Share

Urusan Kita Selesai

Penulis: Li Na
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-05 11:17:30

Setengah sepuluh dokter masuk ke ruangan, perbolehkan Rahma pulang dengan terlebih dahulu menebus resep untuk diminum selama masa penyembuhan.

Dimas membayar semua, sekalian biaya rawat.

Rahma pasrah, uang gaji kemarin sudah ia masukkan ke rekening, di dompet hanya tiga lembar merah.

“Berapa semua?”

Lelaki itu terpaksa perlihatkan jumlah tertera, karena Rahma memaksa. "Ini saya simpan ya, Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya."

"Tolong jangan formal sama aku, Rahma. Kamu ngejek karena aku kelihatan tua, kan?"

"Bukan begitu, Pak-"

"Aku belum menikah dan merasa insecure kalau dipanggil begitu. Tolong sebut Dimas saja. Ok?"

Mengernyit kening Rahma pun akhirnya mengiyakan.

Mereka meninggalkan rumah sakit menggunakan mobil Dimas. Rahma menyebut jalan arah rumah yang akan dituju. Dia akan mampir sebentar mengabarkan musibah ini pada majikan, sekaligus menyelesaikan urusannya dengan Dimas.

“Tunggu sebentar ya, Dimas,” kata Rahma saat mobil berhenti di depan rumah luas berpagar besi warna biru.

“Di sini rumahmu?”

“Bukan, makanya tunggu aku sebentar,” jawab Rahma sambil turun.

Sigap lelaki itu keluar lebih dulu hendak membantu Rahma yang jalannya belum seimbang.

“Aku bisa sendiri,” tolak halus Rahma sambil melempar senyum kecil. Ia tak mau ada banyak budi pada orang asing, takut suatu hari nanti ditagih kembali.

“Ya Allah, Mbak Rahma ini kenapa?” Nyonya rumah yang kebetulan di luar kaget lihat keadaan assisten datang dengan kaki timpang.

Sebentar menjelaskan singkat kejadian semalam, Rahma menunjukan jumlah tertera di kertas. Iaminta tolong majikan membayarkan dulu untuk mengganti uang Dimas.

“Ya ampun, kamu kok gak telepon ibu? Kan bisa Ibu langsung ke sana nengok.” Wanita itu menyuruh Rahma dan Dimas duduk sementara ia ke ruang dalam.

'Apa Rahma pekerja di sini?' Dimas perhatikan gerak-gerik Rahma yang duduk sembari menaut jemari gelisah, tanpa bertanya apapun

Tak lama Nyonya rumah kembali dengan amplop di tangan.

“Ini, kalau ada apa-apa jangan sungkan, Mbak Rahma. Tinggal bilang aja sama ibu.”

“Terima kasih banyak, Bu. Bayarnya potong gaji saya, ya, Bu.”

“Iya, jangan dipikirin.”

Tangan Dimas kaku mengambil uang yang langsung Rahma berikan padanya.

Sekilas wanita paruh baya itu melihat pada lelaki berambut gondrong yang duduk tak jauh dari Rahma.

"Ini siapa?"

Dimas merespons cepat. “Saya Dimas, Bu. Kendaraan saya yang nyenggol motornya Rahma, saya bermaksud bertanggungjawab atas semua tapi Mbak Rahma ini menolak dibayarkan, jadi ini terpaksa menerima."

"Ohh." Bibir majikan Rahma membulat, tapi matanya memindai wajah Dimas

“Makasih banyak atas bantuannya, Dimas. Artinya urusan kita sudah selesai, ya. Pak Dimas silakan pulang duluan. Saya masih ada pekerjaan di sini," ujar Rahma kemudian. Ia lega majikannya mau membantu melepaskan sedikit bebannya.

“Mbak Rahma ibu larang kerja dulu dengan luka begini. Oh, siapa tadi namamu, Nak?” Wanita itu bertanya pada Dimas.

“Dimas Jayadi, Bu. Panggil Dimas saja.”

“Nak Dimas tolong antarkan saja Mbak Rahma pulang.

“Rahma masih bisa naik sepeda, Bu,” tolak Rahma segan.

“Kalau gitu kita sepeda bareng?” Dimas menaikan alis. “tanggung jawabku belum selesai sampai kamu pulang dengan selamat, Rahma. Ya nggak, Bu?” Ia malah meminta dukungan wanita yang langsung tertawa geli.

“Eh, kok namanya sama dengan Jayadi Dimas Property? Apa ini yang arsitek muda itu, ya?”

“Ehm, iya, Bu. Kebetulan saya dapat proyek di kota ini.”

“Wah Bapak bakal senang kalau bisa ketemu gini.” Semringah wajah wanita berkulit putih ini begitu mengenal Dimas. “Saya Bu Yanti, dikenal Bu Gondo juga,” lanjutnya.

“Jadi ini rumah Pak Gondo Wiryawan?”

“Iya, Nak Dimas. Kapan-kapan main ke sini, Bapak senang ini perusahaanmu mau kerjasama bangun perumnas kantornya. Wong katanya yang selama ini urusan sama assisten aja, sama yang punya belum ketemu.”

“Saya sama assisten sama saja, Bu. Terima kasih, Bu Gondo sambutannya. Kapan-kapan saya mampir lagi, ini mau istirahat dulu,” gelak Dimas sambil menarik dada baju, mencium bau badannya sendiri. Ia belum mandi sejak kemarin sore.

“Iya, iya, dengan senang hati. Tolong antarkan Mbak Rahma, ya,” pesan wanita itu lagi saat mereka keluar.

“Mbak Rahma masuk kerjanya nunggu sehat betul. Kalau maksa masuk ibu berhentikan langsung,” ancam Bu Gondo serius. Ia paling kesal kalau melihat Rahma terlalu keras pada dirinya sendiri.

"Iya, Bu. Terima kasih. Saya akan berusaha cepat sembuh."

Dari balik kaca matanya Bu Gondo menatap punggung mereka menuju mobil. Sikap Dimas terlihat hangat, siaga menjaga Rahma yang tak seimbang berjalan.

'Ah, Mbak, semoga suatu saat kamu ketemu lelaki yang baik seperti Dimas itu,' doa tulus Bu Gondo.

*

“Kok sepi? Kamu tinggal sendiri?”

Dimas mengantar sampai ke teras.

“Oh, enggak kok banyak orang cuma belum pulang. Terima kasih banyak Pak Dimas boleh pulang sekarang.”

“Yah, panggil ‘pak’ lagi.”

Rahma pura-pura abai dengan protes lelaki yang baru dikenalnya itu. Sengaja berdiri di halaman, belum akan membuka pintu sebelum Dimas beranjak pulang.

“Baiklah, jangan lupa minum obatnya. Ada keluhan bisa telepon ke nomorku.” Dimas menadah tangan tanda meminta ponsel Rahma.

Sedikit ragu Rahma mengambil ponsel dalam tas.

Setelah mengetik dan simpan nomornya Dimas misscall ke nomor sendiri, lalu memberikan lagi pada Rahma.

“Anaknya cakep,” puji Dimas pada wallpaper, dimana Rahma tertawa lepas saat dicium pipinya oleh seorang anak laki-laki.

“I-iya. Terima kasih,” sahut Rahma kaku.

“Ya sudah aku pulang dulu.”

Lelaki tegap itu akan keluar halaman dengan langkah cepat, tapi terhenti saat mobil merah menyala masuk ke halaman. Langkahnya melambat menunggu orang di dalamnya keluar.

'Apa itu keluarga Rahma? Mungkin aku perlu minta maaf pada mereka' pikirnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akhir Tragis

    "Ada apa?" Dimas mendorong dua pundak Safea untuk melepaskan diri."Ada orang ngejar aku, Mas ... makanya aku lari ke sini ...." Safea kembali memeluknya.“Sebentar, sebentar.” Merasa risi, Dimas menjauh sambil memanggil Rahma. “Sayang, ini ada adekmu,” ujar Dimas pada istrinya di kamar.Rahma langsung keluar, menghampiri Safea dengan wajah terheran-heran.“Safea? Ngapain kamu sampai ke sini?”“Mbak ... aku diganggu orang, makanya tau Mbak Rahma nginap di sini aku lari ke sini. Tolong aku, Mbak … biarkan aku di sini malam ini aja ....” Safea meminta tumpangan nginap sampai pagi, karena merasa diri sedang tidak aman keluar. Mendengar itu tubuh Rahma langsung membatu. Hatinya memang tersentuh, takut Safea benar dalam bahaya, tapi sisi lain ia juga tak ingin kembali dibodohi. Sebelum pernikahan ini terjadi Safea pernah datang ke rumah Dimas, merayu pria itu dengan sangat murahan dan memalukan dirinya sebagai kakak. Untunglah Dimas tahu kelakuan adiknya itu, ia langsung menegur keras a

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Bahagia

    Besok akad nikah Rahma-Dimas akan dilaksanakan. Malam ini dua calon pengantin itu merasakan gugup teramat sangat.Rahma merasa terus ada yang geli merayap di perut, seperti baru pertama menjadi calon pengantin saja. Bibirnya senyum-senyum sendiri membayangkan akan menjadi istri seorang Dimas Jayadi. Ia berbaring di kasur sudah sejak tadi, tapi sulit memejamkan mata. Kesendiriannya karena Azka memilih tidur bersama sang nenek membawa seraut wajah Dimas menari-nari di pelupuk mata. Geli mengingat peristiwa sore kemarin, di hari terakhir pertemuan mereka sebelum resmi besok. Saat ia minta waktu bicara berdua dengan Dimas.“Sebelum semua terlanjur, apa kamu nggak akan nyesal akan menikahiku, Mas?”“Kenapa? Kamu masih ragu?” Dimas langsung menanggapi serius, dengan menatap manik mata Rahma dalam-dalam.Terdiam sesaat, perempuan kuat ini menata kata yang tepat untuk mewakili sedikit ganjalan di hati.“Aku hadir dalam hidupmu bersama Azka, dua orang yang nggak mungkin terpisah. Apa hati Ma

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akibat Ambisi

    Sekilas Rahma melirik dua orang pengunjung di belakang Harlan, yang langsung memberi kode anggukan kepala padanya."Baiklah, Mas. Nggak usah lama-lama. Ini uangnya." Rahma merogoh tas, seolah akan mengambil uang. Harlan pun tersenyum-senyum tak sabar."Aaagg!" Bukan uang yang diberikan tapi tempelan senjata kejut listrik pada tangan membuat Harlan sontak memekik.Di saat terkejut dan lengah itulah dua orang petugas yang menyamar jadi pengunjung tadi langsung mudah menyergap, dan mengunci tangan Harlan ke belakang. Borgol besi segera menyatukan dua pergelangan di belakang punggungnya. “Apa-apaan ini! Rahma!” bentak lelaki bopeng itu.“Anda ditangkap dengan tuduhan melakukan penipuan, dan pemerasan.” Petugas menyebut singkat kasus yang dilaporkan belakangan ini.Harlan mengelak, tapi dua petugas itu tetap tegas akan mendengar penjelasannya nanti di kantor polisi saja. Tim lain masuk bantu menyeret Harlan keluar.Lelaki yang pernah merasa hitup di atas angin itu segera menembakkan ka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rencana

    Rahma mulai menjalankan rencana yang menjadi bagiannya. Ia harus negosiasi dengan Harlan yang menuntut segera ditransfer. Sudah Rahma minta mereka bertemu di suatu tempat. Namun ternyata bukan hal mudah, lelaki itu malah mencurigai maksudnya.“Jangan banyak omong! Cepat transfer ke rekeningku!” pekik Harlan dalam sambungan telepon. Setelah berulang kali dihubungi baru sekarang panggilan Rahma diterima.“Mas, aku sudah berbulan-bulan nggak ketemu Azka, biarkan kami ketemu sebentar aja. Kali ini aja, Mas, skalian aku kasih uangnya.” Tak ingin kalah licik, Rahma membuat suara sesedih mungkin. “Aku ... akan tambah sepuluh juta kalau Mas Harlan bolehkan. Mas Harlan, tolong ya ... aku ngerasa bersalah sudah lama nggak ketemu Azka ...." Hening sejenak. Harlan tergiur tambahan 10 juta yang sangat sulit didapatnya akhir-akhir ini.Harlan menggaruk dahi. “Baiklah, ketemu di mana?” jawabnya kemudian.Rahma langsung menyebut tempat yang pernah direkomendasi Dini kalau mereka bertemu, tapi Harl

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Restu

    Menghela napas sejenak Dimas tersenyum kemudian menjawab, “Jay nurut saja, asal Mami bahagia.” Ia mengecup punggung tangan maminya. “Jay mau nengok kerjaan di kantor dulu, Mi, nanti ke sini lagi.”“Ya, Nak. Hati-hati di jalan.” Dimas mencuci muka di kamar mandi, lalu keluar sambil menguncir rambutnya. “Sebentar.” Bu Hakim menarik tangan Dimas keluar kamar. “Kenapa, Mi?” Pria tersebut kulitnya lebih legam bekas berjemur di pantai selama dua hari pergi, ia tampak bingung maminya menarik ke dapur seperti mencari seseorang, tapi kembali lagi ke ruang tengah.“Itu.” Langkah Bu Hakim terhenti melihat Rahma keluar dari kamar dengan pakaian rapi, sepertinya akan keluar rumah. “Dimas? Alhamdulillah, syukurlah kamu sudah pulang,” ujar Rahma cepat menguasai diri dari rasa terkejut melihat pria itu.Karena Dimas malah terpaku memandangnya Rahma langsung pamit pada Bu Hakim. “Saya mau keluar sebentar, Bu.” Ia menangkup tangan sebelum berbalik. Tak nyaman terjebak canggung antara dirinya, Bu

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Asal Mami Bahagia

    Lelaki berambut gondrong itu duduk selonjoran pasir, mengatur napas yang ngos-ngosan usai lari tanpa henti di bibir pantai. Ia membuang energi negatif dalam dirinya dengan berolah raga begini.“Mau sampai kapan di sini, Bos? Kasihan tuh yang pada nyariin.” Anto menghampirinya.“Gimana kerjaan, An?”“Masalah kerja brebes, Bos. Anto ini sudah pasti bisa dipercaya,” sombongnya menepuk dada.Senyum yang diharap terbit di bibir Dimas tak didapat jua. “Kenapa sih tiap tertekan harus pergi? Mbak Dini bilang mami Bos kurang sehat, tuh, titip pesan kalau ketemu disuruh pulang.”Dimas menatap teman sekaligus assistennya itu sebentar. Ini salah satu risiko memutuskan pergi, pasti maminya sedang kalut sekarang. Acara tinggal dua hari.Dimas beranjak berdiri, menepuk bahu sobatnya itu. “Ayo!” ujarnya membuat lelaki di sebelahnya menganga.“Maksudnya, pulang nih?” goda Anto. “Hm, kamu mau gantian di sini?” balas Dimas cuek sambil melangkah cepat.Anto tersenyum geli, ia bersusaha menjajari langka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rumit

    “Maksudnya apa ini, Mas Harlan?!”[Hei, rindunya aku dengar kata ‘Mas Harlan’ dari bibirmu, Rahma … tapi nggak usah semarah gitu juga. Aku mantan suami sekaligus masih adik iparmu lho. Aku sengaja bawa Azka keluar. Jalan-jalan biar bisa main kayak anak-anak lain, tapi kami kehabisan duit.]“Azka dibawa main ke mana?”[Hm, belum bisa main ini kami masih nepi di jalan …][Kamu kirim uang dulu buat Azka]“Aku akan kirim 200 ribu, tapi habis itu Mas cepat bawa Azka pulang. Mainnya biar diantar Ibu aja.”Terdengar cengengesan tawa Harlan di sana. [Mana cukup segitu, Maniis … aku minta kamu kirim lima juta, Rahma. Kami tunggu!]“Gila! Kamu mau memerasku?!”[Hehehe. Biasa aja, Manis. Kalau kamu nggak kirim, aku sama Azka akan tahan makan sampai kelaparan di jalan. Kamu mau kami ma-] “Awas kau, Harlan! Kalau Azka kenapa-kenapa, aku nggak pikir panjang membalasmu!”[Uww, takut. Hahaa. Cepat kirim uangnya Rahma! Aku serius ini!]Panggilan terputus. Detik kemudian pesan masuk berisi nomor reken

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Azka

    Pentungan besi satpam tepat mengenai jari Nadine, berhasil membuat pisaunya terlempar jauh. Gadis itu mengerang dan meloncat-loncat menahan nyeri.“Tolong mbaknya!” Beberapa orang masuk langsung membantu Rahma bangun, dan diobati lukanya.“Mam-mi …??” Seketika tubuh Nadine membeku melihat ada Bu Hakim di depan pintu, tengah menatapnya kecewa. “Se-sejak kapan Mami di sini?”“Kamu angkat tangan!” Satu dari tiga orang laki-laki membawa borgol meneriakinya. “Bawa dia ke kantor polisi!”“Saya nggak salah, Pak! Dia itu janda gatal! Dia sembunyikan calon suami saya!”“Nanti Mbak jelaskan di kantor saja,” tegas mereka tetap memborgol dan menggiringnya keluar.“Mi, tolong Nadine, Mi! Aku ini calon istri Jay, Mi!”Sayangnya Bu Hakim tak sedikit pun mau melihat wajahnya. “Mi! Ini semua juga gara-gara Mami! Gara-gara Jay!! Kalian semuaa!” pekik gadis itu terus histeris sampai di lantai bawah.Beberapa orang kembali turun usai Rahma mengatakan dirinya baik-baik saja, dan menolak ke rumah sakit. T

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Jiwa Psikopat

    Harlan datang ke rumah Bu Tami dengan gaya khasnya, seolah lelaki tertampan sedunia.Kehadirannya disambut raut masam dua perempuan yang duduk di ruang tamu.“Woi! Kenapa lihat aku begitu? Mana Azka?” tanyanya sambil celingukan.Safea buang muka lantas gegas ke kamar. Ia sudah lama muak lihat wajah Harlan. Tidak mau lagi berurusan dengan lelaki yang menolak menceraikannya itu.“Azka lagi tidur. Kenapa? Tumbenan ingat rumah ini?” Bu Tami bersedekap.“Lah, lah? Apa maksud Ibu? Oh, pasti Ibu mau halangi aku temui Azka, hum?”Alis lelaki itu naik sebelah. “Aku rindu anakku sekarang. bukan rindu istri cantikku yang hobi manyun itu.”“Kenapa baru sekarang anggap Azka anak? Mana tanggung jawabmu setelah berapa lama hilang?”Seminggu sejak keributan parahnya dengan Safea, Harlan memang tak pernah muncul batang hidungnya, lalu sekarang datang seolah tak bersalah.“Itu urusan pribadi, Bu. Nggak perlu juga kali aku jelaskan.” Ia melewati begitu saja Bu Tami yang melarangnya ke kamar Azka.“Mau ap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status