MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU

MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU

last updateLast Updated : 2025-07-19
By:  LailaiUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
5Chapters
16views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Hidup bersama suami yang suka berpangku tangan, membuat Nirmala memutuskan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari nya. Tak hanya berpangku tangan, Dinata juga lemah soal urusan ranjang. mungkin itulah yang membuat Nirmala belum dikaruniai seorang anak. Suatu ketika seorang mandor tempat Nirmala bekerja tertarik pada Nirmala, ia menyatakan cinta. Namun, Nirmala tidak menerima begitu saja. Sebab Handoko, sang mandor sudah memiliki 2 istri. Meski Nirmala dan Handoko tidak menjalin cinta. Tetapi hubungan keduanya terjalin intim. Nirmala di kabarkan mengandung. Siapakah orang yang telah menghamili Nirmala? apakah Dinata telah sukses membuahi sel telur istrinya atau justru itu benih Handoko?

View More

Chapter 1

BAB 1

“Kak, Dinata. Kak.” Nirmala mengguncang pelan tubuh sang suami yang masih berselimut tebal di atas tempat tidur.

“Hmmm …,” sahut Dinata malas tanpa bergerak sedikit pun.

“Bangun dulu, hei.” Nirmala menarik bahu sang suami yang meringkuk membelakangi dirinya.

“Apa sih, Mala. Aku masih mengantuk,” keluh Dinata, kemudian ia tarik kembali selimut yang baru saja Nirmala s***k.

“Aku mau berangkat kerja, Kak. Jangan lupa tutup lagi pintunya.”

Dinata kembali terbuai dalam mimpi di subuh yang begitu dingin itu. Kumandang adzan bersahutan menjadi lagu nina bobo baginya untuk melanjutkan tidurnya sampai siang, bahkan dengkuran halusnya lolos begitu saja.

“Mala, cepat! Ayo berangkat, azan Subuh sudah selesai dan kamu belum keluar juga?” seru Meni dari luar

Suara bisik-bisik dari rekan kerja Mala masuk ke indra pendengaran Mala yang masih berusaha membangunkan Dinata. Mala gelisah, ia sudah ditunggu rekannya. Namun, kedua mata Dinata masih saja terpejam rapat. Tidak mungkin ia pergi bekerja dengan pintu terbuka lebar. Sebab pintu rumah milik Nirmala tidak bisa tertutup sendiri layaknya pintu rumah-rumah mewah milik tetangganya.

“Tunggu sebentar.” Nirmala yang sudah siap dengan segala perbekalannya menyapa rekan kerjanya lebih dahulu. Berharap dirinya tidak di tinggal berangkat ke kebun karet lebih dulu.

“Ayolah, Mala. Keburu siang. Nanti panas,” saran Meni.

“Sabar, aku bangunkan suamiku dulu. Biar dia menutup pintu.” Nirmala melesat masuk dan kembali dengan Dinata yang terpaksa harus bangkit dari mimpinya guna mengunci pintu.

“Ayo kita berangkat!” ajak Nirmala.

Mereka berjalan menapaki jalan setapak, membelah atmosfer dingin. Bisa dibayangkan, bagaimana bekunya hawa di kampung yang memiliki perkebunan karet ratusan hektar milik pemerintah itu.

“Mala kamu kok mau sih ikut kita begini?” tanya Meni di sela-sela langkah kakinya yang besar.

“Lho memangnya nggak boleh, Men?” Nirmala malah bertanya balik.

“Kamu ‘kan punya suami, beda sama kita. Kalau kita-kita ini kan kebanyakan janda. Jadi mau nggak mau harus mencari makan dan kehidupan sendiri,” papar Meni.

“Heleh, lagi-lagi pertanyaan ini, nggak ada pertanyaan lain?” sahut Nirmala yang sesungguhnya sudah merasa bosan mendengar pertanyaan dari rekan-rekannya yang sering kali diulang.

“Ya aku heran aja. Suamimu masih gagah, masih kuat buat nafkahin kamu.”

Untuk sejenak Nirmala terdiam, mencoba untuk menerima apa yang baru saja dikatakan oleh Meni. Tidak dapat dipungkiri jika yang dikatakan olehnya itu adalah benar. Dinata adalah seorang lelaki bertubuh sehat, tentunya tidak sulit baginya untuk mencari kerja, bukan malah istrinya yang disuruh bekerja.

“Jangan gitu, Men. Lihat aja itu Lastri. Suaminya ada, sawahnya luas, punya kebun juga. Namun, dia juga masih ikut jadi buruh. Apalagi aku, Men. Hidupku pas-pasan, dan kamu juga tahu sendiri bagaimana sifat suamiku.”

“Pemalas? Alias tukang berpangku tangan?” sahut Meni yang diiringi oleh kekehan kecil.

“Ah, sial! Kamu bisa aja cari peribahasa yang cocok,” sahut Mala santai.

“Lagian kenapa juga kamu pertahankan lelaki mokondo macam Dinata? Mending jadi janda seperti aku aja sekalian. Mumpung belum punya anak. Kamu bisa cari lelaki yang mau kerja, Mal. Ya … syukur-syukur kamu bisa dapat duda kaya,” kelakar Meni.

“Husstt! Pamali, Meni!”

Setelah melewati kebun milik warga, kini beberapa wanita buruh perkebunan karet itu telah sampai pada titik lokasi yang sudah ditentukan oleh mandor di hari sebelumnya. Masih dengan udara dingin dan cahaya matahari yang mulai mengintip dari arah timur membuat mereka segera menyelesaikan tugasnya, sebelum sang mandor tiba, mereka harus bisa membabat rumput tinggi seluas 500m² atau sekitar setengah hektar.

“Men! pinjam asahan,” pinta Mala

Meni langsung mencari keberadaan benda persegi panjang dengan permukaan kasar itu untuk Nirmala. Mala menyambut benda itu dan mulai menggesek-gesekkan di alat babatnya, senjata tajam yang sering orang sebut dengan arit.

“Terima kasih, Men.” Mala mengembalikan benda yang baru saja ia pinjam. “Taruh mana ini?” tanya Mala lagi.

“Masukkan dalam tasku aja, Mal,” jawab Meni yang masih memasang sarung tangan.

Perlengkapan babat sudah siap, arit yang tajam serta sarung tangan yang sudah lusuh siap membantu memudahkan pekerjaan para wanita itu.

“Ayo, kita mulai. Sebelum matahari semakin merangkak naik,” ujar wanita yang paling tua diantara para buruh.

Meskipun pohon karet itu sudah menjulang tinggi serta daun nya yang kecil dan lebat. Membuat siapa saja yang ada dibawahnya pasti merasa sejuk. Namun, tetap saja mereka harus menyelesaikan tugas dari mandor tepat waktu.

“Ini rumput apaan, bisa tingginya begini,” ucap Mala heran di sela-sela aksi membabatnya.

“Rumput merdeka ini namanya,” jawab Meni.

“Kata siapa?”

“Kataku, lah,” sahut Meni lagi.

“Kok bisa disebut rumput merdeka?” tanya Mala polos.

“‘Kan dia tinggi dan tingginya melebihi kita. Jadi dia rumput merdeka,” jawab Meni asal.

“Mulai ngawur, deh!” sergah Mala.

“Mulutmu, Mal. Lama-lama aku babat juga,” kelakar Meni.

“Bercanda. Hahahhaah.” Gelak tawa pun terdengar jelas, keluar dari mulut Nirmala.

“Kerja lagi cepat. Jangan sampai Handoko datang dan kita belum dapat separo acan, bisa-bisa ngomel kayak emak-emak yang sen kanan belok kiri.”

“Sudah salah malah nyolot, gitu kan maksudmu?”

“Ya begitulah mandormu!”

“Mandormu juga.”

Dalam waktu tiga jam, sepuluh wanita itu mampu membabat rumput yang menjulang tinggi menjadi roboh semua. Terasa terang dan terbebas dari gulma yang menggangu kelangsungan hidup pohon dengan getah berwarna putih seperti s u s u.

“Istirahat dulu, yuk,” ajak Lastri.

“Iya, kita sudah dapat luas lho ini bersihin rumputnya. Handoko nggak akan ngomel kalau sampai ke sini nanti,” ujar wanita paling sepuh.

Benar saja, tak lama kemudian suara langkah berat dan irama gesekan sepatu boot dengan tanah basah terdengar mendekat. Para buruh serempak menoleh.

“Ehem.”

Handoko. Mandor kebun. Berdiri diam beberapa detik, menatap tajam ke arah sekeliling, lalu menurunkan pandangannya pada rumput yang telah habis dibabat dan beberapa buruh yang masih menggenggam botol minuman.

“Mala,” ucapnya pelan, tapi cukup tajam.

Nirmala menoleh. Tatapan pria itu menusuk. Kali ini bukan sekadar urusan rumput.

“Ngobrolnya seru, ya?” tanyanya pelan. Tidak keras, tapi mengandung sesuatu. Meni mencolek tangan Nirmala pelan, memberi isyarat agar tidak menjawab sembarangan.

Tiba-tiba, suara notifikasi pesan dari ponsel Handoko berbunyi. Ia mengambilnya cepat, membuka layar dan membacanya sebentar, dan wajahnya seketika berubah menjadi tegang.

“Kamu ikut saya sebentar. Sekarang,” pinta Handoko

Semua mata tertuju pada mereka.

Mala menelan ludah. Degup jantungnya memburu tak beraturan. Tangannya refleks menggenggam erat pegangan arit di sampingnya. Meni melirik panik, sementara Lastri menahan napas.

“A-ada apa, Pak?” cicit Mala. Namun, langkahnya tetap mengikuti Handoko pergi

“Handoko mau apakan Mala ya, Las?” bisik Meni dengan mata mengiringi kepergian Mala dan mandor nya ke sebuah bangunan untuk menimbang getah.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Jelly_aiza
selamat thoor 🫶... sukses selalu
2025-07-21 12:40:18
0
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status