Saga duduk di atas sofa sambil mengutak-atik isi ponsel. Ia jadi penasaran dengan perempuan bernama Senja semalam. Wajahnya familiar tapi ia pernah lihat dimana ya. Tanpa di komando, tangan Saga meluncur membuka I*******m. Jemarinya mengarah ke kolom pencarian, mengetikkan nama Senja Haula. Kata ayahnya sih itu nama panjangnya. Karena sibuk sendiri, ia jadi melupakan sepeda motor yang ia bongkar tadi.
Angga dan Gio, yang notabene adalah sahabat Saga sekaligus karyawan di bengkelnya menatap temannya dengan curiga. Tak biasanya kawannya ini bermain ponsel sangat lama dan tidak menggubris kehadiran mereka yang sangat berisik karena beberapa kali melempar obeng serta kunci Inggris. Anak itu sedang apa coba. Bukannya membantu malah sibuk sendiri. Dengan pandangan penasaran, keduanya melangkah mengendap-endap menuju arah belakang sofa yang diduduki Saga. Secepat kilat Gio merebut ponsel berlayar datar itu hingga berpindah ke tangannya."Hayoo,,,loe stalkerin siapa?" Layar ponsel Saga menujukan foto seorang perempuan yang sedang memegang buku. "Cewek Ga, manis nih". Godanya dan Saga yang tak mau ketahuan, berdiri lalu berlari berusaha merebut ponselnya, namun ponselnya malah sudah di lempar ke tangan Angga. Untung ponsel keluaran terbaru itu tertangkap tepat sasaran. "Senja Haula?? Siapa ini Ga?" tanya Angga sambil melihat dengan seksama gadis yang fotonya di lihat leadernya tadi. Wajahnya tidak asing. Tapi dimana Angga pernah melihatnya ya? "Siniin dulu hpnya, ntar gue cerita." Angga mengalah, menyerahkan hape itu pada sang pemilik. Ia menanti jawaban apa yang Saga katakan. Apa gadis ini salah satu gadis yang sedang diincar ketua genk mereka. "Ini cewek yang mau di jodohin sama gue." "Sial banget tuh cewek." Pekik Gio terkejut. Anak gadis mana yang masa depannya mau di gadaikan dengan menikah dengan mahasiswa abadi serta anak lelaki paling termanja di dunia. "Yah dia beruntung dapatin Saga yang sangat ganteng ini." Saga mulai menscroll layar ponselnya. Mencari kira-kira dimana gadis itu kuliah. "Kalian kenal gak lambang kampus ini?" Tunjuknya pada layar yang memperlihatkan sebuah jaket berwarna hijau tosca yang di saku kanannya terdapat sebuah logo kampus. "Begok banget sih lo Ga!!" Teriak Angga tak terima. "Ini lambang kampus kita. Jaket almamater kita. Emang jaket lo, lo kemanain?" Saga menggaruk kepalanya, ia bingung. Seingatnya jaket itu sudah jadi lap bengkel. "Gue lupa. Jadi cewek ini anak kampus kita. Dia kira-kira anak jurusan apa ya?" "Lo scroll aja ke bawah. Siapa tahu nemu jurusannya." Namun ketika Saga baru beberapa detik menggerakkan tangan. Anggap sudah menghentikannya. "Ini pohon dekat kantin kampus A." "Ya kali dia cuma nongkrong." "Logikanya kenapa dia nongkrong ke kampus A segala." "Emang kampus A tempat jurusan apaan?" Angga dan Gio kompak menepuk jidat. Ya ampun ke kampus anak ini ngerjain apaan sih. "Lo beneran gak tahu?" Saga menggeleng tanpa beban sama sekali. Gio menarik nafas. Soal otak temannya cethek tapi kalau balapan dan berkelahi Saga itu jagonya. "Kampus A itu punya anak kedokteran, farmasi, teknik kimia, dan anak pintar lainnya." "Jadi kesimpulannya cewek yang mau di jodohin sama lo itu cewek pinter. Berarti ortu lo baik banget. Mau cariin cewek terbaik buat lo." ujar Angga menambahi. Saga malah terkekeh bangga. "Tapi kasihan banget ini cewek." "Sayangnya walaupun dia pinter gue gak tertarik." "Eh gimana ceritanya lo bisa di jodohin sama dia?" "Ceritanya Almarhum bokapnya Senja itu temen bokap gue. Pokoknya kalau gak ada bokapnya Senja, bokap gue gak sekaya sekarang." Kedua temannya hanya membulatkan mulut membentuk huruf O. Saga tak berniat melanjutkan cerita, ia memilih berdiri untuk pergi meninggalkan bengkel. "Mau kemana lo?" "Cari angin, suntuk gue di bengkel." Para anak buah Saga hanya bersungut-sungut marah. Ketuanya seenaknya sendiri datang dan pergi. Padahal Sagfa mau pergi ke kampus. Mau mencari anak yang bernama Senja. Apa benar satu kampus dengannya?****************
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny