Jaka adalah remaja biasa, seperti halnya anak laki-laki lain seusianya. Perceraian orang tuanya membuat hari-harinya dipenuhi dengan rasa kesepian dan keheningan. Hingga suatu hari, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawanya. Bingung dan kehilangan arah, jiwa Jaka terperangkap di sebuah persimpangan antara dunia orang hidup dan kematian. Namun, Azrael - Sang Malaikat Kematian, menyampaikan bahwa Jaka belum bisa melewati gerbang akhirat karena masih ada satu keinginan duniawi yang belum terselesaikan dan menahan jiwanya. Dalam perjalanannya untuk menyelesaikan urusan yang tertinggal, Jaka bertemu dengan teman-teman tak terduga — Dimas, Sisil, Briga, dan Awan — masing-masing dengan cerita, luka, dan kekuatan mereka sendiri. Akankah Jaka akhirnya mampu memasuki pintu akhirat dengan bantuan teman-temannya? Atau haruskah ia terjebak selamanya di antara batas kehidupan dan kematian?
View MoreJaka bukan lah seorang remaja yang dikenal banyak orang. Bukan pula seorang remaja yang akan kamu cari di tengah keramaian. Jaka hanyalah bayangan yang lewat di lorong sekolah atau suara pelan yang terabaikan di ruang kelas. Sejak kecil, ia terbiasa dengan kesepian. Bukan karena dia menginginkannya tapi karena dunia seolah sudah memilihnya untuk menjalaninya.
Kedua orang tuanya pernah terlihat bahagia atau setidaknya begitulah yang diceritakan oleh orang-orang. Walau sepengetahuannya, ia tak pernah benar-benar tahu bagaimana rasanya hidup di rumah yang penuh kasih. Sejak usianya cukup untuk memahami kehidupan orang dewasa, ia hanya dapat melihat pertengkaran, teriakan, suara piring atau gelas yang memecahkan atau suara pintu yang ditutup dengan sangat keras. Ayahnya sudah tidak tinggal serumah disana, ayahnya pergi meninggalkan Jaka saat ia masih duduk di bangku SMP dan tak pernah benar-benar kembali. Ayahnya memilih kehidupan yang penuh dengan kenikmatan dunia, yaitu perempuan LC, alkohol dan dunia malam.
Ibunya?
Ibunya tetap tinggal bersamanya, namun tidak seutuhnya, karena kehadirannya hanya bersifat fisik dan formalitas semata. Tubuhnya ada di dalam rumah saat hari sudah hampir pagi, pikiran hanya dipenuhi oleh urusan di kantor dan sisanya habis oleh rasa lelah.
Jaka terbiasa menyiapkan makanannya sendiri. Merayakan ulang tahunnya sendiri. Mengerjakan tugas rumah sendiri dan menangis pun sendiri, itupun kalau menangis masih bisa dianggap sebagai pilihan. Ia tumbuh dengan tangki cinta yang kosong. Di sekolah, anak-anak lain melihatnya sebagai sasaran empuk pelampisan. Tubuh Jaka kurus, suaranya pelan lembut dan matanya selalu tampak sayu. Mereka sering mendorong Jaka saat di kantin, menyembunyikan bukunya, mengejek bajunya yang lusuh dan bahkan menjadi pelampiasan kemarahan teman – temannya tanpa sebab. Guru-guru sekolahya menutup mata, mungkin karena orang tua yang lain memiliki gelar lebih tinggi atau mungkin karena Jaka terlalu tidak penting.
Hingga malam itu tiba.
Langit mendung seperti sedang menahan sesuatu yang seharusnya keluar. Kota kecil tempat Jaka tinggal tampak lengang dan udara membawa bau tanah yang lembap. Malam itu seperti biasanya, Ibunya belum pulang dari kantor dan ia tak berharap apa-apa. Ia berdiri sambil mengambil jaket tipis dan kunci motor tua warisan kakeknya yang sudah lama meninggal. Ia menyalakan mesin motor itu dan melaju ke jalanan gelap kota yang sudah tak asing lagi baginya.
Angin malam mencambuk wajahnya yang tampak seperti kelopak mawar yang mekar dengan warna kuning keemasan yang lembut. Matanya terbuka lebar dan tampak menantang dingin, seolah berharap ada sesuatu yang cukup kuat untuk menghentikannya. Ia memacu motornya lebih kencang, hingga memasuki jalan yang dikenal orang-orang sebagai 'Ujung Mati'. Itu adalah sebuah jalan sempit yang tak terurus dan merupakan jalan panjang dengan kegelapan tanpa henti. Di atasnya berdiri sebuah rumah kosong yang besar dan megah, namun tampak nuansa gelap seperti tengkorak tua yang mengintip dari balik gelap.
Orang-orang bilang rumah itu adalah rumah berhantu. Rumah itu telah lama terbengkalai karena penghuni rumah itu telah meninggal dan tak menyisakan ahli waris. Tapi Jaka tak peduli akan hal itu.
Hantu pun mungkin bisa menjadi teman yang lebih baik dari manusia.
Lampu motornya menerobos kabut tipis yang mulai turun. Roda berdecit saat tikungan datang terlalu cepat. Ia mengerem secara tiba-tiba, namun terlambat.
Motornya slip.
Segalanya terasa pelan menjadi. Jaka sempat melihat sebuah cahaya atau mungkin hanya lampu motornya yang berputar melayang di udara. Tubuhnya menghantam lapisan aspal jalan bersamaan dengan kepalanya yang membentur sangat keras. Dunia menjadi senyap. Tak ada suara. Tak ada rasa sakit.
Hanya dinginnya angin malam.
Dan sesaat sebelum matanya benar-benar tertutup, ia melihat pintu rumah itu terbuka perlahan. Seolah-olah ada seorang yang sedang menyambut.
Jaka dinyatakan meninggal di tempat.
Tapi untungnya, cerita ini baru saja dimulai.
Jaka mencoba membuka matanya. Pandangannya masih buram seperti habis bangun dari tidur yang sangat panjang. Tapi ini bukan tempat tidur, bukan kamar dan jelas bukan rumahnya. Ia mendapati dirinya berada di pinggir jalan sempit yang ia tahu benar itu adalah jalan 'Ujung Mati'.
Udara malam terasa sangat dingin dan menusuk, namun Jaka merasa aneh pada tubuhnya. Terasa ringan. Ringan seperti baru menyelesaikan puasa seminggu tanpa sahur.
Ia mencoba bangkit perlahan.
“Aku… jatuh ya?” gumamnya.
Ia menatap sekelilingnya.
Tak ada motor.
Tak ada jejak rem.
Tak ada warga yang mengerumuni.
Hanya dirinya sendiri yang berdiri di tengah jalan yang sunyi dan gelap itu. Tampak bayangan pohon menari di tiup angin dan rumah kosong itu berdiri mematung dengan pintu yang sedikit terbuka seperti mengintip dari celah dunia lain.
"Mana motorku…? Kok sepi amat... Bukannya tadi aku jatuh ya?" gumamnya.
Ia memukul-nepuk dirinya sendiri, mencoba untuk memastikan apakah ia masih hidup. Rasanya seperti masih hidup, meski agak terasa ringan.
Lalu, Jaka mendengar suara motor dari jarak jauh yang mulai mendekat. Cahaya motor muncul di ujung tikungan, lampu motor itu menyinari kabut tipis yang mulai turun. Jaka langsung sumringah.
"Wah! Ada orang! Ya, aku bisa minta tolong!"
Ia berdiri dan menggerakkan tangannya dengan semangat.
"Mas! Mas! Tolong! Saya…."
Bukannya berhenti, namun pengendara motor itu malah tancap gas lebih kencang seolah baru melihat penampakan. Padahal hanya ada Jaka disana. Apalagi helmnya hampir saja lepas karena ngebut mendadak.
Motor itu melintas begitu cepat di samping Jaka, hingga nyaris menyenggolnya.
"Lah! Lah! Lah! Kok kabur sih?!" Jaka kesal. Ia mengangkat tangan ke langit seperti protes ke sutradara semesta. "Mas! Aku bukan jambret, sumpah!"
Dia dibuat. Lalu menatap jalan lagi.
“Oke. Kali ini aku harus lebih tegas.”
Jaka berjalan ke tengah jalan. Ia berdiri tepat di tempat yang kira-kira membuat pengendara tak punya pilihan selain berhenti. Ia bersiap – siap seolah hendak perang maju. Suara motor lain mulai terdengar lagi. Suara knalpot dengan nada pelan, seolah pengendara itu sedang waspada.
Lampu motor perlahan mendekat dan mulai tampak seorang pria muda dengan menggunakan jaket ojek online. Laju motornya mulai melambat lalu berhenti tepat di depan Jaka.
“Akhirnya…!” gumam Jaka dengan lega.
Tapi sebelum Jaka sempat bicara, mata si pengendara motor membesar seolah ingin lepas dari kelopaknya.
"AAAKKKKKKKKKHHH!! SETAAAAAAAANNN!!"
Tanpa pikir panjang, laki-laki itu turun dari motor dan kabur ke semak-semak sambil menjerit seperti penonton sinetron kesurupan.
"Tolong! Ada hantu berdiri di jalan! Bismillah! BISMILLAAAH!!"
Tubuh pengendara itu dalam hitungan detik menghilang dan motornya ditinggalkan begitu saja dengan mesin yang masih menyala.
Jaka melongo.
"Hantu? Mana? Mana hantu?! Aku juga takut, mas!"
Ia melirik ke kanan lalu ke kiri. Tapi tak ada siapa-siapa disana kecuali dia seorang, ditemani angin dan suara – suara jangkrik. Tenang, merambat ke dalam diri Jaka.
Ia menoleh ke arah motor yang ditinggalkan laki-laki itu. Dengan ragu, ia mulai mendekat dan mengintip ke kaca spion di sisi kanan.
Tidak ada pantulan.
Ia memicingkan mata lalu pindah ke kaca spion yang kiri.
Masih nihil.
“Waduh…”
Ia menyentuh wajahnya lalu melambai ke kaca spion. Tapi tetap saja, kaca itu hanya memantulkan kabut dan pohon-pohon yang ada di belakangnya.
Wajah Jaka tidak muncul di pantulan kaca spion itu. Ia bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri.
"JANGAN-JANGAN..."
“...AKU...HANTUNYA DIRIKU SENDIRI?!” ucap dengan wajah bingung dan tidak percaya.
Dan dalam detik - detik berikutnya, dunia Jaka seakan berputar. Mulutnya menganga dan tangan terbuka seperti orang yang melihat nilai ujian 0 padahal yakin benar.
Lalu...
BLEG!
Jaka pingsan ditempat. Tergeletak di jalan dengan posisi aneh yaitu posisi tangan satu terbuka ke atas dan satu lagi menutupi wajah. Seperti sedang mencoba menyangkal kenyataan bahwa…
Ya….
Dia sekarang adalahmakhluk halus. Halus tapi tetap bisa emosi.
Seekor kucing pembohong yang lewat, berhenti sejenak di samping tubuh Jaka. Memandangnya dengan mengompreskan malas-malasan khas kucing jalanan lalu mengeong sekali dan pelan, seperti berkata,
"Hantu newbie ya? Biasa, banyak yang gitu awalnya."
***
Sore itu, cahaya jingga menembus kaca buram di rumah tua peninggalan orang tua Dimas. Jaka duduk di atas sofa butut warisan zaman kolonial yang entah kenapa masih ada di ruang tamu rumah Dimas. Kakinya disilangkan, tangan bersedekap di dada, gayanya benar-benar seperti juragan kontrakan.“Mas, rumah sebesar ini isinya cuma kita aja. Enak juga ya hidup jadi hantu elite,” kata Jaka sambil menggeliat malas.Dimas berdiri di depan jendela, hanya diam. Tubuh jangkungnya membentuk siluet unik di balik kain penutup jendela yang goyang perlahan.“Eh, kamu kenapa? Dari tadi ngetem di jendela mulu. Nungguin gojek?” tanya Jaka sambil melirik.Dimas tidak langsung jawab. Tangannya berada didalam saku dan matanya yang kosong menatap halaman depan yang tampak sepi.“Aku kepikiran sesuatu,” katanya akhirnya. “Soal kamu.”
Langkah Jaka dan Dimas menyusuri lorong pasar kali ini terasa berat. Tidak ada lagi semangat dan tidak ada lagi harapan. Sorotan kerlap kerlip lampu yang memanjang di market hantu, tidak lagi terasa hangat dan menyemangatkan. Yang tersisa hanya perasaan hampa di dada Jaka.“Sepatu terakhir, katanya…” gumam Jaka sambil menunduk. “Terakhir buat dia. Bukan buat aku...”Dimas mengangguk pelan sambil ikut termenung.“Tapi kamu sudah membuat arwahnya tenang dengan masuk akhirat, Jak. Itu sebuah prestasi yang luar biasa.”Jaka hanya mengangkat bahu.“Ya, tapi aku? Masih di sini. Masih... bergentayangan.”Mereka terus berjalan putusasa, melewati toko-toko aneh yang menjual barang-barang absurd seperti sisir rambut dari bayi tuyul, termos yang bisa membeli mimpi, sampai kacamata untuk
Di tengah hiruk pikuk pasar hantu, Jaka terduduk lesu di depan toko. Tatapannya masih tertuju pada sepatu merah bata dengan garis hitam itu yang barusan telah terjual oleh hantu pemain futsal.Dimas berdiri di samping Jaka sambil menghela napas karena menyaksikan sesosok hantu yang putusasa oleh keadaan“Ya udah, Jak. Memang bukan rejeki kamu…”Lalu langkah ringan terdengar mendekati Jaka. Jaka mendongak ke arah suara itu. Hantu pemain futsal, kini berdiri tak jauh dari Jaka sambil memeluk kotak sepatu di dadanya. Wajahnya bingung dan sedikit bimbang, lalu mengusap ujung kotak itu pelan.“Kamu ingin sepatu ini?” tanya hantu pemain futsal itu.Jaka hanya menganggukkan kepalanya, memberitanda bahwa ia menginginkan itu.“Waktu dengar kamu merengek... aku te
Atas petunjuk dari mamak Gombel, Dimas, Jaka dan mbak Kunti melanjutkan perjalannya menuju toko sepatu itu. Sepanjang lorong-lorong pasar yang aneh itu, mereka melewati banyak hal yang absurd, seperti ada lapak yang menjual topi dari rambut stress yang diambil langsung dari rambut para orang gila di rumah sakit jiwa, kios parfum dengan nama ‘Aroma Mantan’ dan pedagang kaki lima yang berjualan sandal jepit bekas tabrakan.Setelah melewati gang berkelok - kelok yang makin malam makin gelap, akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan besar berbentuk sepatu raksasa. Di atas pintunya terdapat plang dengan neon berkedip-kedip bertuliskan:TOKO TAPAK AKHIR – Semua Sepatu Untuk Langkah TerakhirmuBegitu masuk, mereka semua melongo melihat bagian dalam toko itu. Toko itu ternyata sangat luas, disana berisi rak-rak sepatu yang membentang panjang sampai langit ke-tujuh. Ada sepatu dari berbagai jenis dan berbagai b
Begitu kata ‘sepatu’ keluar dari mulut Mbak Kunti, Dimas langsung membelalak lalu menjentikkan jari seperti baru bertemu pencerahan hidup.“Berarti misi kita jelas. Cari sepatu...”“Tapi harus cari dimana? Sepatu itukan udah rusak?” tanya Jaka sedikit sedih."Market Hantu!" seru Dimas dramatis dengan tangan yang menunjuk ke langit malam yang mendadak ada efek petir, padahal nggak ada awan.Jaka mengerutkan dahi. "Market apaan?""Market Hantu, bro. Surga belanjanya makhluk astral. Di sana semua ada, mulai dari barang, kenangan, sampai keinginan yang belum kesampaian."Belum sempat Jaka bertanya, terdengar suara klakson aneh dari kejauhan. Bunyinya seperti perpaduan suara kucing kawin, kentongan ronda dan sirene ambulans. Dari balik kabut, mun
Malam turun seperti tirai tebal yang menutupi cahaya sang mentari. Pohon-pohon di pinggir aspal tampak berdiri kaku, seperti saksi bisu yang tidak mau ikut campur. Lampu jalan berkelip pelan lalu padam satu- persatu, seakan malu menatap dunia arwah yang mulai beraktivitas.Di antara gelap dan dingin, dua sosok duduk di atas genting, yang entah kenapa masih utuh meskipun sudah berusia puluhan tahun.“Aku berpikir,” kata Dimas pelan.Suaranya terdengar berat tapi santai, seperti guru olahraga yang santuy setelah ngopi.“Kalau kamu masih tersangkut di sini, berarti ada sesuatu yang belum selesai saat kamu di dunia. Biasanya itu adalah sebuah keinginan.”Jaka menyandarkan diri ke dinding depan lantai dua, sambil menatap jalan tempat tubuhnya dulu terguling.“Keingi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments