Share

Kenalan

Author: Li Na
last update Last Updated: 2022-10-05 10:39:17

“Syukurlah kakinya gak apa-apa ya Bos. Aku sempat kira patah semalam.” Lelaki gemuk bicara sambil melihat pria gondrong di sebelahnya yang tengah mengusap wajah.

“Motornya enggak rusak parah, kan?” Pria bernama Dimas itu menepuk bahu pegawai sekaligus temannya.

“Gak sih, langsung ke bengkel tadi. Sudah bisa hidup, tapi nanti cek lagi.”

“Ya sudah, tinggalin aja aku, thanks udah bawa baju gantinya. Biar aku urus semua sampai beres dulu di sini.”

“Siap, Bos.” Lelaki itu memberi hormat layaknya pada komandan, tapi sudut bibirnya terangkat. “Perhatian banget, awas pake hati loh.”

Ucapannya segera mendapat hadiah toyoran di dahi. Bukannya marah lelaki berwajah jenaka itu malah terkikik geli.

“Mbaknya manis banget kayak gula,” desisnya sebelum beranjak. Lalu tawa lebar tanpa suara sembari gesit menjauh begitu melihat reaksi pria berjaket kulit mengepalkan tangan ke arahnya.

Sepeninggal temannya Dimas pun masuk rawat. Sedikit terkejut ia melihat wanita di bed sudah duduk sambil melihat balutan perban di kaki dan tangan kirinya.

“Ehm, hei, gimana? Udah kurang sakitnya?”

“Su-sudah gak pa-pa, kok, Pak. Saya mau pulang,” jawab Rahma sembari menggerakkan kaki akan turun dipan rawat.

“Jangan gerak dulu, Mbak. Sementara ini kamu masih harus dirawat. Biar dicek lagi luka-lukanya.” Pria itu menahan kedua bahu Rahma.

“Maaf, Pak. Saya sudah sehat, kok. Saya baik-baik aja. Cuma luka kecil.” Pegangan tangan lelaki itu dilepasnya.

Rahma sudah merasa tidak nyaman sejak semalam. Di ruang ini, saat ia diputuskan dirawat sementara untuk melihat perkembangan luka di tulang keringnya, cuma lelaki asing ini yang bolak-balik menjaga. Kadang keluar, kadang masuk. Sepertinya pria itu juga tak enak bersamanya berduaan di dalam.

'Bisa saja dia sudah beristri. Bukannya pulang tapi malah di sini nungguin aku,' pikir Rahma gelisah. Ia sangat tahu sakitnya rasa cemburu dan marah andai istrinya tahu sang suami bersama wanita lain.

Rahma menahan nyeri di kaki kirinya saat berusaha turun. Bermaksud coba menapak biar yakin kakinya baik-baik saja.

“Sebentar, jangan dipaksa dulu. Biar ku panggilkan perawat.” Sigap Dimas membantunya kembali naik ke dipan.

Tulang kering kaki Rahma terluka cukup serius, bekas terhimpit motor dan sisi trotoar yang lancip.

“Maaf, sudah bikin kamu luka. Ini sama sekali enggak sengaja. Aku nyetir sambil ngantuk berat.” Lelaki itu kembali jelaskan kesalahannya. Padahal tadi malam sudah berulang dikatakan. “Aku akan yakinkan kamu sampai sehat untuk bayar kesalahanku, Mbak."

“O ya, kita belum kenalan. Aku Dimas. Jangan panggil 'Pak' lagi, masih umur 28 tahun.” Dimas mengulurkan tangan. Selama ini banyak yang memanggilnya begitu, mungkin sebab ia cuek dengan penampilan, membiarkan jambang dan kumis tipis tumbuh bertebaran. jadi terkesan seperti bapak-bapak.

“Rahma.” Tangan kanan Rahma menyambut telapak kokoh itu.

“Ah, ya kenapa aku nggak boleh hubungi keluargamu, Rahma? Kamu nggak bisa sendiri begini.”

Tadi malam lelaki ini berniat membantu menghubungi keluarganya. Tapi urung karena Rahma melarangnya keras. Kalau tidak, mungkin sekarang ruang ini sudah penuh keluarga yang entah akan kasian ataukah justru menyalahkannya lagi.

Rahma tak ingin mengganggu mereka yang tengah berbahagia menyiapkan pernikahan Safea.

'Luka sekecil ini bisa kulewati sendiri.'

“Cuma luka sedikit. Masih bisa sendiri,” sahutnya kemudian membuat Dimas mengangguk-angguk. Mencoba mengerti.

Rahma benar, suntik anti nyeri lewat infus tadi malam sudah cukup mengurai rasa sakitnya, lengan yang lecet juga sudah tak begitu sakit. Ia merasa sudah kuat dan bisa pulang sekarang.

“Bisa tolong tanyakan apa aku bisa pulang?”

“Oh, iya. Sebentar.”

Pria tegap bercelana jeans belel itu keluar, lalu segera kembali bersama seorang perawat.

“Saya mau pulang, Suster,” kata Rahma bernada memaksa.

“Iya, tapi kita harus nunggu visit dokter dulu, Bu. Kalau beliau izinkan pulang baru kami lepas infus dan ibu bisa pulang,” ujar perawat muda itu tenang sambil perbaiki plester penahan jarum infus yang setengah terbuka.

Tadi Rahma hampir melepasnya sendiri.

Rahma akhirnya pasrah, karena Dimas menjanjikan pada suster itu kalau mereka akan menunggu sampai dokter datang.

Setelah perawat keluar Dimas kembali mendekatinya.

“Sabar dulu, aku takut disalahkan kalau ada apa-apa denganmu.” Lalu ia menoleh pada makanan di nakas. “Ini sarapan dari rumah sakit kenapa gak dimakan?”

“Berapa biaya semua, Dimas?” tanpa melihat makanan itu Rahma malah menanyakan hal lain.

“Ya ampun, kamu pikir aku gak bisa bayar, hem? Tenang saja uangku banyak di dompet.” Dimas coba bercanda agar wanita itu tidak terlalu kaku.

Rahma mendongak, balas menatap bola matanya. Lelaki sombong beginilah yang suka menebar pesona pada perempuan. Padahal baru saja kenal dia sok akrab. "Saya akan catat biaya pengobatan ini sebagai utang saya pada Bapak."

Senyum Dimas menguap. Tatapan dingin namun penuh luka dalam manik Rahma itu terasa menggores halus hatinya.

'Kenapa dengan perempuan ini?'

“Nanti tolong berikan catatannya. Ini musibah, Pak, sudah takdir saya, jadi bukan kesalahan Pak Dimas.”

“Oh, okey, kalau kamu mau ganti sih gak apa-apa.” Merasa kalah, Dimas berbalik akan duduk di kursi sudut ruang. Meredam perasaan aneh di dada. Dua kali ia menyugar rambut sebahunya ke belakang untuk menyelami apa dirasakan barusan.

Matanya sesekali mencuri pandang pada wanita yang mengambil wadah makanan di nakas, samping bed. Makan tiga sendok dalam diam, dan mengakhirinya dengan minum. Menunggu visit dokter ia kembali duduk setengah berbaring seraya menatap kosong arah jendela.

Baru sekarang hati Dimas merasa tertarik ingin tahu urusan orang lain. Biasanya ia cuek tak peduli. Banyak tanya di kepalanya tentang apa yang dirasakan Rahma.

.

Bab selanjutnya nanti jam 11 yaa. Bantu dukung cerita ini teman-teman. makasihh

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akhir Tragis

    "Ada apa?" Dimas mendorong dua pundak Safea untuk melepaskan diri."Ada orang ngejar aku, Mas ... makanya aku lari ke sini ...." Safea kembali memeluknya.“Sebentar, sebentar.” Merasa risi, Dimas menjauh sambil memanggil Rahma. “Sayang, ini ada adekmu,” ujar Dimas pada istrinya di kamar.Rahma langsung keluar, menghampiri Safea dengan wajah terheran-heran.“Safea? Ngapain kamu sampai ke sini?”“Mbak ... aku diganggu orang, makanya tau Mbak Rahma nginap di sini aku lari ke sini. Tolong aku, Mbak … biarkan aku di sini malam ini aja ....” Safea meminta tumpangan nginap sampai pagi, karena merasa diri sedang tidak aman keluar. Mendengar itu tubuh Rahma langsung membatu. Hatinya memang tersentuh, takut Safea benar dalam bahaya, tapi sisi lain ia juga tak ingin kembali dibodohi. Sebelum pernikahan ini terjadi Safea pernah datang ke rumah Dimas, merayu pria itu dengan sangat murahan dan memalukan dirinya sebagai kakak. Untunglah Dimas tahu kelakuan adiknya itu, ia langsung menegur keras a

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Bahagia

    Besok akad nikah Rahma-Dimas akan dilaksanakan. Malam ini dua calon pengantin itu merasakan gugup teramat sangat.Rahma merasa terus ada yang geli merayap di perut, seperti baru pertama menjadi calon pengantin saja. Bibirnya senyum-senyum sendiri membayangkan akan menjadi istri seorang Dimas Jayadi. Ia berbaring di kasur sudah sejak tadi, tapi sulit memejamkan mata. Kesendiriannya karena Azka memilih tidur bersama sang nenek membawa seraut wajah Dimas menari-nari di pelupuk mata. Geli mengingat peristiwa sore kemarin, di hari terakhir pertemuan mereka sebelum resmi besok. Saat ia minta waktu bicara berdua dengan Dimas.“Sebelum semua terlanjur, apa kamu nggak akan nyesal akan menikahiku, Mas?”“Kenapa? Kamu masih ragu?” Dimas langsung menanggapi serius, dengan menatap manik mata Rahma dalam-dalam.Terdiam sesaat, perempuan kuat ini menata kata yang tepat untuk mewakili sedikit ganjalan di hati.“Aku hadir dalam hidupmu bersama Azka, dua orang yang nggak mungkin terpisah. Apa hati Ma

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akibat Ambisi

    Sekilas Rahma melirik dua orang pengunjung di belakang Harlan, yang langsung memberi kode anggukan kepala padanya."Baiklah, Mas. Nggak usah lama-lama. Ini uangnya." Rahma merogoh tas, seolah akan mengambil uang. Harlan pun tersenyum-senyum tak sabar."Aaagg!" Bukan uang yang diberikan tapi tempelan senjata kejut listrik pada tangan membuat Harlan sontak memekik.Di saat terkejut dan lengah itulah dua orang petugas yang menyamar jadi pengunjung tadi langsung mudah menyergap, dan mengunci tangan Harlan ke belakang. Borgol besi segera menyatukan dua pergelangan di belakang punggungnya. “Apa-apaan ini! Rahma!” bentak lelaki bopeng itu.“Anda ditangkap dengan tuduhan melakukan penipuan, dan pemerasan.” Petugas menyebut singkat kasus yang dilaporkan belakangan ini.Harlan mengelak, tapi dua petugas itu tetap tegas akan mendengar penjelasannya nanti di kantor polisi saja. Tim lain masuk bantu menyeret Harlan keluar.Lelaki yang pernah merasa hitup di atas angin itu segera menembakkan ka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rencana

    Rahma mulai menjalankan rencana yang menjadi bagiannya. Ia harus negosiasi dengan Harlan yang menuntut segera ditransfer. Sudah Rahma minta mereka bertemu di suatu tempat. Namun ternyata bukan hal mudah, lelaki itu malah mencurigai maksudnya.“Jangan banyak omong! Cepat transfer ke rekeningku!” pekik Harlan dalam sambungan telepon. Setelah berulang kali dihubungi baru sekarang panggilan Rahma diterima.“Mas, aku sudah berbulan-bulan nggak ketemu Azka, biarkan kami ketemu sebentar aja. Kali ini aja, Mas, skalian aku kasih uangnya.” Tak ingin kalah licik, Rahma membuat suara sesedih mungkin. “Aku ... akan tambah sepuluh juta kalau Mas Harlan bolehkan. Mas Harlan, tolong ya ... aku ngerasa bersalah sudah lama nggak ketemu Azka ...." Hening sejenak. Harlan tergiur tambahan 10 juta yang sangat sulit didapatnya akhir-akhir ini.Harlan menggaruk dahi. “Baiklah, ketemu di mana?” jawabnya kemudian.Rahma langsung menyebut tempat yang pernah direkomendasi Dini kalau mereka bertemu, tapi Harl

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Restu

    Menghela napas sejenak Dimas tersenyum kemudian menjawab, “Jay nurut saja, asal Mami bahagia.” Ia mengecup punggung tangan maminya. “Jay mau nengok kerjaan di kantor dulu, Mi, nanti ke sini lagi.”“Ya, Nak. Hati-hati di jalan.” Dimas mencuci muka di kamar mandi, lalu keluar sambil menguncir rambutnya. “Sebentar.” Bu Hakim menarik tangan Dimas keluar kamar. “Kenapa, Mi?” Pria tersebut kulitnya lebih legam bekas berjemur di pantai selama dua hari pergi, ia tampak bingung maminya menarik ke dapur seperti mencari seseorang, tapi kembali lagi ke ruang tengah.“Itu.” Langkah Bu Hakim terhenti melihat Rahma keluar dari kamar dengan pakaian rapi, sepertinya akan keluar rumah. “Dimas? Alhamdulillah, syukurlah kamu sudah pulang,” ujar Rahma cepat menguasai diri dari rasa terkejut melihat pria itu.Karena Dimas malah terpaku memandangnya Rahma langsung pamit pada Bu Hakim. “Saya mau keluar sebentar, Bu.” Ia menangkup tangan sebelum berbalik. Tak nyaman terjebak canggung antara dirinya, Bu

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Asal Mami Bahagia

    Lelaki berambut gondrong itu duduk selonjoran pasir, mengatur napas yang ngos-ngosan usai lari tanpa henti di bibir pantai. Ia membuang energi negatif dalam dirinya dengan berolah raga begini.“Mau sampai kapan di sini, Bos? Kasihan tuh yang pada nyariin.” Anto menghampirinya.“Gimana kerjaan, An?”“Masalah kerja brebes, Bos. Anto ini sudah pasti bisa dipercaya,” sombongnya menepuk dada.Senyum yang diharap terbit di bibir Dimas tak didapat jua. “Kenapa sih tiap tertekan harus pergi? Mbak Dini bilang mami Bos kurang sehat, tuh, titip pesan kalau ketemu disuruh pulang.”Dimas menatap teman sekaligus assistennya itu sebentar. Ini salah satu risiko memutuskan pergi, pasti maminya sedang kalut sekarang. Acara tinggal dua hari.Dimas beranjak berdiri, menepuk bahu sobatnya itu. “Ayo!” ujarnya membuat lelaki di sebelahnya menganga.“Maksudnya, pulang nih?” goda Anto. “Hm, kamu mau gantian di sini?” balas Dimas cuek sambil melangkah cepat.Anto tersenyum geli, ia bersusaha menjajari langka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rumit

    “Maksudnya apa ini, Mas Harlan?!”[Hei, rindunya aku dengar kata ‘Mas Harlan’ dari bibirmu, Rahma … tapi nggak usah semarah gitu juga. Aku mantan suami sekaligus masih adik iparmu lho. Aku sengaja bawa Azka keluar. Jalan-jalan biar bisa main kayak anak-anak lain, tapi kami kehabisan duit.]“Azka dibawa main ke mana?”[Hm, belum bisa main ini kami masih nepi di jalan …][Kamu kirim uang dulu buat Azka]“Aku akan kirim 200 ribu, tapi habis itu Mas cepat bawa Azka pulang. Mainnya biar diantar Ibu aja.”Terdengar cengengesan tawa Harlan di sana. [Mana cukup segitu, Maniis … aku minta kamu kirim lima juta, Rahma. Kami tunggu!]“Gila! Kamu mau memerasku?!”[Hehehe. Biasa aja, Manis. Kalau kamu nggak kirim, aku sama Azka akan tahan makan sampai kelaparan di jalan. Kamu mau kami ma-] “Awas kau, Harlan! Kalau Azka kenapa-kenapa, aku nggak pikir panjang membalasmu!”[Uww, takut. Hahaa. Cepat kirim uangnya Rahma! Aku serius ini!]Panggilan terputus. Detik kemudian pesan masuk berisi nomor reken

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Azka

    Pentungan besi satpam tepat mengenai jari Nadine, berhasil membuat pisaunya terlempar jauh. Gadis itu mengerang dan meloncat-loncat menahan nyeri.“Tolong mbaknya!” Beberapa orang masuk langsung membantu Rahma bangun, dan diobati lukanya.“Mam-mi …??” Seketika tubuh Nadine membeku melihat ada Bu Hakim di depan pintu, tengah menatapnya kecewa. “Se-sejak kapan Mami di sini?”“Kamu angkat tangan!” Satu dari tiga orang laki-laki membawa borgol meneriakinya. “Bawa dia ke kantor polisi!”“Saya nggak salah, Pak! Dia itu janda gatal! Dia sembunyikan calon suami saya!”“Nanti Mbak jelaskan di kantor saja,” tegas mereka tetap memborgol dan menggiringnya keluar.“Mi, tolong Nadine, Mi! Aku ini calon istri Jay, Mi!”Sayangnya Bu Hakim tak sedikit pun mau melihat wajahnya. “Mi! Ini semua juga gara-gara Mami! Gara-gara Jay!! Kalian semuaa!” pekik gadis itu terus histeris sampai di lantai bawah.Beberapa orang kembali turun usai Rahma mengatakan dirinya baik-baik saja, dan menolak ke rumah sakit. T

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Jiwa Psikopat

    Harlan datang ke rumah Bu Tami dengan gaya khasnya, seolah lelaki tertampan sedunia.Kehadirannya disambut raut masam dua perempuan yang duduk di ruang tamu.“Woi! Kenapa lihat aku begitu? Mana Azka?” tanyanya sambil celingukan.Safea buang muka lantas gegas ke kamar. Ia sudah lama muak lihat wajah Harlan. Tidak mau lagi berurusan dengan lelaki yang menolak menceraikannya itu.“Azka lagi tidur. Kenapa? Tumbenan ingat rumah ini?” Bu Tami bersedekap.“Lah, lah? Apa maksud Ibu? Oh, pasti Ibu mau halangi aku temui Azka, hum?”Alis lelaki itu naik sebelah. “Aku rindu anakku sekarang. bukan rindu istri cantikku yang hobi manyun itu.”“Kenapa baru sekarang anggap Azka anak? Mana tanggung jawabmu setelah berapa lama hilang?”Seminggu sejak keributan parahnya dengan Safea, Harlan memang tak pernah muncul batang hidungnya, lalu sekarang datang seolah tak bersalah.“Itu urusan pribadi, Bu. Nggak perlu juga kali aku jelaskan.” Ia melewati begitu saja Bu Tami yang melarangnya ke kamar Azka.“Mau ap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status