Setelah kejadian memalukan itu, kini Aryesta memilih tinggal di kediaman keluarga Aleandra, dan sebisa mungkin dirinya tak ingin bertemu dengan calon suaminya itu.Seperti saat ini. Aryesta tengah fitting baju pengantin di sebuah butik langganan keluarga Aleandra, dia memilih pergi sendirian.Meskipun Randy menyuruhnya untuk menghubungi Aleandra, tetapi Aryesta menyampaikan berjuta alasan, agar tak bersitatap sebelum keduanya sah.Kini Aryesta sedang duduk menunggu pelayan menyiapkan gaun yang sudah direvisi sesuai keinginannya.Padahal ini bukan pernikahan pertama untuknya, dan entah apa yang akan orang-orang sampaikan ketika dirinya yang baru saja ketuk palu perceraian, tak lama kemudian menikah kembali.Ingin rasanya Aryesta menenggelamkan diri, tetapi itu semua tidak mungkin.Satu helaan napas Aryesta keluarkan, ketika pelayan butik membawa gaun dan menyuruhnya mencoba di ruang ganti.Meski dengan setengah hati, Aryesta merima gaun itu dan berjalan gontai menuju ruang ganti.Tat
"Kenapa diam, Al? Aku heran sama kamu. Kenapa sih, enggak pernah sekalipun bikin hidup aku tenang? Emangnya apa yang udah aku lakuin sama kamu? Kamu bahkan tega fitnah aku sampai segininya."Aleandra terdiam mendengar pertanyaan Aryesta, tetapi tatapan matanya menajam, seolah ingin mencabik-cabik Aryesta hanya dengan tatapanya sajaHah!Aryesta membuang napasnya ke udara dan menerawang jauh pada hari-hari keduanya ketika masih sangat dekat.Perempuan itu akhirnya menoleh dan kembali menarik napas panjang, "Aku enggak tahu pernikahan kayak gimana yang bakalan kita laluin, Al. Aku yang belum move on dari mantan suami, dan kamu yang masih punya pacar."Aleandra yang semula diam pun kini tersenyum miring, mengingat perjanjian pra nikah yang sudah keduanya tanda tangani hitam di atas putih itu."Kamu enggak perlu mikirin itu kali, Ar. Yang penting buatku adalah kamu bisa muasin aku tiap kali pengen, itu udah lebih dari cukup. Dan enggak usah gangguin hubungan aku sama Tisya, oke?" tawar Al
"A–aku mau mandi dulu, ih," cetus Aryesta yang merasa dirinya harus membersihkan diri dulu.Akan tetapi, apakah Aleandra mengizinkannya?"Enak aja kamu! Aku udah di ujung tanduk gini, ya kali mau kamu gantung!" tolak Aleandra.Karena memang benar jika nafsu Aleandra sudah tinggi dan sudah tak bisa menunggu lagi.Aryesta spontan memundurkan langkah, bahkan kepalanya sesekali menoleh ke samping atau ke mana pun, asal tak bertemu tatap dengan Aleandra.Aleandra tersenyum miring, dan kian mendekat dengan langkah layaknya sang predator ingin menerkam mangsanya."Bukannya kamu udah biasa layanin orang? Kenapa sekarang seolah-seolah baru banget disentuh laki-laki, hmh?" ejek Aleandra lagi.Tentu saja ejekan itu sedikitnya memancing amarah dalam diri Aryesta.Aryesta bahkan sudah ingin menyembur segenap rasa kesalnya, hingga dering ponsel membuat mereka menoleh pada ponsel."Buruan angkat gih! Sambil nunggu aku mandi dulu kan bisa," tegas Aryesta dengan berpaling dan segera melarikan diri."D
Dugh!Dugh!"Sialan! Siapa yang ganggu lagi, sih?" kesal Aleandra yang sedikit lagi hendak masuk ke dalam inti tubuh istrinya kini harus menahan diri sejenak.Dengan sisa tenaga Aryesta mendorong tubuh Aleandra dan langsung menyampingkan tubuhnya, diikuti wajahnya yang sudah sangat memerah."M–mendingan Mas Al buka deh pintunya. Kali aja ada yang penting!" titah Aryesta yang sebenarnya tak ingin digauli oleh suaminya saat ini.Aleandra yang mendengar ucapan istrinya pun menaikan alisnya tinggi."Dahlah biarin aja. Ya kali aku gagal lagi sih mau enak-enak. Mana ini pengalaman pertama lagi," lirih Aleandra yang semakin memelankan suaranya di akhir kalimat.Oh tengsin dong dirinya jika Aryesta tahu dia masih orisinil, dan belum pernah begituan selama ini.Mau ditaruh di mana wajah sangarnya kali ini?Aryesta yang melihat suaminya masih terdiam akhirnya mengembuskan nafas panjang dan sedikit geregetan.Dugh!Dugh!Hanya ada gedoran pintu dari luar, mengingat kamar yang keduanya tempati mem
"M–maksud kamu, Mas? Emang siapa yang lagi menstruasi?" heran Aryesta yang merasa ini bukan tanggalnya menstruasi.Apalagi dia baru selesai datang bulan tiga hari yang lalu, mana mungkin malam ini datang bulan lagi, kan?Aleandra tentunya mengurut pelipisnya yang sungguh merasa pening.Kepala atas maupun bawah sungguh tengah dilanda rasa pusing yang teramat sangat.Enggak! Aleandra enggak mau menghentikan ini semua sebelum hasratnya tersalurkan dengan benar.Karena itulah Aleandra pandang kembali netra indah Aryesta yang perlahan berhenti menangis."Kalau kamu enggak menstruasi, enggak mungkin juga kamu masih perawan, Ar!""Aku emang masih perawan, Mas!" potong Aryesta dengan cepat, karena sungguh sudah merasa muak dengan tuduhan tak berdasar suaminya itu.Mendengar Aryesta yang berbicara demikian, tentu Aleandra semakin bingung."Tapi aku enggak mungkin salah lihat waktu itu kamu masukin aki aki ke apartemen sewaan kamu pas di London, Ar!" tuduh Aleandra yang tetap bersikukuh jika asu
"Ayo dong! Masa enggak mau kasih? Kamu enggak lupa kan, siapa aku dan siapa kamu?" sahut Aleandra dengan galak saat mendapatkan penolakan dari istrinya.Aryesta yang sudah sangat lelah pun hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir.Dengan susah payah Aryesta berjalan pelan, karena takut cara berjalannya terlihat aneh."Kamu yakin mau turun sekarang? Enggak nunggu nanti aja gitu? Atau kamu tunggu di sini deh. Daripada nahan malu, kan?" Aleandra berceloteh ringan dan sedikit meringis melihat cara istrinya berjalan layaknya orang ngesot."Ini semua karena kamu, ya! Jadi enggak usah banyak protes, deh!" Sungguh kesal Aryesta pada suaminya.Aleandra pun menarik nafasnya dan berjalan mendekat, kemudian dia gendong Aryesta ke dalam dekapan, lalu ditaruhlah tubuh itu di atas tempat tidur."Kamu istirahat aja, deh. Biar aku yang ke bawah!" putus Aleandra karena tak tega melihat Aryesta yang sibuk menahan nyeri.Aryesta sedikit memicingkan matanya curiga, saat Aleandra yang seolah-olah melar
"Kenapa kamu maksa pulang ke apartemen?" Aryesta bertanya setelah keduanya tiba di dalam mobil milik Aleandra.Hah!Terdengar helaan nafas laki-laki itu yang kini menyandarkan tubuhnya pada jok di balik kemudi.Lantas Aleandra pun menoleh ke arah Aryesta, masih diam di dalam mobil tanpa menyalakan mesin roda empat itu."Emangnya kamu mau aku nemenin cewek lain di saat kita baru aja nikah?"Kening Aryesta sedikit mengernyit mendengar pertanyaan tersebut, lalu menjawab, "Perlu kamu ingat, Mas. Kita nikah karena terpaksa. So ... enggak usah pura-pura jadi suami yang sayang istri, deh!"Idih!Siapa juga yang lagi cari perhatian padanya!Aleandra tentu saja menggelengkan kepalnya tak habis pikir, dengan semua tuduhan istrinya ini."Kita emang nikah karena paksaan. Dan kita juga punya perjanjian pra nikah. Tapi seenggaknya aku masih punya hati buat enggak bikin malu kamu. Kalau tadi aku dengerin titah Mama Ranti, udah jelas kamu yang bakalan malu, karena mereka anggap kamu dicampakkan lagi p
"I–itu ... sebenernya kami ...."Aleandra terdiam sejenak, tetapi tangannya tak bisa berhenti melucuti piyama istrinya.Ah, Aleandra sungguh menginginkan penyatuan itu kembali, apalagi setelah dirinya melihat Luna.Entah apa yang ada dalam otaknya, tetapi Aleandra harus menuntaskan hasratnya lagi sekarang.Aryesta yang tubuhnya menyisakan pakaian dalam pun kembali menahan pergelangan tangan suaminya, yang ingin melepas kaitan bra."Jawab dulu, Mas! Aku enggak mau ya layanin nafsu kamu tanpa keuntungan apa pun!" tegas sekali istrinya ini, membuat Aleandra mendengkus.Laki-laki itu menghentikan gerakannya, dan mengalah dengan membaringkan tubuhnya di samping sang istri.Kedua tangannya melipat dan menyangga tengkuknya, dengan tubuh menyandar pada kepala ranjang."Dinda yang bantuin aku ngasih bocoran tentang semua jadwalmu ke aku."Seketika itu juga mata Aryesta melebar sempurna dengan rasa tak percaya.Bagaimana bisa Dinda selancang itu, hah?!Oh, Tuhan!Bisa-bisanya Aryesta begitu bodo
Lalu Aleandra pun menjelaskan jika di perusahaannya terjadi keributan. Membuat Aryesta ikut terkejut dan mengajak suaminya itu untuk segera pergi ke perusahaan."Tapi aku tidak mungkin ninggalin kamu sama Dean di sini, Ar.""Kami ikut kamu, Mas. Urusan Maria kita serahin ke Ben saja, oke?" saran Aryesta yang langsung disetujui oleh suaminya itu.Akhirnya Aleandra pun segera menelpon Beni dan menyerahkan segala urusannya pada laki-laki itu. Sementara dia pergi ke perusahaan.Di perjalanan, Dean tersadar dan sedikit linglung, yang langsung disyukuri oleh orang tuanya.Aryesta memeluk erat tubuh putranya lalu berucap, "Maafin Mommy, Sayang. Karena Mommy lepasin tangan kamu tadi, kamu hampir saja diculik sama si Ulat bulu itu."Dean masih bingung, tetapi juga mengangguk dan balas memeluk sang ibu, dengan perasaan nyaman luar biasa.Aleandra yang ikut lega pun mengusap puncak kepala Dean, sambil tetap fokus pada kemudi, yang tersenyum kala sedetik tatapan ayah dan anak itu saling bertautan.
Mobil yang Maria kendarai menabrak motor tersebut, membuat berteriak dan membanting setir kemudi, hingga berakhir menubruk batang pohon besar, dan membuatnya tak sadarkan diri.Orang yang lalu lalang langsung mendekat, dan memanggil ambulance juga pihak polisi untuk segera datang ke tempat kejadian.Hingga kerumunan itu menyebabkan kemacetan, dan membuat Aleandra yang hendak melewati jalur tersebut mengumpat kasar.Melihat suaminya mencak-mencak, Aryesta pun memutuskan untuk keluar mobil dan bertanya pada warga sekitar."Ah itu, Bu. Ada mobil hitam tabrakan sama motor yang orangnya lagi mabuk. Kayaknya yang bawa mobil luka parah, tapi untungnya balita yang ada di mobil penumpang baik-baik saja, Bu."Ucapan salah satu warga yang menjawab pertanyaan Aryesta tentu saja membuatnya terkejut bukan main.Jantungnya berdebar-debar tak menentu, seraya melangkah menuju mobil yang bagian depannya sudah nyaris hancur.Detik itu juga mata Aryesta membulat sempurna, dan langsung berlari menuju pintu
Saat ini Aryesta dan Aleandra sedang berbelanja di supermarket untuk kebutuhan sehari-harinya. Bukan tak percaya pada asisten rumah tangga, tetapi keduanya sedang healing bersama putra mereka.Dan saat ini keduanya sedang berada di taman bermain, baru saja Aryesta mengambil dompet dari tas untuk mengangkat sebuah telepon, pada detik kelima dia berbalik langsung bertatapan dengan mata tajam Aleandra.Baru saja membuka mulutnya hendak bicara, tetapi ucapannya langsung tertahan."Di mana Dean, Ar! Kenapa kamu malah sibuk teleponan?!"Deg!Saat itu juga mata Aryesta menoleh ke samping kirinya dan melotot, ketika keberadaan putranya tiba-tiba hilang entah ke mana.Bukannya menjawab, Aryesta langsung panik dan berjalan ke sana kemari mencari Dean, yang lenyap seketika itu."Sialan! Siapa yang berani main-main denganku, hah?!" pekik Aleandra yang merasa jika ada yang tak beres dengan hilangnya putra mereka.Tanpa banyak waktu, Aleandra bergegas mencari keberadaan Dean, berpencar dari sang ist
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan