Mia begitu marah mendengar bagaimana cara bicara dari Lizy yang memang terkesan sangat menyebalkan sekali. Tetapi dia kelihatan menahan diri agar tidak meledak dan membuat kekacauan yang tidak terkendali lagi.
“Kamu itu sudah bekas, Lizy…, seharusnya kamu tidak mencari pria yang bagus untuk dirimu,” Mia berkata sambil menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya tersebut. Sedikit pun Lizy tidak merasa tersinggung dengan apa yang barusan dikatakan oleh Mia. Wanita ini hanya sedang berusaha memancing emosi agar dirinya bisa melampiaskan saja. “Jadi, menurutmu karena aku sudah pernah menikah, aku tidak boleh mencari pria yang lebih baik dari segala sisi?” Lizy bertanya dengan nada yang menjengkelkan. “Ya. Kamu seharusnya mencari yang selevel denganmu. Bukan malah yang ada di atasmu!” tegas Mia. Lizy diam sejenak. Ia kemudian memperbaiki posisi duduk, dengan bersandar pada kursi, dan menyilangkan kakinya dengan menunjukkan seberapa dirinya tidak mendengarkan ucapannya barusan. “Lalu kamu? Kenapa malah mencari pria yang sudah beristri? Apa levelmu memang jadi perusak hubungan rumah tangga orang lain?” Lizy mengembalikan kalimat yang ditujukan kepada dirinya tersebut. Mia yang sedaritadi sudah menahan emosi itu mendadak bangun dari duduknya, dan menjambak rambut Lizy dari seberang meja dengan emosi yang menggebu dan penuh dengan emosi yang tidak tertahan sama sekali pastinya. Lizy terkejut dengan Mia yang mendadak menjambaknya dengan sangat kuat. Ia meringis kesakitan dengan tangannya yang berusaha melepaskan jambakan dari Mia tersebut. “Akhh! Lepaskan!” Lizy berteriak kecil. “Aku sudah berusaha bicara baik-baik denganmu! Seharusnya kamu mengiyakan saja!” kesal Mia yang makin menjadi amarahnya. Lizy berusaha keras melepaskan tangan Mia dari rambutnya. Mereka berdua mengundang perhatian orang-orang yang ada di sana. Lizy bergerak sampai membuat semua gelas yang ada di atas meja terjatuh. Mia tak mau kalah, ia makin keras menarik rambut Lizy supaya Lizy setidaknya mau menurut kepada dirinya, dan tidak akan membiarkan Lizy lepas begitu saja. Tarikan makin kuat. Setiap kali Mia berbicara dan menjedanya sejenak, ia akan makin kuat menarik rambut Lizy sampai terasa ingin cabut dari akar kepalanya yang kuat tersebut. “Sudah! Kubilang! Serahkan saja Adrian! Padaku! Maka semuanya akan usai!” tegasnya. Tak tahan Lizy bagaimana menahannya. Dengan sisa tenaga yang dirinya miliki tersebut, Lizy menarik paksa rambut dirinya. Dan…, KRAKHHHH. Entah seberapa banyak rambutnya tercabut dan tengah dipegang oleh Mia. Dirinya segera bergerak mundur dan memegangi kepala karena merasa sangat sakit sekali. Sementara itu, Mia masih terselimuti oleh emosi yang masih membara dan berkobar begitu besar sekali. Dengan masih meringis menahan sakit, Lizy melihat ke arah Mia yang kelihatan terus memandanginya dengan tatapan ingin membunuh terus. “Kamu gila?!” Lizy yang baru saja menyisir rambutnya menyadari bahwa banyak sekali rambutnya yang rontok. “Kamu yang gila! Seharusnya kamu menurut saja!” kesalnya. “Apa?!” Lizy jelas merasa bingung kenapa ini jadi salahnya. Mia yang masih marah menghampirinya lagi dan kembali menjambaknya. Dan kali ini Lizy tidak tinggal diam. Dia membalas dengan menjambak lebih kuat rambut Mia. “Lepaskan!” Mia berteriak. “Kamu yang lepas!” Lizy berteriak lebih keras lagi. Orang-orang mulai menonton dan mulau merekam mereka yang sedang bertengkar tersebut. Rasanya benar-benar menjadi tontonan bagi para pengunjung di sana. Mereka yang makin kuat bergulat itu jelas menunjukkan bagaimana tidak ada yang mau mengalah sedikit pun. Dan akhirnya, entah darimana datang seseorang langsung memisahkan mereka dan orang tersebut segera menarik Lizy lebih menjaga jarak dari Mia. “Berhenti!” Suaranya sangat berat sekali. Setelah tangan Mia lepas dari rambutnya, Lizy merasa lega. Dirinya menoleh dan melihat siapa yang membantunya. Siapa yang menyangka bahwa Adrian akan datang kemari? “Adrian?” Singgung dari Lizy. Adrian tidak menjawab, tetapi dia kelihatan memandang dengan marah ke arah Mia yang juga kelihatan kaget melihat keberadaan Adrian di sana pada kala tersebut. “Apa yang kamu lakukan?!” gertak dari Adrian. “A- Adrian…,” bingung dari Mia. Matanya gemetar, dan kelihatan sekali dia gugup saat melihat adanya Adrian di depan matanya. Adrian dengan cepat langsung merangkul Lizy lebih dekat dengannya untuk menjaganya. “Di- Dia yang duluan! Aku hanya mengajaknya bicara dan dia tiba-tiba menyerangku!” Mia mencoba membela diri. Ucapannya benar-benar sangat omong kosong. Adrian menoleh ke arah dirinya, lalu kembali memandangi Mia dengan tatapan yang tidak percaya sama sekali. “Lihat bagaimana kamu membuat rambutnya rusak,” Adrian berkata sambil menunjuk ke arah Lizy, “lalu, kamu pikir apa alasan Lizy mengajakmu bicara? Aku yakin, pasti kamu yang memintanya, kan?” terka dari Adrian. Bibir Mia bergerak dengan cepat namun tak mengeluarkan suara sama sekali. Ia tidak tahu bagamana caranya membantah ucapan dari Adrian yang begitu tepat. “Ti- Tidak Adrian! Sungguh! Ak- Aku, maksudku dia yang-“ “Di sini ada banyak saksi mata. Aku bisa membuatmu berhadapan dengan kepolisian dan mereka menjadi saksinya, bagaimana?” Adrian menawarkan dengan begitu santainya. Dengan sepenggal kalimat itu, membuat Mia tidak bisa berkata dan memberikan jawaban. Ia sudah terdesak dengan bagaimana Adrian yang menyudutkannya. Tatapannya tambah kesal, dan melihat ke arah Lizy. Tidak terima dengan bagaimana ia tidak mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Adrian merapikan rambut Lizy dengan seksama, dan memberikan jasnya agar dipakai oleh Lizy. Dia kelihatan memperhatikan Lizy lebih daripada apa pun. “Kamu tidak apa, kan?” tanya Adrian. “Ah, tidak. Aku baik-baik saja,” ucap dari Lizy, membalas. “Kita pulang, ya?” ajak dari Adrian. Lizy hanya menganggukkan kepala. Segera Adrian kembali merangkul pelan Lizy, dan mengajaknya meninggalkan tempat tersebut. Namun, melihat pemandangan tersebut jelas membuat Mia makin terbakar api cemburu yang sudah berkobar kemana-mana. Ia makin panas melihat itu. “Apa yang kamu suka darinya?! Bukankah aku lebih baik?! Kenapa kamu mau dengan janda yang bahkan tidak bisa punya anak!” Suara Mia yang menggelegar membuat semua orang bisa mendengarnya. Lizy langsung bergetar mendengarnya. Ucapan itu membuat seluruh tubuh Lizy lemas, bahkan langkahnya berhenti seketika setelah mendengar ucapan dari Mia. Adrian jelas langsung sadar, ia melirik tajam ke arah dari Mia dan memutar sedikit badannya untuk melihat ke arah Mia. “Bukan urusanmu aku mau suka dengan siapa. Yang pasti aku tidak akan pernah jatuh hati padamu. Kamu licik, menggunakan parasmu hanya menggoda saja,” suara ketus dari Adrian menjawab ucapan tersebut. “A- Apa?! Tapi itu karena aku cantik!” Adrian melihat dari atas sampai ke bawah, “Cantik? Bagimu kamu bahkan tak masuk kategori layak dipandang.” JDARR. Mia tersudut dengan ucapan itu. Dia langsung terdiam dan memberikan jawaban. Adrian segera mengajak Lizy pergi dari sana, dan meninggalkan supermarket setelah mengambil belanjaan yang dititipkan, dan sudah dibayar. Mereka naik ke dalam mobil Adrian, dan duduk bersebelahan. Rasanya sedikit tidak nyaman duduk di dekat Adrian. Apalagi setelah kejadian barusan yang pastinya membuatnya melihat Lizy dengan tatapan yang aneh. “Terima kasih, ya. Sudah membantuku,” ucap Lizy. Adrian yang sedang menyetir itu melirik ke arah Lizy dan kembali melihat kedepan, “Tidak apa. Aku sudah menduga kalau dia akan mengganggumu,” balas Adrian. Lizy menyadari sesuatu. Ia kemudian melirik ke arah Adrian, dan memandangi dengan tatapan yang sedikit bingung. Matanya yang membesar dan membulat sempurna menunjukkan bagaimana dia penuh dengan tanda tanya di dalam pilkirannya “Apa maksudmu kamu tahu?” Adrian yang tidak sadar bahwa dia berkata tanpa berpikir, berusaha mengalihkan pembicaraan dengan segera. “Ah, itu. Tidak. Lupakan saja, aku hanya kebetulan bertemu denganmu.” Lizy yang melihat Adrian yang bahkan tidak mau melihatnya merasa sedikit curiga dan tidak dapat percaya begitu saja. ‘Benarkah? Tapi kenapa malah menghindar?’ batinnya. Sayangnya, Lizy tidak menyadari soal pembicaraan antara Mia dan Adrian, yang sebenarnya mengarah ke arah dirinya. Ia hanya sadar saat dirinya dikatakan tak bisa memiliki keturunan. Itu lebih menyakiti hati kecilnya yang malang.Lizy merasa sangat senang. Meski sering kali ditinggalkan oleh Adrian untuk urusan pekerjaan, Adrian tak pernah melewatkan satu haripun untuk bisa memasak dan menemani Lizy.Sampai beberapa bulan berlalu. Dimana anak Loz dan Nana sudah lahir, dan kehamilan Lizy juga sudah mulai membesar. Ia tak menyangka bahwa membawa perut sebesar ini akan membuatnya sedikit kewalahan. Jujur saja, Lizy bisa merasakan bahwa sekarang ia tak mampu melakukan apapun.Kakinya membengkak dan juga sekarang Lizy merasa sangat cepat kepanasan. Badannya juga terus berkeringat dan membuat Lizy merasa tak nyaman karena saking lengketnya. Tak sekali dua kali Lizy mandi dalam sehari.“Sayang, apa kamu akan mandi lagi?” tanya Adrian yang baru saja selesai mencuci piring di hari liburnya.Lizy yang sudah membawa handuk itu hanya bisa tertawa kecil mendapati dirinya sudah terpergok oleh suaminya yang mengenakan pakaian cukup tebal tersebut.“Haha. Panas sekali, Adrian. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak mandi,” bal
“Sudah, sudah. Jangan membicarakan hal seperti itu. Tidak baik,” Lizy segera menyela agar nantinya tidak terjadi pertengkaran di antara Adrian dan juga Loz.Mereka berbincang dengan topik yang lain setelah Lizy mengalihkan. Memang agak aneh karena ternyata mereka berdua masih memiliki sedikit dendam yang bisa disadari dengan mudah.“Kapan kamu akan melahirkan, Nana?” tanya Lizy.“Sebentar lagi. Yah, paling lambat sebulan lagi. Tapi kemungkinan lebih cepat juga mungkin. Jadi aku harus tetap siap sedia,” jawab Nana.“Kamu sudah menyiapkan peralatan bayinya?” tanya Lizy, lagi.Nana menganggukkan kepala. “Tinggal beberapa yang bisa dibeli belakangan. Untuk nanti baru lahirnya aku sudah ada,” jawab Nana.Lizy menyiku Adrian yang ada di sampingnya, kemudian berbisik pelan. Ia meminta izin kepada suaminya untuk memberikan sesuatu yang dari awal sudah salah debeli, jadi tidak ada salahnya kalau ditawarkan ke orang lain.“Apa kamu perlu alat pengayun bayi otomatis, Nana?” Adrian menawarkan.“M
Lizy menganggukkan kepala membenarkan berita tersebut kepada Adrian. Adrian yang mendengarnya pun tak percaya awalnya. Tetapi, melihat bahwa Lizy sampai menangis membuat Adrian juga tak bisa menyangkal sama sekali. Semakin jelas bahwa memang Lizy sekarang sedang hamil.Segera Adrian memeluk Lizy dengan sangat erat dan memberikan kecupan yang begitu manis pada Lizy. Lizy membalas pelukan tersebut untuk memberikan selamat kepada Adrian atas apa yang sudah mereka dapatkan.“Terima kasih…, terima kasih, Lizy,” ucap Adrian dengan amat suka cita.Orang-orang yang ada di sekitar mereka juga merasa sangat senang dengan berita bahagia tersebut. Bahkan beberapa orang bertepuk tangan membuat Lizy makin merasa terharu.“Lizy!” Suara itu menggema dan membuat Lizy langsung menolah ke arah Loz yang baru saja memanggilnya.Loz melotot memandangi Lizy. Ia sepertinya juga sudah mendengar berita tersebut dari Nana. Kelihatan bahwa Loz menyambut kehamilan Lizy yang sangat ditunggu tersebut. Loz langsung
Kali ini Lizy mulai punya lingkup keluarga yang lebih besar lagi. Ibu juga sudah mulai bicara dengan keluarga Nana, mendengarkan lebih banyak dan mencaritahu lebih detail. Ibu juga meminta maaf atas sikapnya selama ini.Jadi, sekarang bisa dikatakan bahwa keluarga Lizy, Adrian, dan juga Nana bisa menjadi satu setelah semua kesalahapahaman yang tidak diperlukan selesai. Mereka kini bisa menerima satu sama lain dengan baik tanpa rasa curiga sama sekali. Lizy merasa senang sekali.Kehamilan Nana yang kini sudah makin membesar jelas disambut dengan hangat sekali. Ayah memfasilitasi Nana di rumah. Dan ibu juga memanjakan Nana dengan segala perawatan dan juga latihan bagi ibu hamil pastinya.Lizy merasa senang, tetapi juga merasa sangat iri sekali. Ia juga ingin berada di posisi tersebut. Meski pastinya akan sangat sulit sekali untuk bisa benar-benar berada di posisi Nana. Lizy perlu perjuangan yang besar sekali.“Lizy!” seru Nana yang memanggilnya.“Ya?” Lizy membalasnya saat ia sedang mem
Nana mau makan dengan lahap setelah Lizy menyuapinya dan takkan berhenti apabila makanannya belum habis. Nana memang sakit, tapi Lizy tidak mau sakitnya malah merambat pada anak dalam kandungannya, dan akan membuat sakit Nana lebih besar nantinya.“Kamu sangat baik, Lizy. Bahkan suamimu juga baik,” ucap Nana.“Haha, terima kasih. Aku akan tetap baik kalau orang lain juga memperlakukanku dengan cara yang sama,” balas Lizy.Tampak Nana memandangi Lizy dengan tatapan yang membulat dan juga seperti hendak mengatakan sesuatu kepada Lizy. Lizy menyadarinya, jadi ia langsung melihat ke arah Nana dengan tatapan yang bertanya.“Ada apa? Apa masih ada yang mengganjal dalam hatimu?” tanya Lizy sambil merapikan semua wadah yang ia bawa.“Aku penasaran…, bagaimana caranya diterima di keluargamu. Suamimu juga tampaknya sangat diterima baik sekali,” tanya Nana yang merasa sangat iri dan juga bisa dilihat bahwa dia seperti merasa tak tega sama sekali.Lizy terdiam sejenak sambil hendak menyiapkan jaw
Lizy yang mendengar ibunya mengeluh itu sebenarnya merasa sangat jengkel sekali. Dia juga seorang ibu dan sama-sama seorang wanita juga. Tapi bisa-bisanya sang ibu malah berkata begitu.Di depan ruangan igd sang ibu mengomeli Loz berkali-kali meski sudah sangat diabaikan. Sayangnya suara ibu itu seperti menusuk ke dalam telinga. Karena Lizy juga merasa sangat kesal meski hanya dengan mendengarkannya.“Ibu tidak mengerti, padahal ini hari pentingnya, kenapa dia bisa-bisanya-““Bu!” Lizy menggertak karena merasa kesal sekali.Orang-orang yang ada di sana langsung menoleh ke arah Lizy dengan Ibu yang langsung terdiam dari omongannya yang tidak berarti sama sekali saat ini. Lizy merasa kesal meski hanya dengan mendengarkan saja.“Aku mengerti ibu kesal sekarang ini. Tapi, ibu tak pantas berkata begitu. Nana juga tidak mau hari pentingnya berada di rumah sakit. Apa ibu memikirkan bagaimana perasaannya kalau mendengar ibu mengatakan hal itu padanya?” Lizy mulai mengoceh karena tak bisa mena