Kedua iparku terkejut, tertegun dan langsung bangun dari tempat duduk mereka. Mbak Devi segera memanggil sang suami sedang kak Tania segera mengambilkan air. "Sudah saya bilang gasnya bocor," ucapku lirih."Iya, itu bukan salahmu," jawab Kak Tania yang sibuk mewadahkan air di gelas.Mbak Devi mencoba menyadarkan ibu sementara Kak Yanto dan Aidil langsung panik melihat wajah ibu yang merah dan perlahan melepuh bengkak."Kenapa bisa begitu?""Kelihatannya gasnya bocor," jawab Kak Tania."Astaghfirullah untung tidak meledak dan tidak memakan korban lain," ujar Kak Aidil."Aku masih syok, Kak, aku benar benar tegang," balasku."Bawa ke rumah sakit atau panggilkan bidan desa," ujar suamiku pada kakaknya."Panggil bidan saja, aku khawatir ibu malah tidak betah di rumah sakit.""Tapi mungkin lukanya bisa dibersihkan dengan baik," jawabku lirih."Kamu kenapa gak bilang ke ibu kalau ada bau gas!" tuding kak Yanto dengan amarahnya."Selalu saya yang disalahkan, saya sudah bilang tapi ibu tida
"Jangan fitnah saya dengan tuduhan yang tidak tidak, Saya tidak tahu menahu baru datang ketika kompor itu baru akan meledak. Saya termasuk jarang datang ke rumah induk jangankan untuk masuk ke dapur ke pelataran saja tidak termasuk terinjak olehku.""Jangan coba-coba bohong bilang saja kamu dendam dan kamulah yang telah mencelakakan Dani dan bapak!""Saya capek membela diri atas tuduhan yang tidak masuk akal! Silakan hadir kan bukti kalau ingin menuntut saya saya benar-benar muak dengan keluarga ini!" Balasku tanpa ketakutan sedikitpun. Mereka tidak bisa menyalahkanku, sementara aku punya alibi yang kuat, ditambah diri ini tidak pernah kemana-mana dan berada dalam kondisi lemah."Sebelumnya di dalam keluarga ini tidak ada malapetaka yang beruntun seperti ini, sepertinya musibah ini adalah musibah yang disebabkan oleh manusia, bukan semata kecelakaan.""Kalaupun iya, apakah hanya aku sasaran kalian? Aku hanya wanita yang baru melahirkan dan masih lemah, bahkan ketika kalian mengeroyok
Aku yang merasa kurang yakin akan pendengaranku dari dapur, merasa perlu untuk segera maju dan memastikan kabar yang terdengar."Ada apa?""Yanto terjatuh saat memetik kelapa, Nyi," jawab Bapak itu dengan gelisah. Mbak Devi langsung histeris mendengar suaminya terkena musibah. Segera wanita itu meninggalkan luka ayah yang belum selesai diperban untuk menyusul suaminya ke kebun."Apakah suami saya sadar Pak?""Tidak tahu, Nyi, pingsan dianya ....""Allah, jangan sampai terjadi apa apa pada suamiku," ujar wanita itu dengan tangis tertahan. Dengan cepat dia berlari ke rumahnya untuk mengambil tas dan jilbab. Sementara aku masih berdiri dengan keadaan tak tahu harus berbuat apa."Apa yang kau tunggu segera balut dulu ke ayahmu!" Aku yang tidak mau beradu argumen segera mendekat untuk mengobati luka ayah. Perlahan kulepas lilitan perban yang ternyata lengket dengan darah, agak sulit memang membukanya tapi aku berusaha pelan pelan."Pelan-pelan, aku kesakitan!" ujar Pak Haji dengan geram.
Brak!Cring!Suara kunci yang terlempar ke lantai langsung terjatuh tepat di kakiku. Wanita yang akhirnya tidak punya pilihan itu menyerahkannya dengan napas mendengkus kesal."Ambillah, kembalikan jika kau sudah selesai!""Terima kasih," jawabku dengan senyum simpul dan langsung bergegas pergi."Awas kalau kau berani mengambil sesuatu dari sana!" ancam ibu."Kalau Kakak yang lain mengambil jatah beras dan stok, masak saya tidak boleh?" Jawabanku membuat ibu mertua makin geram dan murka.Kulangkahkan kaki ke gudang dengan hati amat bahagia karena diri ini berhasil mendapatkan kunci gudang, tempat persediaan hasil pertanian dan palawija. Ada beras, banyak tumpukan karung gabah yang kalau dicuri dua karung pun tidak akan ketahuan ibu saking banyaknya. Ada beberapa karung kentang, umbi-umbian dan bawang. Masuk ke gudang itu sama seperti masuk ke dalam surga makanan di mana kamu bisa mengambilnya dan membawa pulang sebagai persediaan."Akan kuambil makanan dan menyembunyikannya di rumah,
Tentu saja perih dan sakit ketika air dingin menyentuh luka yang melepuh dan terkelupas. Jangan dibayangkan betapa sakit dan berdenyutnya semua itu. Pantas saja ibu kejang dan berteriak-teriak.Ibu yang menjerit membuat Kak Aidil terkejut dan segera berlari untuk membantuku membangunkan Ibu."Ibu, kok bisa jatuh," tanya suamiku dengan muka syok."Istrimu ini tidak becus memegangiku, dia hanya sekedar membantu dengan separuh hati," tudingnya meragukan pengabdianku. Andai tidak lebih muda diri ini darinya sudah kupukulkan baskom ke wajahnya agar dia tahu rasa."Aku sudah memintanya memakai sandal tapi itu menolak," sanggahku membela diri. "Kau mendorongku dengan keras!" teriaknya sambil menangis di depan Kak Aidil."Kak ... alangkah hancurnya saya kalau kakak sampai percaya," ujarku pada suami.Betapa sedih dan perihnya hati ini difitnah demikian oleh ibu mertua. Mungkin karena paham sifat ibunya, suamiku hanya mengangguk dan tersenyum tipis, memberiku alasan agar aku memaafkan oran
Kutitipkan Rima kepada kakak iparku Tania lalu diri ini segera bergegas mengambil motor ke garasi dan pergi membelikan sate untuk ibu mertua. Kak Tania yang melihatku membawa kunci gudang mengeluarkan motor sempat kaget dan melongo mungkin untuk pertama kalinya sejak menjadi menantu diri ini berhak memakai motor."Hati-hati di jalan Dik," ucap kak tania sambil melambai kecil dan menggendong Rima.Untuk pertama kalinya aku merasa senang diberikan sejumlah uang oleh ayah mertua dan dibiarkan seperti menantu menantu lain berhak melakukan apapun dalam hidup berhak memakai fasilitas seperti yang dilakukan kakakku yang lain.Sekembalinya dari membeli sate ku lihat di rumah induk sedang ada tamu. Aku pikir mungkin tetangga yang ingin menjenguk ibu tapi ternyata itu adalah petugas kebersihan tempat pembuangan umum. Entah apa yang dia lakukan aku tidak paham."Ini makanannya Bu," kataku sambil meletakkan nasi dan sate, setelah sempat menyiapkannya dari dapur."Kamu kenal dia.""Iya dia Paman S
Kabar yang kudengar, hari ini Kak Yanto, kakak ipar sulungku akan dibawa pulang ke rumahnya. Keadaannya sudah membaik jadi pria itu akan dirawat jalan saja. Sebenarnya aku lebih menikmati waktu saat pria itu tidak di rumah, aku bisa leluasa membully orang tuanya, tanpa ketakutan sedikitpun. Lagipula orang jahat dan kejam sesekali memang harus dikejamkan agar tahu rasa.Setelah selesai mencuci pakaian aku segera menjemur dan mengisi air, aku bagikan jatah makanan seperti biasa dari gudang makanan ibu, ke rumah tiga iparku. Aku merasa menguasai segalanya dengan memegang kunci gudang dan garasi. Padang heran juga padahal ada kak Tina sebagai anak kandung mengapa Ibu tidak menyerahkan kunci itu kepada putrinya. Mungkinkah karena dia mengetahui putrinya yang guru itu amat sibuk?Tok ... Tok ....Kuketuk pintu rumah Kak Tania, tidak lama kemudian wanita itu datang dan menyunggingkan senyum lebar padaku. Kusodorkan keranjang makanan kearahnya lalu wanita itu berbinar melihat isinya."Wah
Siang harinya.Baru saja keluar dari rumah ibu mertua, baru saja usai mengerjakan tugas rumah yang menumpuk, tiba-tiba mobil ambulans datang dan menurunkan Kak Yanto dari sana bersama dengan istri dan seorang putranya yang sudah duduk di bangku SMP. Mereka nampak setia menemani kepala keluarga mereka yang terlihat lemah tertidur di tandu ambulance."Dik, segera ambil Rima, aku mau bantu Kakak," ucap suamiku sambil menyerahkan bayiku."Iya, Kak._" dengan sigap kuterima Rima dipelukanku lalu menyaksikan Kak Aidil dengan cekatan membantu petugas ambulan menurunkan tandu dan membawa Kak Yanto masuk ke dalam rumahnya."Kira-kira pria jahat itu akan berubah atau tidak ya, setelah mendapatkan musibah seperti itu?" Aku membatin sambil melihat proses pria yang diperban kepalanya itu dimasukkan pelan pelan lewat pintu depan.Kak Yanto sempat bersitatap denganku tapi ekspresinya datar saja, dia melihat diri ini tapi entahlah ... apa yang dia rasakan.Mengetahui bahwa anak mertuaku sudah pulang