Share

pernikahan

Pagi yang cerah di hari pernikahan Valerie dan Elvano, sinar matahari yang menembus jendela kamar menyentuh wajah cantik Valerie yang sedang terbaring di tempat tidurnya. Terasa hangat sinar matahari di pipinya, Valerie terbangun dengan perasaan yang campur aduk antara gugup dan ketakutan. Ia duduk di tepi tempat tidur, mengusap wajahnya yang masih mengantuk, dan menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur.

Dalam kegelapan hatinya, Valerie berharap pernikahan ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Ia melangkah menuju cermin yang terpasang di dinding kamar dan memandang bayangan dirinya sendiri. "Apa aku benar-benar harus menikah dengan pria yang bahkan belum pernah aku kenal?" gumamnya pelan.

Valerie kemudian mulai berhias, mengenakan gaun pengantin putih yang telah disiapkan oleh ibu tirinya, Sarah, dan kakak tirinya, Maria. Mereka berdua tampak begitu senang melihat Valerie berhias, namun Valerie tahu bahwa kebahagiaan mereka hanyalah karena keuntungan yang akan mereka dapat dari pernikahan ini. Ia mencoba tersenyum, namun senyumnya terasa pahit.

Tak lama kemudian, Valerie bersiap untuk berangkat menuju gereja tempat pernikahannya akan digelar. Dalam perjalanan menuju gereja, Valerie terus berdoa dalam hati, memohon kekuatan untuk menghadapi pertemuan pertama dengan calon suaminya, Elvano Faramond, seorang mafia yang ia takutkan. Ia merasa jantungnya berdebar kencang, seperti ingin meloncat keluar dari dada.

Sesampainya di gereja, Valerie disambut oleh ayahnya, Aron Johanes, yang sudah menunggu di pintu masuk. "Kau tampak cantik, sayangku," puji Aron sambil mengusap kepala Valerie. "Ayah tahu ini bukan keputusan yang mudah untukmu, tapi percayalah, semua ini demi masa depan kita."

Valerie menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca, lalu berkata, "Aku hanya ingin bahagia, Ayah... bukan dengan cara seperti ini."

Aron menghela napas, lalu memeluk Valerie dengan erat. "Ayah minta maaf, sayang... ayah berjanji, ayah akan berusaha sebaik mungkin untuk melindungimu. Percayalah pada ayah."

Mendengar ucapan ayahnya, Valerie mencoba menahan air matanya yang hampir menetes. Ia hanya bisa mengangguk pelan, memohon kekuatan dalam hati untuk menghadapi pertemuan pertama dengan pria yang akan menjadi suaminya dalam beberapa saat lagi.

Begitu Valerie melangkah masuk ke gereja, pandangannya langsung tertuju pada Elvano yang sudah berdiri di depan altar dengan pakaian pengantinnya. Meski takut, Valerie tidak bisa menyangkal bahwa Elvano adalah seorang pria yang tampan dan berkharisma. Hatinya berdebar semakin kencang saat ia menyadari bahwa dalam beberapa saat lagi, ia akan menjadi istri pria tersebut.

Di sisi lain, ketika Elvano melihat Valerie yang mendekat dengan gaun pengantin putihnya, ia terpesona oleh kecantikan dan kelembutan gadis itu. Akan tetapi, Elvano berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya. Ia menjaga sikapnya tetap dingin dan misterius, sesuai dengan reputasinya sebagai mafia yang ditakuti.

Dengan tangan yang gemetar, Valerie berjalan menuju altar, berusaha untuk tidak menangis di depan orang banyak yang menyaksikan pernikahan mereka. Sesekali ia menatap Elvano yang tak bergeming, lalu menundukkan pandangannya, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa.

Ketika Valerie tiba di sisi Elvano, ia merasakan jantungnya hampir berhenti berdetak. Napasnya tercekat saat mereka berdiri berdampingan di depan pendeta yang akan mengikat janji suci mereka. Elvano pun melirik Valerie sekilas, lalu kembali menatap lurus ke depan.

"Kita mulai upacara pernikahan ini," kata pendeta dengan suara lantang dan penuh wibawa.

Seiring berjalannya upacara, Valerie merasa seolah waktu berjalan begitu lambat. Ia terus berusaha menenangkan diri dan berfokus pada kata-kata pendeta yang membacakan janji suci pernikahan. Elvano, di sisi lain, tampak tenang dan tidak terpengaruh oleh situasi tersebut.

Akhirnya, tiba saatnya bagi mereka berdua untuk saling mengucapkan janji pernikahan. Valerie menatap Elvano dengan mata berkaca-kaca, lalu mulai mengucapkan janjinya dengan suara gemetar, "Aku, Valerie Jovanka, bersumpah di hadapan Tuhan untuk mencintai dan menghormati Elvano Faramond sebagai suamiku, dalam suka dan duka, dalam kekayaan dan kemiskinan, sampai maut memisahkan kita."

Setelah Valerie mengucapkan janjinya, giliran Elvano yang mulai berbicara. Ia menatap mata Valerie dengan tatapan yang dingin dan tajam, lalu berkata, "Aku, Elvano Faramond, bersumpah di hadapan Tuhan untuk mencintai dan menghormati Valerie Jovanka sebagai istriku, dalam suka dan duka, dalam kekayaan dan kemiskinan, sampai maut memisahkan kita."

Mendengar suara Elvano yang begitu tegas dan berwibawa, Valerie merasa seolah ada sesuatu yang muncul dalam hatinya. Mungkin itu harapan, atau mungkin itu keinginan untuk mengenal suaminya lebih dalam. Meski pernikahan ini didasari oleh perjodohan, Valerie ingin percaya bahwa suatu saat nanti, ia dan Elvano akan saling mencintai seperti pasangan suami istri yang bahagia.

Setelah upacara pernikahan usai, mereka berjalan keluar dari gereja menuju tepi pantai untuk melakukan sesi pemotretan. Angin sepoi-sepoi yang bertiup di pantai menambah keindahan suasana, namun Valerie merasa ada sesuatu yang kurang dari momen bahagia ini. Ia mencoba tersenyum, namun hatinya masih terasa kedinginan. Di sisi lain, Elvano tampak tenang dan tidak banyak berekspresi, namun sesekali ia memberikan senyum tipis kepada Valerie yang berusaha mencairkan suasana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status