Share

5. Masa Lalu

Author: Yetti S
last update Last Updated: 2023-08-30 06:01:05

Aku merasakan jantungku berdegup kencang. Aku sungguh tak menyangka bahwa akan bertemu Mas Haikal di saat akan menghindarinya. Aku berpikir keras untuk menjawab pertanyaan mantan suamiku itu. Kuperhatikan dirinya yang juga sepertinya akan check out dari hotel ini. Hatiku berdesir ketika melihat koper kecil di sebelahnya. Koper itu dulu aku yang membeli untuknya, dan selalu dia pakai untuk bepergian tugas ke luar kota. Aku tak menyangka Mas Haikal masih menggunakannya.

“Manda, kok malah bengong?” tanya Mas Haikal yang sudah berada di dekatku. Dia meraih tubuh Pasya dari gendonganku, karena tubuh anakku terjulur ke arah Mas Haikal. Ya, anakku itu ingin digendong oleh papanya.

 Aku refleks menganggukkan kepala. Hal itu membuat Adel membulatkan matanya.

“Mbak, kenapa mengangguk sih? Kita kan nggak pulang sekarang,” bisik Adel di telingaku.

“Ya Tuhan, aku spontanitas saja tadi karena aku gugup, Del,” jawabku dengan berbisik juga.

“Kalau mau balik ke Jakarta sekarang, bareng saja sama aku. Nanti aku antar sampai rumah papa,” sahut Mas Haikal yang kembali membuat hatiku berdesir. Dia bilang apa tadi? Papa? Dia masih memanggil mantan mertuanya dengan sebutan papa. Sama sekali tak kusangka.

“Nggak usah, Mas. Kita sudah pesan tiket pesawat kok untuk baliknya,” tolakku secara halus.

“Jangan menolak dong, Manda. Nanti aku ganti deh biaya tiket pesawatnya. Kamu sebutkan saja berapa biayanya,” sahut Mas Haikal kalem. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada seorang pria, yang aku tahu adalah asisten Mas Haikal. “Rud, tolong bawa koper Bu Amanda ke mobil!”

“Baik, Pak,” sahut Rudi. Pria itu menatapku dan tersenyum serta mengangguk sopan. “Apa kabar, Bu Amanda?”

“Alhamdulillah, baik,” jawabku dengan senyuman padanya.

“Rud, anakku ganteng, ya. Namanya, Pasya Prayuda,” celetuk Mas Haikal pada asistennya yang langsung menganggukkan kepala.

“Iya, ganteng banget. Mirip sama Pak Haikal,” sahut Rudi jujur.

Aku menghela napas mendengar percakapan mereka berdua.

Di saat yang sama, Mas Haikal pun membayar biaya kamar hotel yang aku tempati. Selanjutnya, dia mengajak aku dan Adel menuju mobil yang sudah menunggu di depan lobi hotel.

Akhirnya, aku pulang ke Jakarta bersama dengan mantan suamiku. Awalnya berniat untuk menghindar, tapi malah justru pulang bersamanya.

***

Kini kami sudah berada di pesawat pribadi milik keluarga Mas Haikal. Berada di pesawat pribadi ini mengingatkan aku pada masa lalu, di mana aku dan Mas Haikal pernah duduk berdampingan di kursi pesawat sebagai pasangan suami istri. Saat belum ada orang ketiga dan ibu mertua yang ikut campur dalam rumah tangga kami. Ya, ibu mertua ikut campur dalam rumah tangga kami, karena aku belum kunjung hamil juga di tahun ke tujuh pernikahan kami.

Saat ini ingatanku berada ketika aku dan Mas Haikal sedang melakukan perjalanan ke Paris. Kami dulu memang sering berlibur dan menikmati kebersamaan. Hingga rasa gundahku karena belum bisa memberikan keturunan untuk suami, sirna karena perlakuan manis Mas Haikal padaku. Mas Haikal memang tak menuntut soal anak padaku. Dia berpikir, bahwa kami memang belum diberi keturunan saja oleh Tuhan.

“Kalau ngantuk tidur saja dulu, Sayang. Perjalanan masih jauh,” bisik Mas Haikal ketika kami tengah dalam perjalanan ke Paris kala itu. Dia melihat aku menguap. Dia memasangkan selimut di tubuhku hingga sebatas dada.

“Aku tidur dulu ya, Mas. Kamu kalau mengantuk tidur saja,” ucapku balas berbisik padanya.

“Aku belum mengantuk. Aku sepertinya nggak bisa tidur, karena dengan memandang wajahmu membuat aku selalu terjaga,” ucapnya mulai menggombal.

Aku seketika tertawa dan mengelus rahang kokohnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Setelah itu, aku pun terlelap dan masuk ke alam mimpi.

Liburan ke Paris adalah salah satu liburan dari sekian banyak tempat di dunia yang kami kunjungi. Mas Haikal sangat memanjakan aku, begitu juga sebaliknya. Kami saling mencintai satu sama lain. Cinta kami tumbuh ketika masih sama-sama menjadi mahasiswa di salah satu kampus ternama di Jakarta. Mas Haikal adalah kakak tingkatku, dua tingkat di atasku. Tiga tahun menjalin hubungan, kami memutuskan untuk menikah.

Pernikahan kami diselenggarakan dengan meriah. Bagaimana tidak meriah, kalau Mas Haikal adalah putra tunggal dari seorang pengusaha sukses. Dia adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarganya. Aku yang seorang putri bungsu dari dua bersaudara berasal dari keluarga menengah, merasa beruntung memiliki suami seperti Mas Haikal.

Rumah tangga kami pun adem ayem tanpa gangguan yang berarti. Walaupun ada pertengkaran kecil, itu wajar saja dalam kehidupan berumah tangga. Namun, kebahagiaan kami terusik ketika memasuki tahun ke tujuh pernikahan kami.

“Haikal, kok Amanda belum hamil juga sih? Kamu perlu seorang keturunan lho. Masak sudah tujuh tahun menikah, tapi belum ada tanda-tanda kehamilan,” ucap ibu mertuaku suatu hari ketika berkunjung ke rumah kami.

“Sabar dong, Bu. Ujian rumah tangga kan macam-macam bentuknya. Nah, giliran aku diuji dengan belum dikaruniai anak oleh Tuhan,” sahut Mas Haikal kalem.

“Ya jelas saja belum dikaruniai anak. Menurut dokter Bambang, rahim Amanda bermasalah kan,” celetuk ibu Mas Haikal.

“Iya, itu menurut dokter Bambang. Tapi, kalau Tuhan berkehendak lain dan suatu hari memberi anak pada kami. Jadi Ibu sabar saja dulu. Nanti kalau sudah waktunya punya cucu, Ibu akan bisa menggendong cucu Ibu kok,” sahut Mas Haikal kala itu dengan sabar menghadapi ibunya.

“Iya, tapi sampai kapan? Awalnya juga Ibu sabar dan berdiam diri. Tapi, ini sudah tujuh tahun lho,” ucap ibu Mas Haikal yang tiba-tiba membuat jantungku berdegup kencang. Entahlah, dari nada suaranya aku seperti menangkap ada ancaman.

“Ada pasangan suami istri yang belum memiliki anak hingga sepuluh tahun lebih. Mereka sabar dan akhirnya punya anak juga. Jadi nggak usah dihitung berapa lamanya, Bu. Aku mohon Ibu supaya bantu doa saja. Selebihnya kita serahkan pada Tuhan, ok,” sahut Mas Haikal yang membuat aku sedikit bernapas lega.

“Bagaimana kalau kamu menikah lagi supaya mendapat keturunan, Haikal?” tanya ibu Mas Haikal yang membuat kami berdua terkejut.

“Apa?! Menikah lagi? Nggak ada sedikit pun untuk niat itu terlintas di kepalaku, Bu. Jadi tolong Ibu tarik kembali saran Ibu itu,” sahut Mas Haikal tegas. Sedang aku, hanya bisa menggigit bibir bawahku sambil memilin jemari karena rasa cemas mulai melanda. Telapak kakiku juga mulai terasa dingin.

“Amanda tetap istri kamu. Istri kedua hanya untuk mendapatkan anak saja. Kamu tahu Meta kan, Nak? Dia seorang gadis yang baik lho. Dia masih saudara jauh kita. Buyutnya sepupu buyut kamu. Sepertinya dia cocok juga jadi istri kamu,” ucap ibu Mas Haikal berusaha merayu.

Perutku terasa mulas mendengar ucapan ibu mertuaku kala itu. Aku tahu siapa Meta. Aku tahu juga kalau diam-diam dia suka memperhatikan Mas Haikal. Ah, apa ini suatu konspirasi agar bisa menyingkirkan aku secara halus, dengan alasan aku yang belum kunjung hamil. Tentu saja ibu Mas Haikal menyodorkan Meta, karena gadis itu adalah saudara jauh dari pihaknya.

“Nggak, Bu. Sekali aku bilang nggak, tetap nggak. Amanda adalah istri aku satu-satunya, dan aku sabar menunggu hingga dia hamil anakku,” tegas Mas Haikal kala itu.

Aku yang kala itu bernapas lega, tapi akhirnya harus kecewa yang teramat dalam. Kekecewaan itu terjadi di saat kami baru saja melakukan hubungan suami istri, dan Mas Haikal mengatakan sesuatu yang menohok hatiku.

“Sayang, ijinkan aku untuk  menikahi Meta. Aku janji akan adil pada kalian berdua. Waktuku akan lebih banyak untukmu,” ucap Mas Haikal yang membuat tubuhku terasa lemas.

“Apa, Mas? Kamu mau menikah lagi? Tapi, kenapa?” tanyaku dengan kelopak mata yang mulai berair. “Kamu sudah bilang sama ibu kalau nggak mau menikah lagi. Tapi, kenapa sekarang berubah pikiran?”

“Itu karena...karena Meta sudah hamil enam minggu. Dia hamil anakku, Manda,” sahut Mas Haikal lirih.

Deg.

Duniaku terasa runtuh ketika mendengar pengakuannya. Aku menangis sejadi-jadinya. Kutepis tangan Mas Haikal yang berusaha menenangkan aku. Tak sudi lagi diri ini disentuh olehnya.

“Baik, nikahi dia dan ceraikan aku!” ucapku setelah tangisku reda.

“Nggak. Aku nggak mau berpisah sama kamu. Aku mencintai kamu, Sayang,” sahut Mas Haikal lembut.

“Stop! Jangan bilang cinta lagi, Mas! Kamu sudah mendua dan berkhianat. Kalau kamu nggak mau menceraikan aku, biar aku yang menggugat cerai,” sahutku lantang yang membuatnya terkejut.

Semenjak itu, aku menghindarinya dengan pisah kamar. Aku juga menghubungi pengacaraku untuk mengurus perceraianku dengan Mas Haikal. Awalnya Mas Haikal menolak, tapi dia akhirnya setuju setelah aku membujuknya dengan mengatakan kalau ada kemungkinan rujuk. Tentu saja itu hanya trik dariku. Mana sudi aku rujuk dengannya yang sudah jelas menyakiti hatiku.

Di saat proses cerai berlangsung, aku merasakan kelainan dalam diriku. Aku periksakan diriku ke dokter, dan hasilnya aku positif hamil tiga minggu. Rupanya hubungan badan kami di malam itu membuahkan hasil. Namun, aku bertekad dalam hati bahwa aku akan membesarkan anakku seorang diri. Mas Haikal tak akan aku beritahu perihal kehamilanku ini. Anak dalam kandunganku ini, biarlah menjadi milikku seorang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arita Dhamayanti
semangaat amanda ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   148. Kasih Sayang Tanpa Syarat

    Seto yang tak ingin keadaan menjadi memanas, lantas tampil sebagai penengah.“Irene, Papa rasa yang diucapkan Pasya itu benar. Kamu sabar dulu untuk sementara waktu. Video call adalah cara yang tepat. Tapi, kamu juga harus rutin mengunjungi Ayesha, dan pelan-pelan mendekatinya. Nanti juga lama-lama dia akan luluh sama kamu,” ucap Seto lembut. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Pasya. “Kamu nggak masalah kan kalau Irene nantinya akan rutin datang kemari untuk menemui Ayesha?”“Tentu saya nggak akan keberatan. Irene adalah ibu kandungnya Ayesha, Pak. Saya nggak mungkin memisahkan Ayesha dan ibu kandungnya. Jadi silakan Irene datang kapan pun dia mau. Hanya satu pesan saya, jangan memaksakan kehendak yang bikin Ayesha nggak nyaman. Itu saja sih permintaan saya, dan saya berharap kalau Irene bisa mengerti,” sahut Pasya.Seto lalu kembali menatap anaknya seraya berkata, “Ren, itu Pasya sudah bilang kalau dia sama sekali nggak keberatan, kalau kamu rutin datang kemari. Jadi solusinya begi

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   147. Penolakan

    Tak lama, Saskia datang sambil menggendong Ayesha. Dia tampak sedang mengajak bercanda Ayesha sambil berjalan menuju sofa tempat Irene duduk.“Nah, ini ada mama, Sayang. Yesha sekarang dipangku sama mama, ya,” ucap Saskia dengan suara lembut.Ayesha yang sebelumnya tertawa, tiba-tiba merengek ketika Saskia meletakkannya di atas pangkuan Irene. Dia juga berpegangan pada blus Saskia, kode kalau dia tak ingin dilepaskan dari pelukan Saskia.“Ayesha, Sayang. Ini Mama, Nak. Mama kangen sama kamu. Semenjak kamu lahir, Mama belum peluk kamu,” ucap Irene lirih dengan kedua bola mata yang mulai berkaca-kaca, karena sedih mendapat penolakan dari anak kandungnya sendiri.Pasya yang melihat itu pun jadi tak tega. Dia membantu membujuk Ayesha.“Yesha...ayo, mau ya dipangku sama mama. Nanti mimik susu lagi sama mama,” ucap Pasya, yang membuat Saskia serta Irene kompak menoleh padanya.‘Mas Pasya kenapa ngomongnya soal menyusu sih? Apa memang itu yang sekarang ada di kepalanya. Mentang-mentang Irene

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   146. Mendatangi Pasya

    Saskia lalu beringsut menjauhi suaminya dengan wajah tertekuk. Dia mendadak diam seribu bahasa.Pasya yang mengetahui perubahan sang istri, lantas tersenyum dan meraih tangan Saskia.“Cemburu?” tanya Pasya dengan tatapan menggoda.Hening.Saskia sepertinya malas memberi tanggapan. Dia malah sibuk merapatkan selimut di tubuh Ayesha, yang terbaring di sebelahnya duduk.“Irene sudah pulih dari koma, Kia. Dia menanyakan tentang bayinya. Tadi papanya telepon saat kita masih di bandara. Kamu sedang sibuk sendiri dengan Ayesha, makanya nggak tahu kalau aku menerima telepon dari mantan mertua,” jelas Pasya dengan nada lembut.Saskia sontak menatap sang suami. “Irene mau mengambil Ayesha ya, Mas?”Pasya mengangguk seraya berkata, “Iya, Sayang. Dia kan ibunya. Dia juga taruhan nyawa saat melahirkan Ayesha. Lagi pula aku dan Irene sudah berkomitmen untuk mengasuh anak kami, meski di tempat yang berbeda.”Saskia tampak muram. Meskipun dia hanya sebatas ibu sambung, namun dia sangat menyayangi Aye

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   145. Kecewa

    “Pa, kok diam saja?” tanya Irene lagi dengan nada mendesak.“Eh, kamu kan masih harus banyak istirahat, Ren. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya, ya,” sahut Seto sedikit gugup. Membuat Irene curiga.“Pa, Ma, sebenarnya ini ada apa sih? Kok aku merasa kalau Mama dan Papa sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ngomong saja sih terus terang. Ada apa?” desak Irene dengan wajah memelas.Seto dan Diah saling tatap. Mereka seolah sedang berdiskusi melalui tatapan mata. Hingga akhirnya Diah menganggukkan kepalanya pada sang suami.“Ren, kamu kan baru saja pulih dari koma. Lebih baik nanti saja Papa beritahunya. Papa khawatir kalau nanti kamu...” Seto menghentikan kata-katanya ketika Irene menyela ucapannya.“Ini ada hubungannya dengan Ayesha dan Mas Pasya? Kalau iya, nggak apa katakan saja sekarang. Aku merasa sudah lebih baik kok sekarang, Pa,” ucap Irene yakin.“Ya sudah, kamu kasih tahu saja sekarang, Mas,” timpal Diah.Seto mengangguk. Dia lalu menatap wajah cantik Irene yang terliha

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   144. Pulih

    Kini kedua bola mata Irene mulai membuka secara perlahan. Tatapan wanita itu menyisir ke sekitarnya.“Selamat malam, Bu Irene,” sapa dokter dengan suara perlahan. Pria itu memperhatikan setiap respons pasiennya, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan Irene.“Ma-malam,” sahut Irene lirih dan terbata.“Ibu baru saja siuman setelah tak sadarkan diri selama empat bulan lamanya. Selamat datang, Bu Irene. Semoga kondisi Ibu semakin membaik,” ucap dokter dengan senyuman.“S-saya ta-tak s-sadar kan di-ri s-selama em-pat bu-lan?” sahut Irene masih dengan suara terbata-bata.“Iya dan alhamdulillah, sekarang Ibu sudah melewati masa kritis. Tapi, setelah ini tolong jangan banyak bicara dulu. Ibu istirahat dulu yang cukup supaya kesehatannya lekas pulih,” ucap dokter, yang diangguki oleh Irene.Setelah selesai memeriksa Irene, dokter lalu mengalihkan tatapan pada suster. “Sus, satu jam lagi kalau nggak ada keluhan dari pasien, silakan pasiennya dipindahkan ke ruang perawatan. Masa kritisnya sud

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   143. SAH

    Empat bulan berlalu, kini saatnya pernikahan Pasya dan Saskia digelar. Acara akad nikah dilangsungkan di kediaman orang tua Saskia. Sedangkan resepsinya nanti akan dirayakan di salah satu hotel berbintang lima.Saskia tampil cantik dan anggun dengan kebaya putih dan kain jarik coklat tua. Wajah Saskia dipoles dengan riasan yang natural, tapi tetap terlihat cantik dan elegan.Sedangkan Pasya sendiri tampil gagah dengan setelan jas warna hitam dan kemeja putih, lengkap lengan peci hitamnya. Pasya juga sudah menyiapkan mahar berupa satu set perhiasan emas berhiaskan berlian. Meski ini bukan yang pertama, tapi tetap saja Pasya merasa gugup. Hal itu diketahui Haikal.Haikal berpindah duduknya di sebelah anak sulungnya. Mumpung Saskia belum tiba di ruangan itu. Begitu menurut pemikiran Haikal.“Sya, tenang saja kenapa sih. Jangan gugup begitu! Kayak yang baru pertama kali saja,” bisik Haikal.Pasya menghela napas panjang dan melirik pada papanya. “Namanya pengantin, mau pertama kali atau ke

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   142. Calon Ibu Sambung

    Pasya masih berada di ruang keluarga menemani Amanda, ketika sebuah suara membuatnya tertegun dan menoleh ke arah sumber suara itu.“Assalamualaikum.”“Wa’ alaikumsalam,” sahut Amanda dan Pasya secara bersamaan.“Wah, tamu jauh ini yang datang. Sini duduk, Kia,” sapa Amanda dengan senyum mengembang di bibirnya.“Apa kabar, Tante? Ini aku bawain kado untuk Ayesha. Semoga suka.” Saskia berkata sambil meletakkan paper bag berukuran besar di atas meja. Setelahnya, dia mengecup pipi Amanda karena tangan wanita paruh baya itu sedang memegang botol susu.“Yesha, ada Tante Kia datang. Dia bawa kado untuk kamu tuh,” bisik Amanda pada cucunya yang sedang asyik menyusu.Ayesha seketika menghentikan aktivitasnya menyusu, dan sontak menoleh ke arah Saskia yang kini sudah duduk di sebelah Amanda. Bayi itu seolah tahu kalau wanita yang ada di sebelah neneknya, adalah wanita yang sedang dekat dengan papanya. Setelah itu, Ayesha kembali lagi menyusu.“Kamu tadi berhenti menyusu sebentar karena mau men

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   141. Mengasuh Ayesha

    Amanda yang dari tadi diam, kini merasa kesal juga dengan ucapan mantan besannya. Dia menatap Diah seraya berkata, “Bu, tolong jangan begitu. Pasya ini kan orang tuanya Ayesha. Ada mantan istri dan mantan suami. Tapi, nggak ada mantan anak dan mantan orang tua. Sekarang kondisi Irene sedang tak memungkinkan untuk mengasuh anak. Jadi sudah seharusnya Pasya mengambil alih. Apa salah seorang ayah mengasuh anaknya? Saya rasa nggak juga, Bu. Apalagi Ibu dan Bapak pernah datang ke rumah kami, untuk sekedar memberitahu kalau Irene hamil anaknya Pasya. Nah, sekarang kenapa dipersulit saat Pasya hendak mengasuh anaknya?”Hening. Tak ada sepatah kata lagi yang terucap dari bibir Diah maupun Seto. Hanya hembusan napas kasar yang terdengar dari mulut keduanya.Akhirnya Seto mengeluarkan kata setelah sesaat terdiam.“Tapi, Pasya kan nggak setiap waktu ada di samping...siapa tadi nama cucuku?” ucap Seto dengan tatapan pada Amanda serta Pasya secara bergantian.“Ayesha,” sahut Pasya.“Iya, Ayesha. P

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   140. Adu Argumen

    Pasya dan kedua orang tuanya kini berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tujuan mereka pertama kali adalah ke ruang bayi, di mana bayi Pasya berada.“Mama sudah nggak sabar mau melihat cucu Mama, Sya,” ucap Amanda dengan senyuman ketika di jarak beberapa meter dari posisi mereka saat ini, sudah terlihat ruangan bayi.“Iya, tapi Mama untuk sementara ini hanya bisa melihat Ayesha dari balik kaca saja. Bantu doanya ya, Ma, supaya bayiku bisa segera keluar dari inkubator. Jadi kita bisa menggendongnya nanti,” sahut Pasya, yang diangguki oleh Amanda.“Tentu dong, Sayang. Kamu nggak minta pun, Mama sudah pasti akan mendoakan cucu Mama,” sahut Amanda masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.Tak lama, langkah mereka terhenti di depan ruang bayi. Amanda dan Haikal yang ingin melihat cucu mereka, segera menghampiri suster jaga.“Sus, kami ingin melihat cucu kami yang baru lahir kemarin, boleh kan?” ucap Amanda dengan nada suara memohon.Suster itu terdiam sejenak, sebelum dia akhirnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status