Adina sudah menunggunya di depan pintu ketika Derek keluar dari ruang tamu. meski pun belum merasa tenang, minimal dia sudah merapikan bajunya."Kurasa lebih baik kau pergi." kata Adina dingin."Kurasa lebih baik kau dewasa sedikit." balas Derek.Adina menahan amarahnya. Pertengkaran bukanlah hal yang dia sukai mau pun mudah bagi Adina. "hanya karena aku tidak mau bercinta dengan pria di lantai ruang tamu sama sekali bukan berarti kau boleh menghinaku seenaknya.""Apa yang paling mengganggumu? bercintanya?" Derek menatapnya dengan tatapan angkuh. "Atau prianya?"Mulut Adina menganga kebingungan. "Apa maksudmu, Derek?""tidak ada." jawab Derek sambil mengangkat bahu dengan tidak acuh. "Sampai jumpa."pria itu berjalan melewatinya tapi Adina langsung menahan lengannya. "Kurasa kau punya maksud tertentu. Dan itu sama sekali tidak masuk akal.""tidak masuk akal?" mata Derek berubah tajam dan meremehkan. "Kenapa kau selalu dingin setiap kali seorang pria menyentuhmu?""Aku tidak seperti it
"Bagus sekali, Terima kasih nek." Dengan sopan Bobby menerima gantungan kunci yang di buat oleh neneknya untuknya selama beberapa minggu terakhir. Tempat itu memiliki jadwal aktivitas harian. Adina merasa senang mengetahui ibunya cukup sehat untuk mengikuti beberapa kegiatan yang di selenggarakan oleh tempat itu, walau pun kebanyakan dari kegiatannya hanya untuk membuat gantungan kunci itu."Aku tahu kalau sebentar lagi kau akan berulang tahun." Ucapan neneknya lambat tapi dapat di mengerti. "Mungkin kau bisa memakainya untuk kuncimu.""Tentu, gantungan ini sangat bagus." Kata Bobby. Sebuah bulatan bergambar bumi dengan ukiran namanya yang menonjol ada di balik gambar itu. Dia memainkan gantungan itu di telapak tangannya. "terima kasih, nek.""Kau harus hati-hati kalau kau mulai belajar menyetir, ya." Kata neneknya dengan cemas. "Aku ingat Deolinda."Adina memegang bahu ibunya dan meremasnya dengan pelan untuk membuatnya tenang. "Bobby sangat berhati-hati ma. Jangan khawatir.""Aku a
Jadi setelah memarkir mobilnya, Adina berjalan melewati jalan yang di batasi oleh bunga evorbia di sepanjang jalan menuju pagar halaman belakang rumah Derek. Beberapa tamu sedang bersenang-senang di kolam renang sambil mengobrol dan tertawa pada apa pun yang mereka bicarakan. Pinggir kolam juga di penuhi oleh kerumunan orang. Adina berjalan melewati kerumunan itu, Adina di lirik oleh dua orang pria yang salah satunya sedang berciuman dengan seorang wanita yang mirip dengan Susan dan di tangan yang lainnya sedang memegang kaleng bir. Kehadirannya tidak begitu di pedulikan oleh sekelompok orang yang sedang minum-minum sambil mengeluhkan jatuhnya harga saham. Dia mendengar akhir cerita konyol tentang seorang pria sales dan seorang wanita atlet angkat besi. Ketika dia sedang berjalan, Adina merasa sedang menginjak sesuatu yang basah. Adina kemudian menunduk dan melihat sebuah bra bikini yang basah sedang berada di bawah sepatunya. Dia tidak tahu dari mana asalnya. "Permisi." Adina
Suara-suara tawa langsung lenyap. Begitu juga dengan suasana pesta. Bahkan salah satu teman Derek berhenti bernyanyi di tengah-tengah refrain, meski pun Adina tidak bisa mengerti bagaimana seseorang bisa mengubah sifatnya dengan begitu cepat.Mata Derek membara seperti api yang siap membakar lengan pria yang menempel pada tubuh Adina. Segera setelah temannya melepaskan tangannya, Adina langsung berdiri dan menjauh.Secara bertahap ketegangan yang berada di dapur itu menyebar ke tepi kolam renang dan menyebar seperti gelombang kegelapan. Semua keceriaan dan obrolan berhenti. Para tamu pesta mulai berjalan melewati pagar meninggalkan rumah dan menuju mobil mereka."Derek?" Wanita berambut merah yang terjatuh tadi sudah bagun sendiri dankembali merapatkan dirinya di sisi kanan Derek.Dengan kasar Derek mendorongnya menjauh. "Pesta juga sudah selesai untukmu juga."Dengan cemberut dan tersinggung, wanita itu berjalan pergi. Sebelum sampai di depan pintu keluar, dia sudah langusng jatuh ke
"Bagaimana?" Tanya Derek setelah menyuap sesendok sereal ke dalam mulutnya."Tidak seperti tulisan tangannya yang biasa, tapi kelihatannya ini memang tulisan tangannya sejak terserang stroke. Dan alat tulis yang di pakainya sama dengan yang aku temukan. Aku yakin surat-surat ini berasal dari ibuku. Kata-kata ini adalah kata-kata yang biasa dia ucapkan." Jelas Adina.energi Adina terkuras habis, lalu dia terduduk di salah satu kursi di meja dapur di samping Derek. Setelah membaca seluruh surat itu, dia mengangkat kepalanya dan menatap Derek. Pria itu sedang meneguk jus jeruk langsung dari botolnya."Aku tidak tahu harus berkata apa padamu Derek." Kata Adina. Seumur hidup, Adina belum pernah merasa semalu ini. "Sulit di percaya ibuku bisa melakukan hal sekeji ini."Derek menarik kursi dan duduk di seberang Adina. "Waktu itu, kau bilang padaku kalau ibumu tidak tahu kalau adalah ayahnya Bobby.""Memang tidak. hanya aku dan Linda yang tahu." Jawab Adina."Tapi sudah jelas dia tahu tentang
Melalui kaca spion mobilnya, Derek melihat mobil Adina bergerak mendekat. Derek membuka pintu dan keluar dari mobilnya dan berjalan menemui Adina yang sedang keluar dari mobilnya. Dari balik kacamata hitamnya, wajah muram Adina terlihat mungil dan pucat. Dia sangat ingin menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Tapi dia tidak melakukannya. Hampir setiap kali dia melihat Adina, wanita itu selalu membangun pagar pelindung di sekelilingnya. Dia seharusnya menyadari hal itu sekarang. Apa lagi setelah Adina berani membubarkan pestanya semalam, dia harus menyadari kalau keberanian wanita itu jauh melebihi ukuran tubuhnya yang mungil."Untuk apa kau ke sini? Apa yang kau inginkan, Derek?" Tanya Adina begitu berhadapan dengan Derek."Pergi ke mana keramahanmu?" Tanya Derek. Adina tidak menjawab, dia menunggu Derek. "Aku sudah menunggumu selama lebih dari setengah jam. Apa aku tidak layak untuk mendapatkan sapaan yang lebih ramah?" lanjut Derek.Adina memutar matanya. "Apa yang kau inginkan?"
Derek langsung menyeberangi dapur dengan cepat dan duduk di hadapan Adina. "bagaimana aku bisa merusaknya dengan menjadi bagian dalam hidup Bobby? Seorang anak membutuhkan ayahnya." Kata Derek."Dia tidak membutuhkannya sampai sekarang." jawab Adina."Dari mana kau tahu? Mungkin dia sudah berhenti mengungkapkan harapan dan keinginannya karena dia peka terhadap perasaanmu." Kata Derek. Derek tahu apa yang dia katakan tepat karena Adina langsung terdiam. "Aku tahu apa yang kau lihat tadi malam membuat aku terlihat buruk, tapi aku ingin menjelaskan semuanya."Adina tidak mengatakan apa-apa, namun dia hanya membalas tatapan Derek. Derek berusaha tidak mengacuhkan tuntutan tanpa kata yang ada di mata Adina. "Aku marah atas apa yang terjadi di sini waktu itu." Lanjut Derek. Dia merasa senang dan lega karena hal itu membuat Adina tidak tenang. Wanita itu bergerak degan kaku di kursinya dan mengatupkan tangannya. "Aku tidak mau berhenti, Adina. Aku tidak ingin di hentikan. Aku ingin hal itu
Adina seperti baru saja di hantam. Dia memeluk erat perutnya dan sedikit membungkuk seolah sedang merasakan nyeri yang sangat menyakitkan.Derek tidak bisa mengambil Bobby darinya. Tidak bisa.Dari sisi hukum, pria itu tidak memiliki dasar yang kuat. Semua orang bisa melihat kalau Bobby sudah tubuh menjadi pemuda yang sehat dengan berkelakuan baik. Bobby tidak pernah di telantarkan atau di perlakukan dengan tidak baik. Entah itu secara fisik ataupun emosional. Bobby akan menjadi orang pertama yang bersaksi bagi ibunya, walau pun baru membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan bagi Adina.tentu saja, Derek akan berpikir jernih nantinya dan akhirnya dia akan menyadari kalau yang terbaik adalah membiarkan segalanya kembali seperti sedia kala. Dia tidak akan membiarkan Bobby melewati siksaan seperti perebutan hak asuh, kan? Pria itu mungkin angkuh dan sombong, tapi tidak begitu kejam.Mungkin juga pertempuran di meja hijau ini tidak akan terjadi. Seandainya, Bobby mengetahui siapa itu