"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas.
"Saksi sah?...sah?..""SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja.Flashback seminggu lalu
"Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-temen kamu akan papah bebasin tapi dengan satu syarat." "Apa pun syaratnya Saga sanggup." Paling juga syaratnya cepet lulus atau nilainya di tambah. Saga akan bilang iya walau kenyataannya, nilainya akan tetap sama. Bilang saja nanti sudah nasib dapatnya segitu . "Kamu menikah dengan Senja!!" Saga langsung kaget, ia sampai mundur ke belakang beberapa langkah. Menikah tak pernah terbesit di dalam agenda hidupnya. "Papah gila. Saga gak mau."Hermawan dengan tenang memasukkan tangan di kantong saku celana. "Gak mau? Berarti kamu mendekam di penjara dalam waktu cukup lama. Bukan cuma kamu tapi teman kamu juga." Saga mencengkeram rambutnya yang gondrong. Ia sekarang yang pening tujuh keliling. Pilihannya hanya dua, di penjara dalam artian sebenarnya atau di penjara dalam talian pernikahan.
Saga mengambil opsi terakhir. Maka kini ia duduk bersanding dengan gadis asing bernama Senja di panggung pelaminan kecil, bersalaman dengan kerabat dan para tetangga yang hadir. Ya ampun Saga masih sangat muda untuk menikah. Bukan hanya Saga yang merasa lemas Senja juga. Ia kira Saga akan membatalkan acara perjodohan mereka tapi kenyataannya seminggu lalu keluarga pria itu datang ke rumah untuk melamarnya. Senja yakin setelah ini hidupnya tak akan sama lagi. Rumah Saga terlalu besar dan juga megah. Ia merasa tak pantas tinggal di sini.
🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐸🐲
Haru sudah berganti malam, Senja baru saja selesai sholat isya. Ia memanjatkan doa supaya kehidupan pernikahannya kelak tak ada aral melintang yang besar. Dan semoga ia sanggup menghadapi malam pertama. Ah ingat itu Senja jadi malu dan tertekan. Tapi ia di paksa menengok ketika mendengar krasak-krusuk di belakang tubuhnya. "Kamu mau kemana Ga?"
"Gue pergi. Jangan ngadu ke bokap!!"
Pergi kemana malam-malam begini. Dengan memakai jaket jeans robek dan juga sarung tangan karet. Perginya juga jangan bilang-bilang. Tapi syukurlah Saga tak meminta jatah malam pertamanya. Jujur Senja tak siap atau memang tak pernah akan siap.
"Ga...!!" Baru saja ini memanggil tapi Saga sudah hilang dengan melompat jendela kamar mereka. Gila suaminya ini seorang pembalap atau maling sih. Ah masa bodoh, malam ini Senja bisa tidur dengan nyaman karena kasur hanya miliknya seorang.
🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦌
Devi, mertua Senja yang sudah bangun. Berjalan melewati kamar putranya. Kamar itu pintunya tertutup rapat. Jam dinding menunjukkan pukul 6.30. Ah sesiang ini menantu barunya masih lelap memeluk guling. Tak bisa di biarkan menantunya jadi pemalas. Devi akan jadi ibu mertua kejam mirip seperti yang ada di drama India
"Mbok Nah...!!" Teriaknya ketika sampai di undakan Tangga terakhir. Pelayan paruh baya yang di panggil berjalan cepat ke arahnya sambil membawa serbet kain.
"Ada apa nyonya?"
"Bangunin mantu saya, kalau gak bangun gedor atau kalau perlu dobrak aja pintunya."
Mbok Nah terbengong. Majikannya boleh sombong serta judes tapi jangan jadi tolol. "Non Senja kan lagi ngepel di depan. Dia udah bantu saya bikin sarapan juga."
Devi merengut, niatnya mau tes vokal alias ngomel-ngomel di pagi hari batal sudah. "Apa saya bangunin Den Saga aja." Kalau itu mbok Nah akan dengan senang hati melakukannya, dengan membawa seember air sekalian.
"Gak usah. Saga biar tidur aja. Kasihan kemarin kan seharian ada acara. Dia pasti capek." Tuh kan kalau ama anaknya sendiri manjain, sama anak orang tega. Mbok nah berjalan pergi. Sedang Devi berjalan ke depan, mengintip dari pintu apa benar mantunya itu sedang ngepel apa cari muka.
Senja biasa bangun subuh, setelah Shalat ia biasanya menyalakan kompor untuk masak nasi dan juga air. Ibunya bukan orang kaya yang sanggup membayar pembantu jadinya ia mandiri sejak kecil. Mengurus keperluan ibu dan dirinya sendiri.
"Pagi Senja!" sapa sang mertua laki-laki yang baru selesai lari pagi.
"Pagi pah."
"Mantu papah. Rajin banget pagi-pagi udah ngepel." Di puji Senja hanya mengulum senyum ringan. Lalu Hermawan menyodorkan sebuah bungkusan berisi bubur ayam.
"Ini ada bubur buat sarapan."
"Makasih pah."
Hermawan segera berlalu karena mau mandi dan berangkat ke kantor. Tapi di dekat pintu ia di hadang sang istri.
"Bagus banget pah. Beli bubur cuma satu doang buat mantu kesayangannya." sindirnya sambil memonyongkan bibir.
"Kalau mamah mau, suruh aja Mbok Nah buat beli. Papah kira masih belum bangun." Niat hati minta di perhatikan apa daya sang suami tak peka malah pergi begitu saja. Devi tak akan tinggal diam, baru sehari Senja jadi menantunya tapi sudah pandai mencari muka. Lihat saja Devi akan menyiksa anak itu sampai menangis.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny