Share

Langkah awal Danu

Penulis: humaidah4455
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-19 09:32:58

POV DANU

Tanpa terasa air mata ini menetes saat ku mengenang kembali kisah hijrahku. Dikamar dengan fasilitas lengkap ini ku bersandar memeluk guling.

Ah,,, apa ini aku 'kan laki-laki tak boleh cengeng.

Azdan Maghrib sayup sayup terdengar. Segera ku bangkit tak terasa lama juga aku bersandar tadi.Aku harus bersiap siap untuk shalat Maghrib.

Ah tapi aku ingin menelpon Zahra dulu ingin bertanya langkah apa yang akan ku ambil. Aku tak boleh buang-buang waktu hari ini sudah masuk dalam hitungan hari untuk memenuhi syarat mahar bidadari ku.

"Aaarrggh," Ku acak rambut melampiaskan kebingungan ini duduk di spring bed.

Aku harus bagaimana dulu? "Telpon nggak. Telpon nggak telpon." Menghitung 5 jariku.

Telpon. Yah aku telpon Zahra saja timbang mati penasaran.

Segera ku raih ponsel yang ada diatas spring bed ku buka pola ponsel kemudian mencari kontak Zahra. Kuhubungi bidadari itu.

"Tut, tuuut." Suara khas telepon tersambung dibalik ponsel .

"Nyambung." Menempatkan ponsel di dekat telinga.

"Tut Tut Tut." Sambungan telepon terputus.

"Kok nggak diangkat si," lirihku gelisah mendera hati kucoba menghubungi lagi.

"Tut tuuuut,"

"Hallo Assalamualaikum,"

"Wa'alaikum salam," jawabku agak gugup.

"Mas, maaf ada apa nelepon sore begini? Ini sudah masuk waktu shalat Maghrib Mas," ucap Zahra di balik ponsel.

"Maaf, Zahra. Ada hal penting yang ingin ku tanyakan," balasku tersenyum ada rasa bahagia saat mendengar suara Zahra lewat sambungan telepon.

"Iya Mas, ada apa silahkan." ucap Zahra suaranya lembut.

"Maksud perkataan tidak boleh dibantu orang lain itu gimana? Apa aku sama sekali tak boleh mendapat bantuan sedikitpun dari orang tua ku dan bantuan dari orang lain? Aku sudah menyiakan waktu sehari ini Zahra," tanyaku sedikit malu.

"Ohh itu. Mas, tak mungkin bila kita hidup tanpa bantuan orang lain," jawab Zahra.

"Lalu?" Aku bingung.

"Mas boleh menerima bantuan sekedarnya dari siapapun selama masih wajar. Bantuan itu sifatnya hanya meringankan Mas. Jadi kalau sekedarnya Mas boleh kok menerima bantuan orang lain siapapun itu, asal Mas jangan bergantung dan mengandalkan bantuan orang lain tanpa berusaha," jelas Zahra.

"Oke Zahra terimakasih. Aku paham. Doakan aku ya bidadari," ucapku lega.

"Sama-sama Mas, ya sudah aku tutup ya, jangan lupa shalat Maghrib, Mas. Assalamualaikum."

"Iya, Wa'alaikum salam."

Tut, Tut, tut. Sambungan telepon putus.

Akhirnya ku dapat titik terang setelah menelepon Zahra.

Oke tunggulah Zahra akan ku buktikan bahwa aku bersungguh sungguh menjalani semua ini. Semoga Allah meridhoi jalan ku.

Besok aku akan bergerak cepat memulai misiku tapi sekarang sebaiknya aku harus shalat Maghrib dulu.

Aku segera menuju kamar mandi yang ada di kamar ini, badanku lengket. Aku mandi lalu berwudhu.

Kemudian keluar kamar mandi dan gegas ganti baju untuk siap-siap Shalat Maghrib.

Meskipun bacaan shalat ku masih belum lancar aku yakin Allah maha Pengasih, lagi Maha Penyayang yang penting tetap berusaha menjalani semua ini dengan Istiqomah.

Ku gelar sajadah biru bermotif bordiran gambar Ka'bah hendak mendirikan shalat sebisaku.

Selesai shalat duduk sejenak berzikir sebisaku dan berdoa.

Dalam do'a ini ku minta ampunan kepada Allah atas semua kesalahan di masa lalu juga memohon dikuatkan menjalani hijrah ini tak lupa ku memohon agar mama mau merestui aku dan Zahra untuk bersatu meskipun aku harus melakoni syarat yang sulit di akhir do'a ku memohon ampunan atas semua kesalahan mama dan papa.

Aku masih duduk di atas sajadah biru ini mengakhiri doa ku mengusap kedua telapak tangan kewajah sambil berucap "Amin"

"Ceklek!"

Pintu kamar dibuka, ku toleh ternyata mama yang membuka pintu.

Mama berjalan menghampiriku dengan raut muka yang sulit kupahami. Sedih, marah, senang. Entah aku tak tahu.

Mama berdiri tepat di samping sajadahku.

"Danu, kamu shalat?" lirih Mama badannya kini luruh kelantai duduk menatapku tak percaya.

"Iya, Ma," lirihku melempar senyum kemudian meraih tangan mama kucium dengan lembut. Hal yang sudah lama tidak ku lakukan seingatku terakhir kali mencium tangan mama saat lebaran idul Fitri kemarin.

Mama kelihatan senang saat ku cium tanganya.

"Danu, sejak kapan kamu shalat?" tanya mama kini kami berhadapan.

"Sejak aku hijrah Ma. Aku menemukan ketenangan dalam shalat Ma," ungkapku padanya.

"Hijrah? Apa itu hijrah Danu?" tanya Mama. Kini mama lebih bersahabat dengan ku suaranya pun lembut tak seperti tadi siang saat dalam perjalanan pulang, berdebat dengan papa dan marah sepanjang perjalanan.

Ku tersenyum menggenggam tangan mama ku jelaskan pada Mama makna hijrah sesuai pemahaman ku. "Hijrah itu berubah menjadi lebih baik Ma. Seperti yang ku lakukan sekarang ini shalat."

"Sejak kapan kamu hijrah?" tanya mama lagi satu persatu pertanyaan mama bermunculan.

"Setelah aku mengenal Zahra dan jatuh cinta kepadanya Ma," aku tertunduk dihadapan mama.

"Zahra?" tanya mama lagi.

Tangan mama masih ku genggam.

"Iya Ma," lirihku.

Mama bertanya terus menerus hingga akhirnya ku ceritakan saja kisah hijrahku kepada mama. Mama mendengarkan dengan seksama hingga terlihat sudut matanya berair.

"Ma, mama menangis? Maafkan Danu Ma?" lirihku pada Mama sambil menciumi tangan mama masih ku genggam.

"Maaf, untuk apa Danu," lirih Mama terisak.

Ku usap lembut air mata yang menetes di pipi Mama.

"Danu tidak menurut pada Mama dengan nekat melanjutkan hal yang menurut mama gila dan memalukan," tuturku lirih.

"Danu mohon, Ma. Restuilah Danu," pintaku menghiba.

"Tapi Danu mama lebih menderita melihat anak mama susah," ungkap mama lirih.

"Ma, Danu mencintai Zahra karena Allah, Ma," ungkapku lirih. "Danu tak bisa hidup tanpa Zahra, Ma," ungkapku lagi.

Mama diam entah apa yang beliau fikirkan.

"Danu, kau sanggup, Nak?" tanya Mama.

"Jika mama merestui dan meridhoi, insyaallah Danu pasti sanggup menjalani semua ini, Ma," rayuku pada Mama.

Mama diam lagi memejamkan mata wajahnya menghadap langit-langit kamar.

"Yah, jika kamu sanggup..., Mama akan merestui mu," ucap mama tersenyum mengusap pipiku.

Aku sungguh terkejut mendengar ucapan mama barusan. Hatiku bahagia sekali.

"Benarkah, Ma?" tanyaku tak percaya. Mencoba mencari kebohongan di mata mama. Ah, tak terlihat.

Mama mengangguk kemudian memelukku erat.

Aku berhambur menangis bahagia karena mendapat restu dari Mama. Semangatku pun berkobar.

"Jika kamu benar-benar mencintai Zahra jangan menyerah, Danu," ucap mama kini mendukungku.

Ku lepas pelukan mama kuciumi tangan dan pipi Mama.

"Terimakasih, Ma. Terimakasih." Ku hapus air mata ini. Laki-laki kok nangis cengeng. Aku pun tertawa bahagia.

Kemudian menuntun mama untuk berdiri dan menduduk kan mama di spring bed.

Aku melipat sajadah kemudian meletakkan diatas meja.

"Danu kenapa tak memberitahu mama hal ini lebih awal?" tanya mama menatapku yang kini duduk disampingnya.

"Maafkan Danu, Ma. Sebenarnya Danu ingin cerita tapi mama sibuk terus," ungkapku menggenggam tangan mama dan duduk disampingnya.

"Apakah papa mu tau kalau kamu hijrah?" selidik mama.

Aku menggeleng sambil tersenyum penuh kemenangan.

Mama mengusap kepalaku hal yang jarang sekali dilakukannya.

"Anak mama sudah besar sudah pandai memilih mana yang baik mana yang buruk," puji mama mengusap lembut kepalaku.

"Semua ini kudapat berkat mengenal Zahra, Ma. Dia berhasil mengalihkan duniaku," ungkapku.

"Papamu, tak salah pilih menjodohkan mu dengan Zahra. Kamu jadi lebih baik," tutur mama menyudahi usapannya.

"Papamu seperti sudah mengenal lama Keluarga mereka, kalau tidak rasanya tak mungkin dia kekeh menjodohkan mu," ungkap mama.

"Pak Rojali itu sahabat lama papa, Ma. Masa mama nggak tau?" tanyaku aneh.

"Mama nggak tau, Danu. Papamu nggak pernah cerita kalau bersahabat dengan pak Rojali." Mama menatapku penuh tanya.

Oh, rupanya papa merahasiakan semua ini. Pantas saja mama tadi terlihat bingung dan terkesan sombong saat melamar Zahra.

"Aku dan papa bertemu Zahra kurang lebih satu bulan yang lalu, Ma. Kita bertemu di sebuah restoran di pasar dekat tempat tinggal Zahra, Ma."

"Kalian janjian?" tanya mama lagi.

"Iya, Ma. Awalnya Danu menolak sih, Ma. Tapi papa maksa," ungkap ku kini kami berhadapan.

"Eh, setelah ketemu Zahra aku kepincut, Ma. Zahra itu beda banget dengan wanita yang lain. Apa lagi sama Hany kaya bumi sama langit, Ma," ungkapku mengenang pertemuan sebulan yang lalu.

"Iya, Danu. Zahra memang berbeda dengan Hany. Bahkan tadi saat mama tawarkan mahar lain dia kekeh menolak," balas mama ada senyum di wajahnya kini.

"Zahra juga bijaksana, lho, Ma." Aku manggenggam tangan mama.

"Bijaksana?"

"Iya, Ma. Tadi sebelum shalat Maghrib aku telpon Zahra nanyain tentang kalimatnya 'Tanpa bantuan orang lain' itu," ucapku sambil melepas genggaman tanganku.

"Terus?" Mama sepertinya penasaran.

"Kata Zahra, hidup tanpa bantuan orang lain itu mustahil. Jadi Danu boleh mendapat bantuan tapi sekedarnya, nggak boleh bergantung. Kata Zahra bantuan itu hanya meringankan saja." Kini ku berbaring meletakkan kepalaku di paha mama.

"Serius Zahra bilang begitu?" Mama mengusap lembut rambutku yang masih basah.

"Iya, Ma." Aku terpejam menikmati usapan lembut mama.

"Terus apa rencana mu selanjutnya?" Mama menghentikan usapannya.

"Besok rencananya aku mau mulai cari lahan untuk menanam padi, Ma. Akan ku ajak Roby sama Aryo buat nemenin aku."

"Sekarang aku mau istirahat dulu buat besok. Waktu ku semakin sedikit, Ma."

"Mau cari lahan kemana?" Mama mencubit hidungku.

"Aaaaw, sakit, Ma." Aku meringis mama nyubitnya niat banget.

"Kamu itu bikin Mama gemas," ucap mama mengusap hidungku.

"Tapi jangan dicubit gini dong, Ma. Nanti kalo hidungku berubah, Zahra bisa pangling." Ku usap hidungku. Sakit juga cubitan mama.

"Kalau dia mencintaimu, dia pasti bisa menerima kamu apa adanya." Kini gantian telingaku ditarik sedikit.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Pelajaran berharga

    Mau tak mau Danu harus menimba air sumur untuk mengisi bak mandinya. Beberapa kali ia menimba air membuatnya berkeringat, maklum saja dia tak pernah susah selama ini. Usai mengisi bak air, Danu beristirahat sejenak sambil mengusap peluh yang mengucur di dahinya. "Capek nya ngisi bak air mandi. Coba aja di kamar mandi kamarku, tinggal puter langsung mancur," keluhnya lirih. Ia duduk sejenak di teras dapur sambil melepas kaosnya. Danu berpikir sejenak. "Baju ini kalo kotor mau nggak mau, aku yang nyuci juga," pikirnya. Danu menepuk jidatnya. "Sib, nasib! Gini amat sih, mana semuanya masih manual," gerutunya dalam hati. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dari belakang. "Katanya mau mandi, kok masih duduk disini?" Suara Pak Husen mengejutkan Danu. Ia spontan menoleh. "Eh, Bapak. Kaget saya." Danu mengusap dadanya yang putih mulus. "Kenapa belum mandi juga?" "Anu, Pak ... saya istirahat dulu, capek nimba air," ungkap Danu nyengir kuda. Pak Husen tertawa mendengar ungkapan Danu.

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Demi kamu, Zahra

    "Ayo masuk, Mas Danu," ajak Pak Husen. "Baik, Pakde, Simbah," Danu bingung hendak memangil dengan sebutan apa. Pak Husen menyunggingkan senyuman lalu menepuk pundak Danu. "Le, nggak usah takut, gugup, ataupun bingung. Panggil saya Bapak, atau Pak'e dan istri saya panggil saja Simbok atau Mbok'e, karena mulai hari ini, kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami disini." Laki-laki setengah abad itu berbicara dengan santai dan mantap, penuh karismatik. "Le, ayo barang-barangnya dibawa masuk ke kamarmu, sudah Simbok siapkan," Ibu Aminah keluar memanggil Danu. Danu menoleh kepada ibu Aminah, wanita berbusana khas Jawa itu berusaha menarik koper Danu, namun Danu langsung refleks membantunya. "Biar saya aja, Mbok ... ini berat," ucap Danu meraih kopernya. Pak Husen menatap istrinya dan pemuda kota itu sambil mesem ngguyu. Danu dan Ibu Aminah berjalan menuju sebuah kamar yang sudah dipersiapkan oleh ibu Aminah. "Ini kamarmu, Le. Bajunya bisa dimasukkan ke lemari sini," ucap wanita it

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jadi anak desa

    Danu masih bertanya-tanya mengapa Pak tua, dihadapannya ini seperti bisa melihat masadepan. Sepertinya beliau bukan orang sembarangan. "Tidak usah bingung. Ayo istirahat lagi." Pak Husen bangkit dari duduknya lantas berlalu meninggalkan Danu. Danu termenung menelaah setiap ucapan laki-laki setengah abad itu. "Ah, sudahlah. Mungkin memang beliau punya kelebihan. Lebih baik aku tidur saja." Danu memutuskan untuk tidur lagi. ***Adzan Subuh berkumandang, Danu terbangun dari istirahat malamnya, ia segera menuju kamar mandi yang terletak diluar rumah. Suasana masih gelap, lagi-lagi Danu harus menimba air. "Sudah bangun, Mas," Suara wanita mengejutkan Danu. Danu berjingkat mendengar suara itu. "Eh, Ibu. Iya, saya sudah bangun. Mau solat subuh," ucap Danu kepada wanita itu. Ia membawa sebuah periuk berisi beras. Ia menunggu Danu selesai menimba air, lantas iapun menimba air hendak mencuci beras. Danu mengamati kegiatan bundenya Pak Kasno itu sambil berwudhu. Pak Husen datang dari ar

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jungkir balik dunia Danu

    Adzan Maghrib berkumandang. Lagi, Danu meminta menepi lagi di sebuah masjid dan menunaikan shalat berjamaah. Usai shalat Danu berdo'a. "Ya Allah, kumohon, berilah aku kemudahan untuk menjalani semua ini, bimbinglah aku menuju apa yang ingin ku capai, tuntun aku dalam menjalani semua ini, hanya kepadaMu aku memohon pertolongan." Danu khusyu sekali berdo'a. Pak Kasno dan Papanya menunggu Danu selesai berdo'a, lalu mereka melanjutkan lagi perjalanan mereka. Perut keroncongan membuat mereka menepi kembali mencari tempat istirahat dan makan malam di sebuah warung kaki lima. Pak Herlambang tak kikuk saat diajak makan di kaki lima, benar-benar sosok yang patut di contoh. Penampilan Pak Herlambang yang sederhana, meskipun ia bisa dibilang sultan, namun ia tak malu ataupun gengsi makan di kaki lima. "Masih jauh enggak, Pak?" Danu bertanya perihal jarak yang hendak ditempuh sesaat usai menikmati santap malam."Mungkin sekitar jam sembilan malam, kita baru sampai, Den." Pak Kasno menjawab sam

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta B

    Sementara itu, Pak Herlambang dan Danu masing-masing menyiapkan diri. Danu bersiap dengan apa-apa yang ia perlukan. Sementara itu, papanya menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada pakdenya Pak Kasno. Danu menghampiri Bi Surti yang sedang menyiapkan baju-baju nya dikamar."Bi, banyakin celana pendek, sama kaos, ya," pinta Danu. "Iya, Den. Tapi kenapa harus bawa baju jelek si, Den? Emang mau nggarap proyek apa selama 3 bulan?" Bi Surti yang penasaran akhirnya bertanya. "Nggarap proyek cinta, Bi." Danu terkekeh sendiri. "Proyek Cinta? Apa ada?" Bi Surti bermain dengan pikirannya sendiri. Danu membawa serta gitar kesayangannya, tak lupa ia membawa perlengkapan yang ia butuhkan. Setelah semua baju dan perlengkapan terkemas rapi, Danu segera menggiring kopernya turun kelantai bawah, Bi Surti mengekor dibelakang Danu. "Bi, jangan bilang-bilang sama mama, ya ... kalo saya pergi selama tiga bulan," ucap Danu berpesan kepada ART-nya. "Beres, Den. Aman pokonya. Yang penting Ad

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta A

    Danu menghentikan suapan makan siangnya lalu meraih gelas berisi air mineral. "Masa harus ganti hape segala, Pak?" Danu setengah protes. Pak Kasno menghela nafas lalu menjelaskan alasannya. "Begini, Den, di desa tempat tinggal pakde saya itu, rata-rata pemuda-pemudi nya dari kalangan menengah kebawah. Nah, kalo mereka lihat pemuda seperti Aden, wah bisa jadi Aden nggak bakalan jadi nanem padi, Aden jadi selebriti dadakan di kampung." Pak Kasno memberi penjelasan. "Kenapa bisa begitu, Pak?" Danu penasaran tentang keterangan Pak Kasno. "Mungkin yang pak Kasno maksud itu sebaiknya kamu menyamar menjadi umumnya seperti muda-mudi di kampung itu," Pak Herlambang ikut menjelaskan sambil mengupas jeruk untuk cuci mulut. Danu hening, berpikir sejenak. "Hem, jungkir balik beneran ini mah. Tapi mau gimana lagi, demi Zahra," batin Danu. "Okelah kalo begitu. Nanti kita sambil berangkat ke desa pakdenya Pak Kasno sambil beli ponsel baru saja, sekalian ganti nomor juga, biar aku tenang. Soal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status