"Kamu mau kerja, Sayang?"
Suara bariton mengagetkan Sonya yang baru saja turun dari tangga, matanya membulat saat menemukan Emir yang sedang duduk di meja makan dan menikmati sepotong roti bakar juga kopi hitam kesukaannya.
"Ngapain kamu, di sini?" Sonya menyimpan tasnya di meja makan dengan kasar dan duduk di kursi paling jauh dari Emir.
"Ngapain?" tanya Emir bingung, "tentu saja aku pulang ke rumah, Sayang, kamu nggak kangen aku?" tanya Emir sembari menepuk pahanya.
Sonya ingat betul arti tepukan di paha Emir, itu artinya Emir meminta dirinya duduk di paha Emir. Dengan kesal Sonya memutar bola matanya dan mengambil gelas yang berisikan teh hangat yang selalu dia konsumsi setiap pagi.
"Sonya," panggil Emir dengan suara manja sembari menepuk pahanya, meminta Sonya untuk dud
Darah segar terlihat dari pelipis Emir akibat lemparan piring yang Sonya lakukan, Sonya bisa melihat ekspresi kaget yang Emir berikan saat tangan kanan Emir menyentuh dahinya yang sobek. “Sonya,” bisik Emir saat melihat darah di jemari tangan kanannya. “Keluar Emir?!” teriak Sonya yang tidak peduli dengan keadaan dahi Emir. “Sonya kamu ini sinting atau kenapa? Kenapa kamu lempar piring sampai bikin dahi aku kaya gini?!”teriak Emir sembari mengambil serbet dan menekan luka di dahinya. “Hah ... Emir, kamu ....” Sonya benar-benar lelah hingga tidak bisa lagi berkata apa pun juga, tenaganya seolah terkuras habis bila sudah berurusan dengan Emir, setiap mereka bertemu selalu saja berakhir dengan angkara murka dan amukkan yang membuat Sonya kelelahan sendiri. Dengan cepat Sonya mengangkat tangannya di depan dada, sebagai tanda menyerah dengan semuanya. Dia benar-benar tidak sanggup lagi menahan amarahnya bila sudah bersama dengan Emir, lelaki yang dulu pernah ia ci
"Aku terima kamu Sonya, aku terima kamu dalam keadaan kamu mandul."Argh ... Sonya ingin menyumbat kupingnya saat Emir mengatakan kata mandul, sebuat kalimat dan situasi yang membuat Sonya ingin mengakhiri hidupnya sesegera mungkin."Sonya ....""Emir, aku tahu kamu begitu berlapang dada untuk menerima aku dengan kemandulan ini, aku bersyukur akan hal itu. Karena mungkin tidak ada lelaki yang mau melakukannya, aku tahu dan sadar akan itu semua. Tapi, kalau kelakuan kamu kaya gini, mending aku mati aja, Emir aku nggak kuat," ucap Sonya."Sonya, aku datang benar-benar untuk meminta maaf," bisik Emir berusaha untuk berdamai dengan istrinya itu."Mungkin kamu kalau mau berdamai, mungkin kamu harus belajar dulu dan mengingat kalau wanita yang sedang kamu sentuh dan kamu minta
Suara langkah kaki Sonya yang khas terdengar sangat jelas di lorong rumah sakit membuat beberapa orang perawat, petugas kebersihan dan pasien yang sudah hafal dengan suara khas sepatu Sonya langsung menyapa pada dirinya. Sonya membalasnya dengan senyuman atau lambaikan tangan, dia terus berjalan ke arah ruangan yang biasanya ditempati oleh perawat. “Maaf, ada Awan?” tanya Sonya saat melihat ke bagian dalam ruangan dan hanya mendapati Eka dan beberapa tenaga kesehatan lainnya. “Tadi katanya mau ke ruangan Dokter untuk menyerahkan berkas rekam medis untuk operasi SC nanti siang,” terang Eka. Sonya mencengkeram gagang pintu ruangan saat mendengar perkataan Eka, dia tahu hal itu karena Awan tadi ke ruangannya dan mendapati dirinya sedang bersama Emir dan entah kenapa Awan malah menutup pintunya kemudian meninggal dirinya dengan Emir. Sebenarnya, Sonya tidak perlu mempermasalahkan itu semua karena Awan bukan siapa-siapanya namun, entah kenapa hatinya memaksanya un
“Kamu bisa jawab atau mendadak bisu?!” teriak Emir yang kesal karena Awan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.Awan tidak bisa menjawab pertanyaan Emir, pikirannya meminta Awan untuk berkata iya namun, hatinya memaksa Awan untuk berkata tidak. Karena jatuh cinta pada seorang wanita semenjak kejadian itu, bukan suatu hal yang mudah bagi Awan.Sudah hampir sepuluh tahu Awan tidak pernah merasakan kembali debaran di dadanya ataupun hasrat yang menggebu-gebu pada seorang wanita. Sampai-sampai Eka sahabat karibnya itu menganggap Awan sudah berubah orientasi seksual menjadi pecinta sesama jenis, karena selalu menolak untuk berhubungan lebih jauh dengan wanita mana pun.“Hei ... jawab pertanyaan saya, bisa kamu jangan ganggu istri orang?” sentak Emir yang makin kesal karena Awan mengabaikannya.“Apa ... nggak kedengeran, maap, kamu ngomong apa?” dusta Awan sembari mengambil plastik dari kantung scrub (pakaian perawat) mil
“Awan, nanti kamu tolong cek pasien selanjutnya,” pinta Sonya dengan suara berbisik karena sedang dalam ruangan operasi.“Baik, Dok,” jawab Awan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitoring di hadapannya.“Wan, memang ada berapa pasien?” Sonya berusaha untuk mendapatkan perhatian Awan, kesal rasanya melihat Awan lebih suka memperhatikan mesin monitoring dari pada dirinya.Awan biasanya tidak seperti ini, Awan akan memperhatikan dirinya menatap wajahnya atau tungkai kakinya, iya ... tungkai kakinya, entah sejak kapan Sonya menyadari kalau Awan sangat suka memperhatikan tungkai kakinya apalagi saat ia mengenakan sepatu hak tinggi, mata Awan seolah tidak berkedip saat melihat tungkai kaki miliknya. Tapi, saat ini Awan sama sekali tidak memperhatikan dirinya dan itu semua membuat Sonya kesal setengah mati.“Kata kepala ruangan ada tiga, Dok,” jawab Awan tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali.
"Memang aku berhak bahagia?""Siapa yang bilang kamu nggak boleh bahagia?" tanya Sekar sembari mengelus rambut Sonya pelan, Sekar berusaha untuk menenangkan Sonya melalui sentuhannya."Orang-orang.""Siapa? Tunjukkan pada saya, siapa yang melarang kamu bahagia?" tanya Sekar lagi yang sudah menganggap Sonya adalah anaknya sendiri. Entah sejak kapan Sekar sudah sangat menyayangi Sonya, Sonya seorang wanita dengan kesuksesan, kemandirian dan reputasi yang sangat bagus mendatanginya dalam keadaan benar-benar hancur dan tercabik.Keadaan Sonya sudah dalam katagori yang sangat memprihatinkan bagi Sekar pribadi, Sonya datang saat wanita itu ada di titik terendah hidupnya. Mandul, anak satu-satunya meninggal, suami yang berselingkuh dan diperparah dengan kelakuan mertua Sonya yang Sonya anggap baik namun, menurut pandangan Sekar penuh dengan tipu daya membuat Sonya terpuruk dan hampir gila.Sekar dengan tenang dan telaten terus memperbaiki diri Sonya, berk
“Nggak mungkin?!” “Kenapa nggak mungkin? Kamu punya perasaan, kan?” “Punya tapi, nggak mungkin aku jatuh cinta, nggak mungkin, Bu,” ucap Sonya sembari berdiri dari duduknya dengan tergesa-gesa, dia harus segera keluar dari ruangan itu dan menjauh dari Sekar karena Sonya tahu bila dia lebih lama lagi berada di dekat Sekar maka dirinya akan makin sadar dengan perasaannya pada Awan dan Sonya belum mau mengakui semuanya, dia masih takut bila seandainya Awan tidak bisa menerima dirinya. “Sonya ...,” panggil Sekar yang tahu kalau Sonya akan melarikan diri dari sana karena tidak mau mengakui kalau dirinya sudah jatuh cinta pada lelaki bernama Awan. “Bu, tolong jangan ngaco, aku nggak mungkin suka sama Awan,” ucap Sonya. “Oke, kamu nggak suka sama Awan.” Sekar tidak mau mengonfrontasi Sonya karena Sekar tahu kalau Sonya adalah orang yang akan makin menutupi perasaannya lebih rapat bila terus ditekan. “Memang aku nggak suka sama Awan,” ucap Son
“Awan ... mau ke mana?” tanya Eka sembari berlari mengejar Awan.“Mau gym, kenapa? Mau ikut?” Awan malah balik bertanya pada Eka sambil mengangkat tas olahraganya, Awan tahu kalau sahabatnya ini sangat pemalas untuk berolahraga.Eka dengan cepat menggeleng dan mempertegas penolakannya dengan lambaian tangan di dada, “Nggak, ah, bisa encok aku besok, mana besok aku jaga kalau kamu, mah, nggak jaga, kan?”“Jaga, kok,” sahut Awan santai sembari menyampirkan tas olahraga di bahunya.“Memang besok nggak bakal sakit badan?” tanya Eka sembari berjalan beriringan dengan Awan ke arah tempat parkir motor.“Nggak, lah, memang kamu, jompo,” olok Awan sembari mengeluarkan kunci motornya.“Eh ... jangan ngehina, aku nggak jompo hanya kurang energi aja, dan lagi aku masih belum kaya kakek kamu yang hobi ngoles parcok ke seluruh sendi badan,” bela Eka sembari mengambil helm