KINASIH

KINASIH

last updateLast Updated : 2025-11-14
By:  BulbinUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
6views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Apakah menjadi pejuang garis dua adalah aib? Lalu bagaimana dengan mereka yang hamil di luar pernikahan? Kinasih. Perempuan tangguh dengan berbagai luka di hatinya. Satu per satu orang terkasih di hidupnya pergi, bahkan buah hati yang sangat dinantikan pun, turut meninggalkannya dalam lara tak berujung. Tekanan demi tekanan datang silih berganti, dan puncaknya saat Aryo -sang suami, melayangkan kalimat perpisahan yang tersirat. Mertua dan iparnya, turut memberi dukungan. Bukan, bukan untuk tetap tinggal, namun tawa memuakkan yang mengiringi langkahnya, keluar dari rumah itu. Dengan hati yang carut-marut bak benang kusut, Asih pergi ke kota. Dalam hatinya masih terus mengharap keajaiban, agar dia dan Aryo dapat kembali bersama. Karena dia tahu, Aryo mencintainya, dulu, sekarang dan esok yang akan datang. Namun, kehadiran seseorang dari masa lalu, membuat benang di hatinya semakin kusut.

View More

Chapter 1

Pisah

"Kemasi semua barangmu, aku akan antar kau pulang."

Aryo beranjak dari pintu kamar menuju ruang tengah. Dia duduk, menaikkan satu kaki ke kursi. Tangannya meraih cangkir kopi dan mulai menyesap perlahan.

"Mas, apa maksudmu?" sahut Asih dari kamarnya.

Aryo tetap pada posisi awal, tanpa sedikit pun menoleh. Matanya sesekali terpejam, mencoba meredam bising di kepala.

Asih menghentikan aktivitasnya membungkus barang. Dia keluar kamar, mendekati suaminya dan kembali mengulang tanya. Namun lagi-lagi, Aryo tetap bergeming dan terkesan tak peduli.

"Mas, kamu kenapa? Ada apa, Mas? Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?"

Brak!

Aryo berdiri, memukul meja dengan kedua tangannya lalu menatap sang istri dengan mata berapi. Namun itu hanya terjadi beberapa saat, karena detik berikutnya, dia kembali duduk dan menatap Asih di kursi samping.

"Besok pagi, aku akan antar kau pulang. Tetaplah di sana sampai semua membaik."

Aryo menurunkan nada suaranya saat tatapan mereka bertemu. Asih menggeleng pelan dengan genangan air di pelupuk mata. Dia menyentuh tangan suaminya, menggenggam tangan yang dulu mengikat janji dengan mendiang bapak.

"Memang ada apa, Mas? Tolong jangan seperti ini," rintih Asih yang tak kuasa menahan tanggul di matanya. Wanita itu menunduk dengan tangan Aryo dalam genggaman.

Aryo masih diam. Pikirannya kalut. Percakapan semalam dengan bapak dan ibu, membuatnya semakin bimbang. Dia tak ingin meninggalkan kedua orang tuanya, namun di satu sisi, dia pun tak bisa melihat sang istri terus menjadi bulan-bulanan mereka, bahkan para tetangga. Meskipun Asih senantiasa bersikap biasa tanpa pernah membalas. Aryo paham dan sering mendapati istrinya menangis dalam diam. Sebagai suami, dia tak bisa melihat wanita yang dia cintai selalu direndahkan, tepat di depan mata.

"Tidurlah, istirahat. Aku ada urusan sebentar."

Aryo melepas genggaman tangan istrinya dan melangkah ke arah pintu. Dia keluar, meninggalkan Asih yang duduk sendiri dalam keheningan.

Dia mengedarkan pandangan, menatap sendu pada barang-barang di sekitarnya. Rumah itu kosong, kedua mertuanya pergi entah ke mana, mereka sama sekali tak pernah menganggap Asih ada di sana. Kecuali jika dia memang dibutuhkan, baru semua mendekat, menunaikan hajat dan pergi tanpa berniat mempererat hubungan dengan Asih, yang sudah di sana sejak awal menikah.

Asih bangkit, berjalan ke arah dapur untuk mencuci gelas bekas kopi dan piring kotor yang menumpuk sejak pagi. Dia menghela napas, mulai menyingsingkan lengan bajunya dan menuang cairan pembersih.

Asih menghentikan gerakan tangan saat kata-kata Aryo kembali terngiang dalam benak.

"Sampai semua membaik? Apa yang terjadi?"

Dengan cepat, Asih merampungkan pekerjaannya, kemudian mulai membersihkan rumah yang berantakan. Setelah semua selesai, Asih beranjak ke dalam kamar, menghapus peluh yang membasahi kening dan kembali berkutat dengan tumpukan barang yang belum selesai dibungkus.

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Rumah masih sepi, belum terdengar suara motor suaminya. Asih terus saja membungkus dan merapikan barang-barang pesanan itu, kemudian menyusunnya di sudut kamar.

Setelahnya, dia memadamkan lampu kamar dan merebahkan diri di atas kasur kapuk usang yang penuh tambalan di sana sini. Pikirannya masih diliputi tanda tanya besar yang belum juga mendapat jawab.

Tak lama berselang, pintu kamar terbuka dan ruangan kembali terang. Aryo melirik ke arah istrinya yang tidur menghadap dinding, kemudian mengalihkan pandangannya ke sudut kamar, di mana bertumpuk barang yang menjadi kesibukan Asih selama ini. Dia mengganti pakaian lalu kembali memadamkan lampu dan tidur di sisi istrinya.

Sepanjang malam, Asih tak dapat tidur. Kepalanya terasa berat, berisik, penuh tanya yang menuntut jawab. Sementara dia sendiri tak tahu, apa dan bagaimana menjelaskan semua yang terjadi, yang dia rasakan.

Asih bangkit, perlahan membuka pintu kamar, menuju kamar mandi di bagian belakang rumah.

Air dingin membasuh wajah yang lelah, memberi rasa segar yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Setelah bersuci, dia keluar. Berjalan mengendap melewati ruang demi ruang di rumah itu. Dia kembali ke dalam kamar, meraih alat salat dan mendirikan sunah tahajud.

Di atas sajadah, Asih bercerita, menuturkan semua yang menjadi beban di hatinya. Tanpa peduli mukena yang basah, mata yang sembab dan isak tangis yang tetap tertahan.

Hingga tibalah azan subuh berkumandang. Kokok ayam jantan terdengar bersahutan, deru kendaraan pengangkut sayur dan para pedagang pasar, mulai terdengar.

Setelah menjalani kewajiban dua rakaat, Asih melipat dan menyimpan kembali alat salatnya. Dia bangkit, membuka jendela, merasakan hembusan angin segar menerpa wajah. Membiarkan helaian anak rambut menari di kening dan sesekali membelai pipi dan kedua mata yang sembab.

Selang beberapa menit, wanita itu beranjak keluar kamar, setelah melirik sekejap pada sosok yang pulas di atas ranjang.

Langkahnya ragu, namun dengan hati yang mulai tenang, dia mendekati suaminya. Dengan sedikit membungkuk, Asih menyentuh wajah laki-laki itu dan berkata pelan.

"Mas, bangun. Subuhan."

Lagi dan lagi, hanya suara erangan yang didapat. Pria itu menggeliat, lalu kembali bergeming dan lelap dalam alam mimpi.

Asih menghela napas, ada rasa sesak yang kembali hadir. Namun, dia menggeleng dan melangkah keluar kamar, menuju dapur.

Wanita itu mulai menyalakan tungku, merebus air dan meracik sayuran.

"Kau sudah bereskan semua barangmu? Nanti jam enam, kuantar ke terminal."

Asih menoleh saat mendengar suara suaminya. Kayu bakar di tangan hampir saja terjatuh karena terkejut. Dia tak menjawab dan membiarkan Aryo melangkah pergi begitu saja.

Setelah selesai di dapur, Asih beranjak ke kamarnya. Mengambil pakaian kotor dan membawanya ke belakang.

Pintu pagar dibuka, Asih menghela napas saat matanya menatap pakaian kotor berserakan di sana sini. Dengan hati teriris, Asih mengumpulkannya di ember besar dan mencuci semua. Tak lupa.dia menimba air, mengisi semua ember dan bak mandi sampai penuh, agar mertuanya tak lagi marah seperti kemarin.

Aryo muncul di ambang pintu belakang, dia menatap Asih yang sibuk menyikat pakaian.

"As, maafkan aku telah membuatmu sengsara seperti ini. Aku tak pernah menyangka, mereka akan berlaku semena-mena padamu."

Aryo cepat-cepat menutup pintu, saat Asih berjalan ke arahnya.

"Mas, Mas mau mandi? Aku sudah selesai nyucinya," tutur Asih sembari membuka pintu dan tak mendapati siapa pun di sana. Dia justru berpapasan dengan ibu mertuanya di dapur.

Asih hanya mengangguk dan melanjutkan langkah meninggalkan bapak dan ibu mertuanya yang tengah sarapan.

"Sudah kubilang. Tepat jam enam, kita berangkat," ucap Aryo setelah Asih masuk kamar. Dia menyerahkan tas besar yang selama ini tersimpan di atas lemari.

"Mas, kamu yakin kita pisah?"

Suara Asih tercekat oleh perasaannya sendiri.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status