[Ma, Ray langsung balik aja! Bilangin ke Papa ya!] Tuuuuuut."Ray ..., Rayhan ..., Gimana sih? Kok malah pergi, bukannya mampir dulu sebentar liat calon istri" kesal Inggit saat panggilan yang baru saja ia angkat malah diakhiri sepihak oleh Rayhan."Kenapa, Ma?" tanya Adnan yang penasaran dengan apa yang terjadi pada Rayhan."Itu tuh si Rayhan bukannya singgah kesini. Eeeeh malah pergi. Ngeselin nggak tuh?" Inggit merasa tidak enakan pada Nining dan Hana.Sementara dengan Hana, ada raut wajah kecewa saat calon suaminya itu tidak bisa mampir di rumahnya yang jauh dari kata sederhana ini. Entahlah mungkin karena Rayhan belum siap menemui Hana, karena biar bagaimanapun dijodohkan itu tidak mudah."Kamu nggak apa-apa kan, Han? Rayhan mungkin lagi sibuk. Kan bentar lagi mau ambil cuti panjang. Jadi semua pekerjaan harus diselesaikan jauh sebelum waktunya," jelas Adnan."Iya, Pak," jawab Hana sambil kemudian mengulas senyum."Oh iya, saya mau ajak kamu ke klinik kecantikan besok. Kamu mau ka
Tibalah saat dimana Rayhan dan Hana akan bersatu dalam sebuah ikatan yang dinamakan pernikahan.Semua yang hadir ingin menyaksikan ijab kabul itu. Ada raut wajah bahagia disana. Namun, tidak dengan Rayhan. Sejak pagi tadi wajahnya terlihat muram dan sangat tidak menyenangkan. Semua mata tertuju pada Hana yang baru saja keluar dari ruangan make up. Ia tampak cantik dan nyaris sempurna dengan balutan gaun pengantin berhijab. Make up bernuansa nude color berpadu dengan busana serba putih itu, sangat pantas jika disandingkan dengan Rayhan yang memakai teluk belanga lengkap dengan dengan songket yang tersimpul indah di pinggangnya.Ada yang memandang takjub dan ada juga yang tak mau kalah mencibir Hana."Sebenarnya sih nggak pantes aja pesta di gedung. Tapi lihat rumah udah mau ambruk," cibir seseorang. Siapa lagi kalau bukan Obed yang ketenarannya tak mau dikalahkan oleh siapapun. Pelaminannya juga bagusan si Rina kemarin toh," Obed berbisik-bisik pada tetangga yang sengaja diundang ole
Hana tak lagi perduli dengan penampilannya kini. Yang ada dipikirannya adalah bagaimana ia bisa tertidur lelap malam ini karena sekujur badannya sudah sangat lelah. Hana pun mulai naik ke tempat tidur, ia menarik bed cover yang dikuasai Rayhan kemudian tidur dengan saling memunggungi.Saat tengah malam, suasana kamar menjadi begitu dingin. Hana menguasai bed cover dan terjadilah aksi saling tarik bed cover itu, meski keduanya masih saling memunggungi. Rayhan menarik dengan kuat bed cover itu agar menutup sekujur tubuhnya, sehingga Hana terpaksa meringkuk sambil memeluk guling. Kini ia tak lagi menarik bed cover itu, karena percuma. Rayhan akan mengambilnya lagi.Saat subuh, Hana terbangun. Ia duduk bersila sambil menatap lelaki yang telah sah menjadikannya istri semalam. "Nggak punya hati banget sih, istri dibiarin kedinginan, huuuh," Hana mencebik kesal.Sebentar menatap diri, Hana merasa tak nyaman dengan pakaiannya ini. Namun, apa mau dikata. Tidak ada lagi pakaian yang pantas ia
"Kamu nggak ada kerjaan lain ya selain berdiam diri di kamar? Jalan- jalan kek. Kenapa sih buat orang makin kesel aja," ketus Rayhan. Ia memang belum bisa menerima pernikahannya ini. Lagi pula jika melihat wajah Hana entah mengapa emisi semakin menjadi-jadi."Kenapa nggak kamu aja sih yang pergi? Ngeselin banget," lirih Hana yang nyaris tak terdengar oleh Rayhan. Ia juga mewanti-wanti agar Rayhan tidak mendengar apa yang ia katakan. Selain takut, Hana juga tak ingin Rayhan semakin marah padanya."Siap-siap! Kita pulang sekarang juga!" ucap Rayhan. Ia masih memilih pakaian yang nyaman ia pakai. "Kenapa pulang, Mas? Bukannya kita akan ...," kata- kata Hana terputus saat Rayhan dengan garang menatap ke arahnya."Ia kita pulang," jawab Hana sambil tertunduk. Padahal ia masih ingin berlama lama menikmati hotel gratis ini.Setelah melakukan perjalanan sekitar hampir dua jam, Hana dan Rayhan sudah sampai di rumah orang tua Rayhan.Papa dan mamanya pun tak menyangka bahwa Rayhan dan Hana akan
[Ray, gue udah tahu di mana Anisa. Di sudah kembali dan sekarang tinggal di apartemen di jalan Asia.] Rayhan langsung berlari meraih kunci mobilnya setelah membaca pesan singkat dari Rendi, sahabatnya.Mendengar nama Anisa, ia begitu semangat dan antusias untuk bertemu. Ingin memeluk dan menumpahkan segala kerinduan yang telah bersemayam dalam diri. Sudah sejak lama ia menunggu momen ini dan ketika momen itu datang, Rayhan tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."Ray, kamu mau kemana? Jangan pergi! Nanti malam itu ada acara penting di rumah ini," teriak Inggit dan itu sama sekali tak digubris oleh Rayhan. Rayhan dengan buru-buru masuk ke dalam mobil dan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi menuju tempat dimana cinta pertamanya itu berada.Satu jam melakukan perjalanan akhirnya Rayhan tiba di depan sebuah apartemen yang menurut informasi adalah satu-satunya tempat tinggal Anisa.Tok tok tokTok tok tokCeklek.Pintu kamar apartemen terbuka, muncullah seorang wanita dengan perawa
"Kamu ngapain sih ikut acara mereka, Mas? Itu acara keluarga dan kamu bukan bagian dari mereka. Bisa nggak kamu tetap di sini temani aku. Aku lebih butuh kamu dari pada mereka, Mas," rengek Rina saat Ridwan sudah bersiap akan pergi ke acara makan malam yang diadakan oleh keluarga Adnan, menyambut kehadiran menantu baru di keluarga besarnya. Adnan dan Inggit memang meminta Ridwan hadir karena dianggap mampu mensukseskan acara ini. "Kamu juga harus ngerti, Rin. Ini semua perintah dari atasanku. Aku nggak punya kuasa untuk menolak ini, karena biaya pernikahan kita tempo hari juga atas bantuan mereka. Kalau bukan karena kebaikan hati Pak Adnan dan keluarganya mana mungkin kita bisa menyelenggarakan pesta besar waktu itu. Please ngertiin aku juga! Cuma malam ini aja. Masih banyak kan malam-malam selanjutkan untuk kita menghabiskan waktu?" Ridwan mencoba memberi pengertian kepada wanita yang baru beberapa minggu ini menjadi istrinya.Namun, Rina tetap tidak mau mengerti dan hanya ingin d
"Kamu kenapa keluar? Kan udah mas bilang jangan keluar. Kenapa sih nggak nurut?" Ridwan tampak kesal. Andai tadi Rina tidak datang sudah bisa dipastikan dirinya bisa bicara dengan Hana. Walaupun hanya sekedar meminta maaf atas apa yang ia lakukan pada Hana. Namun, semuanya telah digagalkan oleh istrinya sendiri."Kamu mau apa dekat-dekat sama dia? Ingat, Mas! Kamu itu sekarang milikku. Memangnya kamu mau kalau semua orang disini tahu kalau ternyata kamu itu dulunya pernah punya hubungan spesial dengan Hana, hmm? Mau kamu gitu?" ujar Rina dengan suara yang tinggi. Ia tak bisa mengontrol nada bicaranya."Rina, kecilkan suara mu! Ini di rumah orang, bukan di rumah kita," ucap Ridwan yang hampir keteteran dibuat sang istri. Ia melihat keadaan sekitar, untungnya tidak ada yang memperhatikan mereka. Buru-buru Ridwan membawa Rina menjauh dari tempat acara itu."Aauh sakit, Mas." Rina menghempaskan tangan Ridwan yang dengan kuat mencekal pergelangan tangannya.
Rayhan langsung menarik kalung itu dari leher Hana, hingga Hana tersentak dari tidurnya."Mas, kamu ngapain?" Hana terlonjak dari tidurnya dan langsung meraba lehernya. Terasa sakit dan perih di beberapa bagian. Kalung itu sudah berada dalam genggaman Rayhan dan sedikit menjuntai."Memang ya kamu itu nggak tahu berterima kasih. Udah bagus diangkat derajatnya sama kami, tapi apa balasan kamu? Beginikah?" Rayhan mengangkat kalung itu ke hadapan Hana. Sementara Hana mematung melihat itu."Mas, itu kalung ...," kata-kata Hana terhenti saat Rayhan dengan kasar menarik tangan Hana keluar dari kamarnya."Ikut saya! Kamu harus jelasin ini sama orang tua ku. Dari mana dan bagaimana kalung ini ada di kamu. Dasar pencuri bermuka baik." Rayhan terus menarik pergelangan tangan Hana menuruni anak tangga dan terus-menerus mencibir, melontarkan kata-kata kasar hingga Hana merasa tak punya harga diri dibuatnya."Mas, lepasin! Sakit." Hana berusaha melepaskan cekalan tangan kekar Rayhan dari pergelanga