"Apa kau baik baik saja?" tanya Kak Aidil segera setelah kak Yanto pergi. Wajahnya nampak khawatir dan tegang memegangi lenganku yang masih menggendong Rima."Iya, aku baik baik saja," jawabku sambil menyeka sedikit darah yang mengering di sudut bibir, bekas tamparan kakaknya."Apa dia memukulmu lagi?""Selalu," jawabku."Ah, aku ingin sekali membunuhnya andai dia bukan kakakku," ucap suamiku geram."Jangan Kak, kendalikan dirimu," balasku sembari mengajaknya masuk dan menutup pintu. Kami sudah terlalu sering mencuri perhatian warga dan tetangga. Aku tak bisa menyebut bahwa wajahku sudah tebal menahan malu, tapi itulah kenyataannya. Semuanya jadi canggung."Kenapa bisa sampai bertengkar?" lanjut Kak Aidil seraya menyodorkan air padaku. Kuterima airnya lalu meneguknya, kemudian kuajak Rima berbaring lalu menyusuinya."Dia terus menyalahkanku tentang uang ibu. Jadi kuberitahu yang sebenarnya dan dia menggila," jawabku."Entah kenapa tuhan tidak menimpakan azab dan peringatan bagi Kakak,
Jadi pindahlah kami keesokan harinya, dengan sebuah mobil bak terbuka kubawa beberapa perlengkapan rumah, pakaian dan bahan makanan. Setelah berpamitan dengan ibu kunaiki mobil dan duduk di dekat supir sambil menggendong Rima sementara dari kejauhan pria yang kepalanya masih ada perban menatapku dengan sejuta makna.Mungkin dia puas bisa mengusirku dari rumah, atau mungkin juga makin gencar ingin melancarkan gangguan dan permusuhannya."Bismillah, kepindahan ini mudah-mudahan adalah awal yang baru," gumamku di dalam hati."Sudah semua Mbak?" tanya supir."Sudah Kak.""Bang Aidilnya mana?""Sudah jalan duluan pake motor," jawabku."Oh, baiklah."Perlahan mobil itu bergerak meninggalkan halaman rumah Pak haji dan Nyai Hatima. Kupandangi teras rumah dengan perasaan sedih karena memilih mengalah dan tersisih dengan cara terpaksa seperti ini. Memang tempat iju bagus, rumahnya sudah permanen meski berukuran kecil tapi tidak ada kenyamanan untuk tinggal dan mencari keamanan, segalanya se
"Apa ada maksud terselubung di balik itu? Apa kakak menaksir padaku tapi karena kalak tidak akan mungkin menjadikan diri ini pasangan sehingga kau murka dan iri sekali?""Jaga mulutmu, istriku bahkan 5 kali lebih cantik darimu, jangan mengada ada!""Kalau begitu apa maksudmu dengan terus menggangguku padahal aku sama sekali tidak pernah mengganggumu. Kakak bahkan tidak punya alasan untuk kesal karena aku sama sekali tidak pernah datang dan mengganggu kehidupan kalian atau membuat kekacauan di dalam rumahmu. Ada apa denganmu?" Mendengar pertanyaanku yang berani lelaki itu langsung diam saja. Dia tidak lagi banyak bicara karena setelah itu aku pun langsung masuk ke kamar.Entah apa perasaan Kak Aidil setelah aku mengungkapkan kekesalan dan apa yang terlintas di benakku. Habisnya, aku tidak habis pikir mengapa kak Yanto terus gencar mengembuskan permusuhan. Bukankah tabir antara benci dan rindu itu sangat tipis sehingga sulit dibedakan dan bisa berubah kapan saja? apakah dia menyukaiku d
Setelah pria itu pergi membawa segala kejahatan dan perilaku anehnya, aku segera bangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air demi meredakan syok yang membuncah di ubun ubun."Astaghfirullah apa yang baru terjadi?" Aku menggumam sambil menahan air mata yang meluncur di pipi.Kutuangkan air masak ke gelas dengan tangan gemetar, gelasnya bergoyang dan airnya ikut tumpah, kuteguk cairan itu dengan cepat kemudian melungsurkan diri di dinding dapur, duduk bersandar dengan tubuh tidak berdaya, kupeluk kakiku untuk menenangkan hati yang terus berdegup oleh sensasi kaget yang tidak terduga."Kak Yanto baru saja melecehkanku, dia baru saja hendak merampas harga diriku," gumamku sambil menahan geram di hati. Aku merasa sesak dan seolah dituangkan noda di atas kepala olehnya. Memang tidak sampai diperkosa tapi prilakunya membuatku merasa kotor sekali."Beraninya dia menyusupkan kaki ke antara pahaku, beraninya dia melakukan itu padahal aku adalah adik iparnya, aku akan melaporkannya ke
Aku mungkin tak bisa beritahu suamiku tentang kelakuan kakaknya karena itu akan menghancurkan hubungan mereka, hubunga suami istri antara Kak Yanto dan Mbak Devi, juga hubungan orang tua dan anak antara mertua dan iparku itu. Tapi, aku bisa melakukan sesuatu yang lebih dari itu.Aku harus memberinya pelajaran yang akan membuatnya tidak bisa berkutik. Aku ingin dia sadar bahwa menginjakku selama ini adalah perbuatan yang keliru, dan satu lagi, ia sudah melecehkanku maka aku tak akan mengampuninya lagi.Aku sudah merencanakan sesuatu untuk beberapa saat nanti, jika Yanto datang dan mencoba menggodaku lagi, maka aku akan bertindak.Sore itu, kuikat sayur yang sudah dipanen kak Aidil untuk dibawa esok pagi oleh truk pengangkut ke pasar induk sambil menjaga Rima bermain, kuikat kangkung, bayam dan sawi lalu menumpuknya ke keranjang besar. Kupindahkan juga buah cabai dan tomat, menyortir yang besar lalu memisahkan ke keranjang yang berbeda. Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul
Setelah Yanto pergi, aku segera bergegas mengambil ponsel yang kuletakkan tepat di atas lemari. Kumatikan durasi video dan segera menyimpan rahasianya di folder khusus.*Sejam kemudian suamiku datang, seperti biasa dia nampak lelah dan berkeringat deras hingga pakaian dan rambutnya basah."Terima kasih karena selalu bekerja keras untuk kami Kak," ucapku yang menyambut di teras."Sama sama, aku membanting tulang demi kamu dan Rima. Agar kalian bahagia," jawabnya."Masuk dan mandilah Kak, aku siapkan sambal kentang dan ayam goreng, kakak pasti akan suka," ucapku dengan senyum termanis."Terima kasih ya, Ibunya Rima.""Sama sama ayah Rima," balasku dengan tawa berderai.Seebenarnya ada rasa bersalah dan dosa setelah tadi sempat memancing Kak Yanto ke kamar. Andai tidak demi menghentikan kejahatannya tentu aku tak akan mau berpakaian dengan tali kecil dan daster selutut di depan lelaki yang bukan pasangan halalku. Aku merasa ternoda dan berdosa mengingat suamiku adalah pria yang tulus da
Karena tahu dia menahan uangku, maka aku yang tidak mau tinggal diam segera mencarinya ke ladang ubi karena aku tahu dia sedang memanen di sana.Kususuri pematang, melewati kebun mangga dan jambu mete lalu lewat beberapa petak sawah lagi dan sampailah di kebun singkong milik mertua. Ayah kak Aidil menang juragan tanah yang punya lahan berhektar-hektar yang ditanami berbagai macam jenis palawija, sayur dan buah. Masing masing anak diberi area untuk mereka kelola dan pertanggung jawabkan pada Pak Haji dan ibu mertua, namun hasilnya tetap ibu yang menguasai meski nantinya dibagi dengan rata, dengan cara sedikit demi sedikit. Alasannya simpel, agar uangnya tidak cepat habis. "Kak Yanto!" seruku dari kejauhan. Pria yang tengah sibuk mencabut singkong bersama beberapa orang pria menoleh padaku. Dengan wajah kesal ia tinggalkan pohon yang baru dia pegang dan segera mendatangiku."Ada apa kau mendatangiku jauh jauh kemari?" tanyanya berkacak pinggang."Aku minta sisa uangku yang tiga ratus
Dengan perasaan deg degan aku meluncur bersama Kak Aidil menuju rumah Ibu mertua, aku tak bisa menebak apa yang akan terjadi di sana tapi aku harus menyelesaikannya. "Kak ..." Kucuil pinggang suamiku yang mengendarai motornya sementara aku duduk tepat di belakangnya memangku Rima."Iya?""Kamu sudah yakin akan bicarakan ini dengan ibu, akan menunjukkan bukti dan membuat Kakakmu malu.""Iya, kalau tidak sekarang kapan lagi?""Tapi itu akan heboh karena dalam video itu ada aku," balasku cemas."Biar orang tua yang menilai dan memutuskan, aku akan bicara secara pribadi pada ibu setelahnya akan kuserahkan keputusan terbaik pada beliau.""Baiklah, terserah."Motor berbelok, masuk ke pekarangan luas dengan beberapa pohon kelapa yang tumbuh di tengah halaman. Kembali kulihat rumahku, rumah mungil bercat hijau dengan pintu tertutup dan lampu yang selalu menyapa."Tidakkah kita mampir ke rumah?""Nanti saja, ayo langsung bicara," balas Kak Aidil sambil menuntun tanganku ke rumah kedua orang t