berani menatap diri ini."Kupikir kau masih punya perasaan serta menimbang perdebatan semalam, aku sampai rela dibunuh olehmu, tapi lagi sekali a
"Jadi, putra mau memanggil suamiku dengan sebutan papi?""Iya, selain karena Mas Nabil ayah sambungnya, dia juga ahli waris yang berhak atas asuhan dan perwalian, makanya seperti itu kami sepakat memanggilnya, apa kau terganggu dengan itu?""Tidak, sama sekali tidak," jawabku dingin."Aku sangat tidak berharap bahwa kau menyebarkan permusuhan antar saudara dan membuat Arumi dan kakaknya bermusuhan dengan Jason.""Tenang saja, aku tidak rendahan sepertimu," jawabku sambil menuju pintu keluar.Saat aku meninggalkan mereka, aku masih mendengar suamiku membujuk anak sambungnya, ia berjanji akan mengajak putranya itu untuk jalan jalan nanti sore. Tidak, aku tidak akan membiarkan dia meski kami harus berperang.Aku telah masuk ke dalam mobil Mas Nabil dan sekitar dua menit ia kemudian menyusulku.Saat masuk ke mobilnya suamiku hanya diam dan tak berani menatap diri ini."Kupikir kau masih punya perasaan serta menimbang perdebatan semalam, aku sampai rela dibunuh olehmu, tapi lagi sekali a
*maaf tak sengaja double update sebelumnya, mohon maklum. 🙏Orientasi hidup itu adalah bisnis dan jika kau tidak melihat keuntungan dalam apa yang kau jalani maka sama sama saja dengan menjemput kerugian.Aku tidak bisa melihat keuntungan dalam rumah tangga dan hubunganku dengan Nabil. Jika aku bertahan, Sofia tidak akan pernah bersikap baik dan mau bekerja sama jadi aku akan makan hati dan lama-lama bisa bunuh diri. Hatiku yang terlalu mencintai Mas Nabil akan mudah dimanfaatkan untuk selalu cemburu dan terluka, jika sudah demikian, maka berat badanku akan turun dan rambutku mulai rontok karena depresi, jadi aku tidak akan membunuh diri sendiri dengan bertahan dalam kebodohan."Sudah berapa kali kau ucapkan kata cerai? Begitu seringnya kau mengatakan itu hingga jika wanita punya hak untuk menjatuhkan talak.. mungkin aku sudah menduda dua belas kali sehari."Lucu sekali, itu mengundang gelak tawa andai konteksnya hanya bercanda. Tapi aku sedang di mode serius."Aku serius, ayo kita b
Mendengar keluhan dan betapa menusuknya kalimatku barusan, mertua jadi bingung dan diam saja. Mereka menatap Sofia yang masih bertahan dengan tangisan palsu sementara aku hanya menghela napas. Andai Rihana ada di sini, dia pasti mengusir mereka karena emosi. Tapi untung dia di sekolahnya."Apa yang sudah dikatakan Sofia? Apa dia bilang kalau aku memukulnya? Apa kalian percaya begitu saja."Mertuaku menggeleng."... tapi wanita itu masih bertahan dengan tangisan palsunya, yang tidak kusangka, sikap kalian langsung percaya dan datang dengan emosi, membuktikan bahwa kalian belum sepenuhnya mengenali sifatku dan menyadari pengorbananku selama ini untuk keluarga. Hmm... aku bisa apa," desahku sambil pura pura bersedih.Melihat aku seakan membalikkan keadaan Sofia menjadi panik dan segera mengangkat kedua tangannya dan menggoyang-goyangkannya tanda ia menolak argumentasi tadi."Tidak Bu... Jangan percaya, dia menghinaku, menyebutku pelacur murahan, dia bilang aku rendahan, dia juga mengej
Ibu mertua menggeram mendengar jawabanku yang terkesan sangat melawan."Bukannya ibu sendiri yang mendoktrin dan mengajari kalau poligami itu indah. Kenapa Ibu tidak praktekkan teorinya?!" Aku harus bisa menjawab secara cerdas karena selama ini aku sudah terlalu makan hati. Kurang berpikir jernihnya diri ini membuatku kadang kehilangan kata-kata ketika berdebat dan menjawab sekedarnya saja. Tapi itu cukup sampai di sana... karena mulai sekarang aku harus punya jawaban menohok untuk semua perkataan yang tidak etis."Beraninya kau...!" Dia tentu saja merasa tertusuk dengan ucapanku."Kenapa Ibu memaksakan kehendak dan memaksaku untuk melakukan hal yang ibu sendiri tidak bisa lakukan. Kenapa kita tidak coba menjodohkan Ayah dengan seorang janda miskin agar anaknya bisa terselamatkan dan ibu pun bisa mendapatkan surga dengan jalur kesabaran dan keikhlasan seorang wanita.""Cukup!"Ibu mertua mengangkat tangannya setinggi wajahnya dengan wajah yang begitu emosi dan nafas yang memburu.