Badai petir kembali melanda kota Chicago malam itu. Kilat menyambar-nyambar di langit membuat para penduduk kota itu yang masih berada di luar rumah segera pulang atau memilih untuk tetap berada di dalam gedung tempat mereka bekerja.Pihak perusahaan listrik kota Chicago memilih untuk mematikan aliran listrik di beberapa tempat bertegangan tinggi untuk menghindari konsleting yang akan mengakibatkan kebakaran. Hal itu membuat hampir seluruh kota diliputi kegelapan, hanya beberapa tempat yang memang memiliki power suply mandiri yang masih dapat menjaga terang bersinar di tempat mereka.Tepat ketika lampu dipadamkan di penthouse tempat tinggalnya yang berlantai 50 itu, Rayden menggendong tubuh ramping itu sekali lagi menuju ke atas ranjangnya sendiri. Wanita itu belum sadarkan diri dari efek chloroform yang terhirup di parkiran United Center.Tanpa kata dalam remang-remang cahaya di kamarnya yang hanya diterangi oleh kilat-kilat petir yang menyambar di langit, pria itu dengan perlahan me
"Aku memiliki tugas baru untukmu. Ambil informasi data saksi kasus Henry, kurasa kolegamu yang mengurus kasus itu telah mendapatkannya secara lengkap dari Emily Carter. Kirimkan kepadaku agar aku bisa segera membersihkan kotoran yang ingin mencoreng nama baik Henry," ujar suara laki-laki di sambungan ponsel pintar salah satu pejabat tinggi Kepolisian Chicago itu."Baik, Tuan segera kulaksanakan!" jawabnya lalu mematikan sambungan telepon itu. Sebuah helaan napas panjang meluncur dari mulutnya lebih karena nuraninya mulai terusik. Korban-korban tak bersalah harus berguguran seiring berjalannya penyelidikan kasus kejahatan kerah putih yang dilakukan oleh putera Senator Gordon Crawford. Dia salah satu penyebabnya secara tidak langsung, sedikit saja informasi rahasia bocor menimbulkan efek domino yang besar.Kini ia tak dapat lagi mengelak dari perintah lain yang tentunya akan membahayakan saksi-saksi lain kasus Henry Crawford siapa pun itu.Dengan langkah biasa yang tampak normal tegap
"TING TONG." Bel pintu itu ditekan sekali dan penyewa unit apartment exclusive itu berlari-lari kecil membukakan pintu untuk tamunya.Sesosok pria tampan dengan penampilan setelan jas necis berdiri di depan pintu membawakan wanita itu sebuah karangan bunga mawar merah segar. "Untuk wanita tercantik di hadapanku malam ini," ucap Henry Crawford kepada Erina Marie Larson."Ohh ... mawarnya indah sekali, Henry! Terima kasih. Masuklah," respon wanita itu bernada antusias. Dia menyunggingkan senyum manisnya dan menepi untuk memberi jalan masuk tamunya ke dalam unit apartmentnya.Pria muda itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang ditata sesuai selera pemiliknya, elegan dan soft. Wallpaper warna merah muda pastel, lampu dengan pencahayaan kuning redup. Aroma pengharum ruangan yang bercita rasa lavender lembut. Henry menghargainya."Aku sudah menyiapkan hidangan makan malam spesial untuk kita, Henry. Kuharap kau akan suka. Ayo duduklah, Sayang!" ajak Erina mempersilakan Henry un
"WAAAAAAAAAA!" Jeritan histeris Melisa Jonah saat ia menemukan mayat wanita di trotoar lintasan joggingnya. Kepala mayat wanita tak dikenal itu pecah dengan otak terburai di semen keras trotoar membuat perut Melisa bergolak dan mual-mual. Orang-orang yang mendengar teriakannya mulai berdatangan mendekat ke tempat itu. Untungnya ada orang yang berinisiatif melapor ke 911 agar mengirim petugas kepolisian mengurus mayat wanita yang tampak mengenaskan itu.Dalam hitungan menit, bunyi sirine mobil dinas polisi dan ambulans beriringan terdengar meraung-raung dari kejauhan menuju ke TKP. Dengan sigap petugas Kepolisian Chicago memasang pita police line warna kuning untuk mencegah para pejalan kaki yang lewat mencemari TKP sebelum diperiksa tim forensik."Ohh ... shit! Apa dosa wanita ini!?" umpat Sersan Rodney Bradford yang berdiri di samping Letnan Benjamin Roosevelt yang mulai mengambil foto mayat wanita itu."Kuharap kau tidak muntah di TKP, Rodney!" ujar Benjamin mengingatkan rekannya.
"BRAKK ... BRAKK ... BRAKK!" Gedoran di pintu kamar mandi itu membuat Emily kesal, tetapi dia memilih mengabaikannya. Pria berotak mesum itu boleh merajuk sepuasnya. Dia tidak suka bila disergap dari belakang saat sedang mandi. "Emily Sayang, buka pintunya ... aku juga ingin mandi sebelum berangkat ke kantor!" seru Rayden dari depan pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam itu.Namun, tak satu pun jawaban dari dalam kamar mandi. Hanya suara gemericik air shower yang terdengar. Namun, pria itu menunggu dengan sabar di depan pintu yang tak kunjung membuka itu.Saat keran shower diputar hingga air berhenti mengalir, Rayden bersiap-siap. Emily masih mengeringkan rambut dan tubuhnya dengan handuk besar warna putih yang terasa lembut di kulitnya. Dia menghirup aromanya khas Rayden dan Emily tersenyum tipis teringat semalam. Bayangannya di cermin wastafel lebar membuat wanita itu mengerutkan keningnya dan mencebik kesal. Merah-merah bertebaran di kulitnya seperti strawberry di atas kue
Pintu unit apartment milik Emily terbuka setelah kode aksesnya dimasukkan. Namun, Emily lebih memilih untuk melihat siapa yang menepuk bahunya pagi itu dari belakangnya. Dan ternyata itu adalah ..."Selamat pagi, Nona Emily. Saya membawakan tas Anda yang tertinggal di United Center," ujar Murat mengulurkan sling bag bermerk Guess itu kepada Emily.Kemudian Emily menerimanya sembari tersenyum ramah. "Terima kasih. Masuklah dulu, Murat. Kita berangkat bersama nanti, kurasa aku ingin berganti baju sebentar," jawab Emily tanpa menjelaskan kemana ia menghilang semalaman. Dia masuk ke unitnya diikuti oleh asistennya dari belakang."Well, semalam badainya sangat buruk dan aku sudah menonton berita pagi. Kita kehilangan seorang saksi lagi untuk kasus Henry Crawford," tutur Emily seraya memilih pakaian kerjanya di lemari. Pilihannya jatuh kepada setelan blouse chiffon merah dan rok sepan hitam setengah paha yang dipadu padankan dengan blazer warna hitam.Tanpa membuang waktu Emily mengenakan p
Usai menggertak Henry Crawford di kantornya sendiri, kedua petugas polisi itu melakukan toss kepalan tangan di lift yang membawa mereka turun ke lantai parkiran mobil under ground Crawford Corporation."Sepertinya perusahaan ini memakan banyak anggaran dewan, Letnan," ucap Sersan Rodney ketika duduk di dalam mobil dinas mereka.Sementara Letnan Benjamin terkekeh menoleh ke arah Rodney. "Kalau tidak begitu tak akan ada yang bertarung habis-habisan demi jabatan senator, Rod! Itu jabatan yang sangat strategis di negeri ini, bahkan Tuan Gordon tega membunuh orang hanya demi mengamankan posisi puteranya untuk meneruskan legacy itu."Sersan Rodney yang sedang menyetir mobil mendengkus kesal lalu membalas, "Oya, Letnan ... kabar menariknya warna dan panjang rambut yang ditemukan di ranjang kusut unit TKP pembunuhan Nona Erina sama dengan rambut di kepala Tuan Henry. Aku akan dengan senang hari meminta sampel rambutnya besok. Hahaha!""Kau benar, pria busuk itu sepertinya memang sang pembunuh
"Saluuut!""DOORRR! DOORRR! DOORR!" Suara aba-aba penghormatan terakhir untuk perwira militer yang meninggal dunia terdengar. Kemudian diikuti tembakan senapan beruntun ke arah langit dilakukan oleh para prajurit yang bertugas di acara pemakaman Ronald Banning dan Thomas Simpson, dua ajudan Jaksa Emily Rosalyn Carter.Kedua janda perwira yang gugur dalam tugas itu menangis sambil saling berangkulan satu sama lain untuk memberi kekuatan dan ketabahan karena ditinggalkan oleh suami mereka. Pemandangan itu mengiris hati Emily begitu rupa, nyawa orang-orang yang tak bersalah dikorbankan seperti hewan ternak sembelihan. Rasanya ia ingin mengamuk kepada keluarga Crawford yang juga menghadiri pemakaman ala militer itu. Henry dan ayahnya, Senator Gordon Crawford berdiri di seberang Emily.Wanita itu menatap tajam ayah dan anak itu dari balik kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancung mungilnya. "Bangsat!" rutuknya pelan.Salinan rekaman wawancara saksi kasus pelecehan wanita magang o