12.Di balik kematian adikku yang idiotKebakaran "Ya, Allah!" Turun dari motor, aku berlari ke depan rumah yang hangus tak berbentuk. Puing-puing kayu yang masih menyala, sisa bara api dan asap panas yang masih mengepul masih terlihat. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Hanya tangis dan rasa sesak di dada yang kurasa saat ini. Orang-orang masih banyak berkerumun melihat sisa-sisa kebakaran. Mas Beni mendekat dan merangkulku dari belakang. Aku menoleh, mata Mas Beni memandang ke depan, pada bangunan rumah yang sudah habis tak bersisa. "Mas, di mana, Aida?!" Aku berlari memasuki rumahku. Mencari adikku itu. "Aida! Aida!" Masuk ke kamar Aida, tak kutemui siapa pun. Berlari ke kamarku juga kosong. Di mana adikku?! Aku mulai panik. "Ann, tenang, Aida ada di rumahnya Pak RT," Mas Beni tiba-tiba sudah ada di belakangku. "Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?!" Kejarku dengan banyak pertanyaan. Mas Beni tersenyum tipis. "Aida baik-baik saja,"Huh! Syukur lah. Aku baru bisa ber
13.Di balik kematian adikku yang idiotHilangnya satu saksi DugDugDugSuara langkah Bu Salamah memasuki dapur. Aku menahan nafas. Benakku bertanya-tanya, ada apa Bu Salamah ke mari diantar anak buah pak Karto? Langkah Bu Salamah terdengar melewati depan kamarku, selanjutnya seperti memasuki kamar sebelah, yaitu kamarnya Aida. "Tunggu sebentar, Mas," kataku pada Mas Beni. Dengan gerakan cepat dan tanpa suara, aku keluar kamar dan menyelinap masuk ke kamar Aida. Bu Salamah tampak sedang mencari sesuatu di laci meja Aida. "Bu," panggilku pelan. Perempuan itu berbalik, sedikit berjingkat karena kaget melihatku."Mbak Anna!" Seru Bu Salamah. Aku mengangguk kemudian bertanya," cari apa, Bu?" Perempuan tua itu kemudian duduk di tepi tempat tidur Aida. Aku mendekat dan duduk di sampingnya. Sejenak terdiam, tiba-tiba kudengar suara isak tangis. "Bu, kenapa menangis?" Tanyaku sembari berusaha melihat wajah Bu Salamah yang ditutupi dengan tangannya. Bu Salamah menghapus air matanya kemu
14.Di balik kematian adikku yang idiotMenyusun rencana "Iwan!" Aku memanggil lelaki yang sedang asyik mengobrol dengan temannya itu. Lelaki bernama Iwan itu menoleh dan memandangku. "Apa cantik?" Tanyanya. Bibirnya senyam-senyum melihatku. Genit sekali!""Kau kenal adikku?" Aku menatapnya tajam. Dahi Iwan mengerut, bola matanya bergerak kesana-kemari. "Adikmu siapa?" Kedua alis Iwan terangkat ke atas. "Ini!" Kutarik tangan Aida yang berdiri di belakangku. Bisa kulihat wajah Iwan yang terkejut saat melihat Aida. Sedangkan Aida melihat Iwan dengan kepala miring. "Aku tidak mengenal anak idiot ini!" Kata Iwan. Kulihat matanya melihat perut Aida sekilas. "Jangan hina adikku!" Mataku mendelik. Hahaha, Iwan tertawa, temannya juga ikut menertawakan Aida. Brengsek!"Memang dia idiot hahaha, lihat saja mukanya," tunjuk Iwan pada Aida. Seakan lelucon, Iwan dan teman-teman tertawa ngakak. "Ahat, akk, akut," kata Aida sembari bersembunyi di belakang punggungku. Mendadak Iwan menghentik
15.Di balik kematian adikku yang idiotPoV AuthorTenggelamkan!Pria berbadan tegap dan gempal itu melangkah mantap memasuki rumah mewah berlantai tiga. Pria yang akrab disapa Baron itu terus melangkah melewati deretan meja kursi kayu berukir klasik yang memenuhi ruangan. Hingga sampai lah dia di depan pintu sebuah kamar. Pintu kayu jati super berpelitur mengkilap itu dia ketuk. "Masuk!"Suara berat dan serak terdengar dari dalam. Baron mengambil nafas, lalu menghembuskan kasar. Pria berbaju serba hitam itu membuka pintu dan melangkah masuk. Seorang pria tua menunggunya di dalam. Baron berdiri tegak di depan meja yang menghalangi dirinya dengan Karto Dimedjo, lelaki yang selama ini menjadikan dirinya seorang abdi dan dibalasnya dengan kesetiaan. "Apa yang kau dapat?" Karto menatap lurus Baron, orang kepercayaannya. "Gadis idiot itu ... Hamil, Pak."'Huh! Hembusan nafas berat Karto keluar. Masalah yang ditimbulkan anaknya mengusik kehormatan dirinya sebagai orang kaya, terpandang d
16.Di balik kematian adikku yang idiotPengakuan si Bejad PoV Author[Bersiap!] Pesan WA Beni kepada Riko. [Ok]Balas Riko.Beni membuntuti sepeda motor Iwan dengan jarak yang tidak mencurigakan. Rumah pacar Iwan ada di kota, jadi dia harus melewati hutan jati. Beni sedikit curiga kenapa malam Minggu jalanan tidak seramai biasanya. Karena Beni tidak mengetahui, Pak Karto memberlakukan jam malam di desa. Iwan cuek saja mau keluar, dia bebas menolak perintah ayahnya. Jalan hutan jati berkelok-kelok. Di tikungan ke tiga adalah tempat yang paling tepat untuk menjerat Iwan. Tikungan itu gelap, tak ada lampu penerangan dan rerumputan di hutannya rimbun, bisa untuk sembunyi Riko dan Bayu. Dari kejauhan sorot lampu sepeda motor sudah terlihat. Riko dan Bayu bersiap dengan jeratnya. Riko di sisi kanan jalan dan Bayu di sisi kiri jalan, berseberangan. Keduanya saling memegang ujung tali jerat. Motor Iwan semakin dekat, saat yang tepat, Riko dan Bayu bersamaan berdiri dari rimbunnya semak
17.Di balik kematian adikku yang idiotSelamat Jalan, AdikkuAku meraung memeluk tubuh adikku. Kupanggil nama Aida ratusan kali, berharap adikku akan membuka mata dan membalas pelukanku. Air mata mengucur deras dari kedua mata ini hingga bengkak. Dada rasanya bagai ditikam berkali-kali, sakit, sakit banget. "Aidaaaaa!!" Jeritku sekuat tenaga. Kugoyang tubuh Aida yang terkulai, "Bangun, Aida, bangun, huwaaaa," jeritku histeris. Semua orang terdiam. Kupandangi satu-satu manusia di sekelilingku. "Kalian semua pembun*h!" Jeritku. Tanganku menunjuk-nunjuk semua wajah yang tertunduk. Aku mulai kalap, kudatangi satu persatu para tetangga dan warga yang berdiri di ruang tamu rumahku, tempat jasad adikku ditaruh. Kudorong dengan tangan bahu mereka. Tak ada yang melawan, tak ada sepatah kata. Semuanya terdiam menunduk. "Anna, Anna, sudah," Bu RT memeluk tubuhku dari belakang. Kembali aku menangis meraung. Adikku meninggal!Dengan nafas yang tersengal-sengal karena tangis yang mendera, aku
18.Di balik kematian adikku yang idiotBabak kedua kasus Aida Seminggu lebih semenjak kematian Aida. Aku masih belum bisa melupakan. Kenangan tentang adikku hadir di setiap sudut rumah ini. "Akk, pips, pis," Bila tengah malam Aida ingin buang air kecil, dia membangunkan aku dengan bahasa itu. Mengenang Aida membuat perasaanku bagai diaduk-aduk. Kadang tersenyum, tertawa, bahkan menitikkan air mata. "Adikku, kakak kangen," gumamku lirih. Ada perih menyerta saat rasa itu datang, aku rindu Aida ....Aktivitas warga desa sudah kembali seperti semula. Tak ada yang menanyakan tentang Aida, atau bagaimana dia bisa meninggal. Seperti dikomando, semua satu kata, bila Aida meninggal karena bunuh diri. Apalah artinya Aida buat mereka? Adikku hanya lah seorang gadis berkebutuhan khusus, yang ada atau tidak ada, tidak ada artinya buat mereka. Tapi buatku, Aida adalah istimewa. Senyum aida adalah bahagiaku, tawa Aida adalah semangat hidupku. Akan kulakukan apapun untuk Aida, bahkan aku pernah
19.Di balik kematian adikku yang idiotPerempuan yang sama Di rumah terus ternyata membosankan. Selain selalu teringat Aida, dagangan dasterku juga tidak jalan. Sementara hidup terus berjalan, aku butuh uang untuk membiayai hidupku sendiri. Rumahku yang menyendiri dan berjauhan dengan tetangga membuatku seperti terisolasi. Mau keluar-keluar juga nggak ada motor. Sesekali jalan juga sih sama Mas Beni untuk sekedar makan di luar atau menikmati indahnya malam. Apa aku kerja lagi aja, ya? Untuk membunuh sepi. Setidaknya, aku ada kegiatan dari pada cuma tiduran dan makan terus di rumah. Tapi kerja apa? Di kotaku tidak banyak perusahaan atau industri, ini kota kecil, kebanyakan penduduknya bekerja di sawah, ladang dan kebun kopi. Kemarin aja, aku hanya menjadi staff administrasi di sebuah kantor notaris. Huh! Balik lagi ke tempat kerjaku yang dulu aja gimana? Ide bagus sih, aku sudah tahu tugasku dan juga sudah kenal baik dengan karyawan lainnya, nggak perlu adaptasi. Wajah sok galak P