LOGINHanina Noura atau lebih kerap dipanggil Nina berada dalam situasi yang sulit saat dirinya harus memilih menikah dengan orang yang menghamilinya atau mencintainya. Ia terjebak malam panas dengan Riyon Arshaka karena sebuah kesalahan dan dinyatakan hamil beberapa Minggu kemudian. Di sisi lain, teman Nina yang bernama Asher Roland menyatakan cinta, bahkan rela menerima kehamilannya dan bersedia menikahinya. Awalnya Nina menolak, tak ingin menjadikan Ash tumbal. Akan tetapi, Ash tak berhenti meyakinkannya hingga memohon dan mengiba membuatnya akhirnya luluh. Namun, takdir seperti mempermainkan Nina saat sebuah fakta terkuak. Riyon adalah kakak Ash. Mengetahui Nina hamil, Riyon yakin itu adalah darah dagingnya, hasil dari benihnya dan meminta Nina menikah dengannya sebagai bentuk tanggung jawab. Siapa yang akan Nina pilih nantinya? Ayah dari anak yang dikandungnya, atau pria yang tulus mencintainya?
View MoreSuara derit ranjang memenuhi kamar hotel bernuansa putih itu. Di sana, di atas ranjang, dua manusia beda gender itu tengah mereguk surga dunia yang sama-sama baru pertama kali mereka rasakan. Minuman memabukkan yang sebelumnya mereka nikmati, menuntun keduanya pada kegiatan yang harusnya tak pernah terjadi.
Wanita itu menggigit bibir bawahnya, menahan desahan yang tak bisa dikendalikan. Sementara pria di atasnya terus saja mengerang menikmati sensasi yang belum pernah ia rasakan hingga akhirnya ia sampai pada pelepasannya yang memuaskan. Keesokan harinya, wanita dengan rambut berantakan itu berusaha membuka mata yang terasa berat. Dan hal pertama yang ia temukan adalah, kamar yang tampak asing baginya. “Sssh … di mana ini?” Suara parau wanita bernama Hanina Noura itu mengudara bersamaan saat ia bangun menegakkan punggungnya sambil memegangi kepala yang terasa berat. Ia mengedarkan pandangan dan seketika matanya melebar kala bayangan yang terjadi semalam terlintas. Wajah wanita yang lebih sering dipanggil Nina itu memucat, tubuhnya gemetar, dan semakin gemetar saat menyadari keadaannya yang berantakan. Di lain sisi, seorang pria baru saja keluar dari hotel tempatnya semalam menghabiskan malam panas bersama Nina. Pria itu bernama Riyon Arshaka, pendiri Riyon Group, sebuah perusahaan logistik di negeri seberang yang mulai berkembang beberapa tahun terakhir. Riyon mengusap tengkuk yang terasa berat dan pegal setelah memasuki mobilnya. Ia sempat terkejut saat bagun dan menemukan wanita telanjang di sampingnya, membuatnya teringat kegiatan panas mereka semalam. Riyon yakin ada yang tak beres dengan dirinya, biasanya ia dapat mengendalikan diri, tapi semalam, ia benar-benar tak bisa menahan hasrat yang begitu menggebu setelah menikmati segelas minuman di acara yang dihadirinya di hotel itu. Riyon mengembuskan napas panjang dari mulut sesaat sebelum menyalakan start mobilnya dan tak lama, mobilnya pun meninggalkan area parkir hotel tersebut. Ia sama sekali tak memikirkan wanita yang ia tinggalkan, sebab ia telah meninggalkan beberapa lembar uang sebagai bayaran kegiatan mereka semalam. *** Nina menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Saat ini wanita berusia 25 tahun itu telah berada di rumahnya, duduk di depan meja rias tanpa bisa berhenti menyesali apa yang dilakukannya semalam. Meski ia berusaha melupakannya, jejak yang pria itu tinggalkan pada tubuhnya membuatnya terus mengingatnya. Drt … drt …. Nina tersentak dari renungan dan menoleh pada ponselnya di ujung meja. Mengambil benda pipih itu, diangkatnya panggilan yang tak lain dari teman sekaligus rekan kerjanya, Asher Roland yang mana lebih kerap dipanggil Ash. “Halo. Ada apa, Ash?” “Nina, kau baik-baik saja? Suaramu terdengar berbeda.” Nina tersenyum getir. Ash selalu memperhatikannya dalam hal sekecil apapun. “Tidak apa-apa, Ash, aku baik-baik saja. Aku hanya … baru bangun tidur.” “Sungguh? Tidak biasanya kau bangun terlambat. Oh, ya, semalam kau jadi pergi? Maaf, aku tidak jadi berangkat. Ada sedikit masalah dengan mobilku.” “Ada apa dengan mobilmu?” “Mobilku tiba-tiba mogok di tengah jalan.” “Kenapa tidak menghubungiku? Aku bisa menjemputmu.” “Aku melupakan ponselku, Nin. Sepertinya, tadi malam adalah hari sialku. Padahal aku sudah sangat antusias bisa pergi denganmu.” Nina hanya menyunggingkan senyum tipis dan mengatakan, “Jangan bicara begitu, Ash. Jadi, bagaimana kau pulang?” “Ada orang baik yang menolongku. Dia membantu membawa mobilku ke bengkel.” “Syukur lah.” “Nin, apa kau ada waktu? Bagaimana jika kita keluar? Mungkin sekedar jalan-jalan, atau makan siang bersama.” Nina tersenyum kecut. Andai saja tidak dalam keadaan seperti ini, tentu saja ia akan dengan senang hati menerima ajakan Ash. Namun, apa yang terjadi semalam membuatnya ingin mengurung diri dan merenung. “Maaf, Ash. Mungkin lain kali. Aku … sedikit tidak enak badan. Maaf.” “Apa? Ada apa denganmu? Kau sakit? Aku akan mengantarmu ke dokter.” “Tidak Ash. Aku hanya butuh istirahat. Sungguh. Kalau begitu, sampai jumpa besok di kantor.” Setelah mengatakan itu Nina mengakhiri panggilan meski ia tahu, Ash seperti masih ingin memperbanyak pembicaraan. Namun, keadaannya sekarang benar-benar membuatnya ingin merenung sendirian. Di tempat Ash sendiri, ia masih menatap layar ponsel di tangan. Ia merasa ada yang aneh dengan Nina, tapi sepertinya Nina tak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ash mengutak-atik ponselnya hingga terpampang foto Nina yang begitu menawan. Nina adalah temannya sejak kuliah dan ia telah mencintainya sejak dulu. Bahkan, ia sengaja bekerja di tempat Nina bekerja agar bisa selalu memperhatikannya. Sayangnya, ia terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaanya. Terlalu takut hubungan pertemanan mereka justru hancur dengan pengungkapan cinta darinya. *** Dua minggu berlalu sejak kejadian malam panas waktu itu, Nina merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia merasa pusing dan mual ketika melihat atau hendak menyantap makanan tertentu. Ia bahkan memuntahkan makan siangnya padahal makanan itu adalah makanan favoritnya. “Nina, kau baik-baik saja?” Ash bertanya dengan khawatir melihat wajah Nina begitu pucat. Nina juga tampak lemas. Ia dan Nina tengah makan siang bersama sampai Nina pergi ke toilet dan kembali dengan keadaan yang tampak memprihatinkan. Nina hanya tersenyum dan menjawab, “Aku … baik-baik saja, Ash. Jangan khawatir.” “Tapi, akhir-akhir ini kulihat kau tidak baik-baik saja. Bagaimana kalau kuantar ke dokter?” tawar Ash sedikit memaksa. Bagaimanapun ia mencintai Nina, ia tak mau terjadi sesuatu padanya. “Ta- tapi ….” Nina hendak menolak. Namun, Ash bersikeras bahkan tak menunggu pulang bekerja. Mereka segera pergi ke klinik terdekat setelah selesai makan siang. Sesampainya di klinik dan diperiksa oleh dokter, Nina tak dapat menyembunyikan keterkejutannya, sebab dokter itu mengatakan bahwa ia tengah hamil sekarang.Istirahat lah. Biar aku yang bereskan,” ujar Riyon. Ia dan Nina baru sampai di rumah mereka dan setelah istirahat sejenak, keduanya berniat menata pakaian ke lemari. Nina hanya diam. Posisinya masih duduk di tepi ranjang. Ia ingin membantu Riyon, tapi kepalanya masih sedikit pusing. “Maaf,” ucap Nina. Maaf karena ia membiarkan Riyon beberes seorang diri. Riyon yang hendak menata pakaian ke lemari, menoleh lalu menghampiri Nina. Ia lalu menata bantal dan menuntun Nina berbaring. “Tidak apa-apa. Istirahat lah,” titah Riyon. Nina mengangguk kemudian berbaring setengah dengan hati-hati. “Jadi, kau dulu tinggal di sini?” tanya Nina untuk memecah keheningan. Riyon mengangguk sambil kembali ke depan lemari untuk menata baju. “Tapi … rumah ini kelihatan tetap bersih padahal lama tidak kau tinggali.”“Aku menyuruh orang membersihkannya dua kali seminggu.”“Oh,” gumam Nina. Ia lalu memperhatikan Riyon dalam diam. Riyon sama baiknya dengan Ash, sama perhatiannya meski di awal pernikahan
Bagaimana rasanya?” Moana bertanya, ingin mendengar pendapat Ash tentang masakannya. Tak terasa sudah berlalu beberapa hari sejak hari itu dan kondisi Ash semakin membaik meski dia belum mengingat semuanya, mengingat masa lalunya. Ia juga masih berada di rumah sakit untuk menjalani pemulihan. Ash terdiam seperti berpikir. “Enak.”Wajah Moana berbinar senang. Ia sampai menitikan air mata. Ia lalu kembali menyuapi Ash. Sementara itu di luar, Rahayu dan Salim tengah bicara dengan Riyon dan Nina. Keduanya datang ke rumah sakit untuk menjenguk Ash. “Moana sedang menyuapi Ash,” ujar Rahayu.Nina tersenyum tipis. Ia merasa senang Ash sudah bisa menerima Moana. “Jadi, kapan Ash akan pulang?” tanya Riyon. Ia harap adiknya bisa segera pulang, karen aitu artinya Ash sudah sembuh. “Belum tahu. Ash masih harus melakukan terapi untuk melatih motoriknya,” ujar Rahayu. Setelah cukup lama berbincang, Riyon dan Nina berjalan keluar dari rumah sakit. Padahal, keduanya belum bertemu langsung denga
Ash hanya diam tanpa berhenti menatap Moana. Ia benar-benar tak mengingat siapapun dan apapun. “Tidak apa-apa, Ash. Jangan memaksakan dirimu untuk mengingat semuanya. Pelan-pelan saja. Melihatmu siuman, ibu sudah sangat senang,” ujar Rahayu dengan tutur kata yang begitu lembut. Ash menatap ibunya, ayahnya kemudian kembali pada Moana sampai tiba-tiba tangannya terangkat memegangi kepala sambil meringis seakan kepalanya benar-benar sakit. Kepanikan pun timbul membuat Salim segera memanggil dokter. Di lain sisi, Nina tak bisa berhenti memikirkan Ash. Mendengar Ash siuman tapi mengalami hilang ingatan membuatnya ingin melihat keadaan Ash sendiri. Ia seperti tak percaya Ash mungkin melupakannya. Tapi, jika itu benar, bukankah tak akan ada lagi hati yang terluka? “Apa kau ingin ke rumah sakit?” tanya Riyon saat memasuki kamar dan menemukan Nina duduk di tepi ranjang dan tampak melamun.Nina menoleh menatap Riyon hingga Riyon menghentikan langkah di depannya. “Boleh?” tanya Nina. Selama
Riyon terdiam mendengar ucapan sang ayah. Mungkin ayahnya benar, tapi entah kenapa hatinya terasa ngilu karenanya. Bukankah itu berarti, ia dan semua orang membohongi Ash? Rahayu yang juga mendengar ucapan sang suami, hanya bisa menahan perih di dada, membayangkan semua orang membohongi Ash. Akan tetapi, ucapan suaminya pun ada benarnya. Selama ini sesungguhnya ia tak bisa berhenti memikirkan Riyon, Ash dan Nina. Ia bahagia melihat Riyon dan Nina menjadi suami istri yang bertanggung jawab bagi calon cucunya, tapi ia juga merasakan sesak karena tahu Ash tak bisa melupakan Nina. “Tapi … bagaimana … jika Ash nanti mengingat semuanya?” tanya Riyon dengan wajah tertunduk mengingat Ash. Ia tak bisa membayangkan Ash membencinya jika kelak Ash mengingat semuanya. Ia sudah menyakiti Ash dengan merebut wanita yang dicintainya, lalu membohongi Ash di saat seperti ini. Rasanya dirinya benar-benar kejam. “Dokter bilang, kemungkinan membutuhkan waktu tapi juga tak bisa ditentukan apakah Ash bisa






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.