Home / Romansa / Dikejar Cinta Mantan Suami / 4. Menghindari Haikal

Share

4. Menghindari Haikal

Author: Yetti S
last update Last Updated: 2023-08-30 00:13:41

“Pasya mau ya digendong sama Papa.” Mas Haikal berkata sambil mengarahkan kedua tangannya pada Pasya. Anakku itu langsung memekik senang. Dia juga memajukan tubuhnya ke arah Mas Haikal. Menunjukkan kalau dia juga ingin digendong oleh ayahnya.

“Hati-hati gendongnya!” ucapku yang segera diangguki oleh Mas Haikal.

Setelah tubuh Pasya berada dalam dekapan Mas Haikal. Tampak Mas Haikal meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dia lalu berselfie dengan Pasya.

“Pasya, coba lihat ke sini!” titah Mas Haikal, yang sontak membuat Pasya menoleh ke arah layar ponsel ayahnya. Kemudian...

Klik!

Aku takjub melihat interaksi ayah dan anak yang ada di hadapanku ini. Pasya terlihat senang sekali berada dalam dekapan ayahnya, membuatku begitu terharu. Mungkin dia rindu kasih sayang ayahnya, karena selama ini dia hanya mendapat kasih sayang dariku saja. Pria yang selama ini ada di dekat anakku, hanyalah kakek dan om nya.

“Manda, bisa kita foto bertiga?” tanya Mas Haikal tiba-tiba, yang membuatku terkejut.

“Apa?! Foto bertiga? Yang benar saja, Mas. Aku nggak mau! Kalian saja foto berdua. Jangan melibatkan aku!” ucapku tegas.

Mas Haikal menghela napas panjang. Dari sorot matanya aku melihat kekecewaan. Tapi, aku tak peduli. Aku dan dia kan sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi.

“Ok, nggak masalah kalau kamu nggak mau. Aku selfie berdua saja dengan anakku ini.” Mas Haikal lantas berpose dan menampilkan senyumannya yang manis. Begitu juga dengan Pasya yang tersenyum ceria, menampilkan deretan giginya yang baru tumbuh bagian atas dan bawah.

“Sudah cukup ya berfotonya. Pasya sekarang bobo siang dulu, ok,” ucapku lembut. Aku langsung meraih tubuh anakku dari dekapan Mas Haikal, ke dalam gendonganku.

Tanpa aku dan Mas Haikal duga, Pasya menangis kencang ketika tubuhnya kini berpindah. Hal itu membuatku refleks menoleh ke arah Mas Haikal. Kami berdua saling pandang satu sama lain. Di saat itulah Mas Haikal mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Aku sontak melotot padanya.

“Jangan ambil kesempatan deh kamu, Mas,” ucapku kesal. Aku langsung menimang anakku yang masih menangis. “Lebih baik kamu keluar dari kamar ini. Pasya menangis mungkin karena dia yang sudah mengantuk.”

“Jadi menurut kamu, Pasya menangis karena mengantuk, iya?” tanya Mas Haikal dengan senyumnya.

“Iya lah, memang apa lagi?” sahutku balas bertanya padanya.

“Mungkin saja Pasya nggak mau berpisah sama papanya. Jadinya dia sedih dan menangis deh,” celetuk Mas Haikal yang membuatku terkesiap.

“Ah, itu sih bisa-bisanya kamu saja. Sudah cepetan sana kamu keluar, aku sama Pasya mau istirahat!” sahutku ketus.

“Ok, aku keluar sekarang.” Sebelum melangkah ke arah pintu, ayah anakku itu mengecup kening Pasya beberapa detik lamanya. “Papa keluar dulu ya, Sayang. Nanti Papa ke sini lagi.”

Kedua bola mataku sontak membulat mendengar ucapan Mas Haikal. “Jangan mulai deh, Mas. Sudah dikasih hati minta jantung lagi. Kami di sini mau berlibur. Jadi jangan diganggu. Kamu sendiri tadi bilang kalau di sini sedang bekerja, karena mau mendirikan cottage. Jadi bekerjalah yang baik. Jangan mengganggu orang lain!”

“Apa?! Orang lain? Tega banget sih kamu bilang begitu, Manda. Aku ini papanya Pasya, anakmu, anak kita!” ucap Mas Haikal dengan nada agak tinggi, dan dengan tatapan tak suka karena perkataanku tadi.

Aku malas menanggapi. Aku langsung membalikkan tubuhku, melangkah menuju ke tempat tidur.

“Adel, tolong pintunya dikunci apabila dia sudah keluar kamar!” titahku pada adik sepupuku itu.

“Iya, Mbak.”

Tak lama aku mendengar langkah Mas Haikal yang keluar dari dalam kamar. Kemudian Adel mengunci pintu sesuai dengan perintahku tadi. Ah, peduli amat kalau Mas Haikal tersinggung. Justru bagus malah. Dia tak lagi datang dan mengganggu liburanku.

***

Setelah Pasya tidur, aku meraih tasku dan menghitung uang yang Mas Haikal taruh di dalam tas. Aku tersenyum saat selesai menghitung uang itu, yang berjumlah sebanyak sembilan juta. Aku tak akan menggunakan uang itu sepeser pun. Uang pemberian Mas Haikal itu akan aku gunakan untuk keperluan Pasya, seratus persen.

"Berapa totalnya, Mbak?" tanya Adel yang rupanya memperhatikan dari tadi saat aku menghitung uang.

"Sembilan juta, Del. Lumayan juga untuk keperluannya si Pasya," jawabku kalem.

"Iya, biar saja. Pasya kan anaknya, jadi sudah kewajiban dia untuk kasih nafkah ke anaknya. Kalau sampai nggak kasih, bisa kualat dia. Lagi pula masih kurang itu. Uang Mas Haikal kan banyak, secara dia pengusaha."

Aku tersenyum mendengar penuturan Adel, yang terkesan mengompori aku.

"Dia tadi bilang, mau kasih lagi uang ke Pasya. Aku yakin, dia akan menepati janjinya. Entah akan kasih uang tunai atau transfer. Biar saja, suka-suka dia saja," sahutku yang diangguki oleh Adel.

"Terus, rencana kita liburan di sini tetap seperti semula? Nggak masalah kalau ada Mas Haikal?" tanya Adel yang sukses membuat aku tertegun.

"Maksudnya gimana, Del?" ucapku balas bertanya.

"Maksud aku, misalnya nanti Mas Haikal ikutan gabung sama kita, gimana? Apa Mbak Manda nggak masalah? Soalnya dia kan sudah tahu kalau Pasya adalah anaknya. Mungkin saja dia mau dekat dengan anaknya. Selama ini kan dia nggak andil dalam tumbuh kembang si Pasya," sahut Adel serius.

"Iya sih, tapi dia di sini kan ada urusan pekerjaan. Jadi kemungkinan kecil kalau dia ikutan gabung sama kita, Del," jawabku yakin.

"Tapi, kan Mas Haikal nggak seratus persen ada di lokasi yang mau dibuat cottage itu, Mbak. Paling dia hanya datang sebentar untuk mengecek sejauh mana pembangunan cottage itu. Selebihnya bisa saja dia ikut gabung sama kita, dengan alasan mau liburan sama Pasya supaya lebih dekat dengan anaknya. Kalau begitu alasannya, apa yang Mbak Manda lakukan?" 

Aku terdiam. Tak terpikir olehku kalau kemungkinan Mas Haikal akan bergabung dengan kami. Aku tak sangka kalau pikiran adik sepupuku ini bisa sejauh itu.

"Benar juga ya, Del. Apa kita percepat saja ya liburan kita? Nggak enak juga sih kalau sampai ada yang tahu Mas Haikal di sini sama kita. Nanti dikira aku menggoda Mas Haikal. Bisa jadi aku bakal dicap pelakor. Masak aku pisah sama Mas Haikal gara-gara ada pelakor, terus sekarang aku jadi pelakor juga. Apa kata dunia?" ucapku yang membuat Adel menganggukkan kepalanya.

"Itu yang jadi pikiran aku, Mbak."

"Terus apa rencana kamu? Kalau kita balik ke Jakarta lebih cepat, sayang dong. Liburan kita di sini tinggal sehari saja kok.” Aku menatap lekat wajah Adel, berharap dia punya solusi terbaik.

"Iya sih, Mbak. Bagaimana kalau kita pindah hotel saja? Setuju nggak?" sahut Adel.

"Boleh juga. Terus kapan mau pindah hotelnya?" tanyaku antusias.

"Sebentar, aku cek dulu." Adel lalu mencari tahu dengan cara browsing hotel di Denpasar yang masih ada kamar kosong. Aku hanya menunggu sambil melangkah ke lemari, dan meletakkan tas di sana.

"Mbak, ada ini kamar kosong. Letak hotelnya nggak jauh dari sini. Apa mau sore ini kita check out dari sini dan pindah ke sana?" 

"Boleh deh, tapi tunggu Pasya bangun tidur dulu. Setelah itu, aku mandikan dia dulu," sahutku senang karena bisa terbebas dari Mas Haikal selama liburan di sini. Walaupun nantinya dia akan datang ke rumah orang tuaku untuk menemui Pasya, nggak masalah. Yang penting jangan sampai aku dan dia bersama-sama selama ada di Bali.

Sore harinya, kami bertiga sudah siap di lobi hotel untuk check out. Tiba-tiba saja terdengar suara yang tak asing lagi di telingaku.

"Manda, mau ke mana? Mau pulang ke Jakarta sekarang?"

Aku dan Adel sontak saling pandang, ketika Mas Haikal sudah berdiri di belakangku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   148. Kasih Sayang Tanpa Syarat

    Seto yang tak ingin keadaan menjadi memanas, lantas tampil sebagai penengah.“Irene, Papa rasa yang diucapkan Pasya itu benar. Kamu sabar dulu untuk sementara waktu. Video call adalah cara yang tepat. Tapi, kamu juga harus rutin mengunjungi Ayesha, dan pelan-pelan mendekatinya. Nanti juga lama-lama dia akan luluh sama kamu,” ucap Seto lembut. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Pasya. “Kamu nggak masalah kan kalau Irene nantinya akan rutin datang kemari untuk menemui Ayesha?”“Tentu saya nggak akan keberatan. Irene adalah ibu kandungnya Ayesha, Pak. Saya nggak mungkin memisahkan Ayesha dan ibu kandungnya. Jadi silakan Irene datang kapan pun dia mau. Hanya satu pesan saya, jangan memaksakan kehendak yang bikin Ayesha nggak nyaman. Itu saja sih permintaan saya, dan saya berharap kalau Irene bisa mengerti,” sahut Pasya.Seto lalu kembali menatap anaknya seraya berkata, “Ren, itu Pasya sudah bilang kalau dia sama sekali nggak keberatan, kalau kamu rutin datang kemari. Jadi solusinya begi

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   147. Penolakan

    Tak lama, Saskia datang sambil menggendong Ayesha. Dia tampak sedang mengajak bercanda Ayesha sambil berjalan menuju sofa tempat Irene duduk.“Nah, ini ada mama, Sayang. Yesha sekarang dipangku sama mama, ya,” ucap Saskia dengan suara lembut.Ayesha yang sebelumnya tertawa, tiba-tiba merengek ketika Saskia meletakkannya di atas pangkuan Irene. Dia juga berpegangan pada blus Saskia, kode kalau dia tak ingin dilepaskan dari pelukan Saskia.“Ayesha, Sayang. Ini Mama, Nak. Mama kangen sama kamu. Semenjak kamu lahir, Mama belum peluk kamu,” ucap Irene lirih dengan kedua bola mata yang mulai berkaca-kaca, karena sedih mendapat penolakan dari anak kandungnya sendiri.Pasya yang melihat itu pun jadi tak tega. Dia membantu membujuk Ayesha.“Yesha...ayo, mau ya dipangku sama mama. Nanti mimik susu lagi sama mama,” ucap Pasya, yang membuat Saskia serta Irene kompak menoleh padanya.‘Mas Pasya kenapa ngomongnya soal menyusu sih? Apa memang itu yang sekarang ada di kepalanya. Mentang-mentang Irene

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   146. Mendatangi Pasya

    Saskia lalu beringsut menjauhi suaminya dengan wajah tertekuk. Dia mendadak diam seribu bahasa.Pasya yang mengetahui perubahan sang istri, lantas tersenyum dan meraih tangan Saskia.“Cemburu?” tanya Pasya dengan tatapan menggoda.Hening.Saskia sepertinya malas memberi tanggapan. Dia malah sibuk merapatkan selimut di tubuh Ayesha, yang terbaring di sebelahnya duduk.“Irene sudah pulih dari koma, Kia. Dia menanyakan tentang bayinya. Tadi papanya telepon saat kita masih di bandara. Kamu sedang sibuk sendiri dengan Ayesha, makanya nggak tahu kalau aku menerima telepon dari mantan mertua,” jelas Pasya dengan nada lembut.Saskia sontak menatap sang suami. “Irene mau mengambil Ayesha ya, Mas?”Pasya mengangguk seraya berkata, “Iya, Sayang. Dia kan ibunya. Dia juga taruhan nyawa saat melahirkan Ayesha. Lagi pula aku dan Irene sudah berkomitmen untuk mengasuh anak kami, meski di tempat yang berbeda.”Saskia tampak muram. Meskipun dia hanya sebatas ibu sambung, namun dia sangat menyayangi Aye

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   145. Kecewa

    “Pa, kok diam saja?” tanya Irene lagi dengan nada mendesak.“Eh, kamu kan masih harus banyak istirahat, Ren. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya, ya,” sahut Seto sedikit gugup. Membuat Irene curiga.“Pa, Ma, sebenarnya ini ada apa sih? Kok aku merasa kalau Mama dan Papa sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ngomong saja sih terus terang. Ada apa?” desak Irene dengan wajah memelas.Seto dan Diah saling tatap. Mereka seolah sedang berdiskusi melalui tatapan mata. Hingga akhirnya Diah menganggukkan kepalanya pada sang suami.“Ren, kamu kan baru saja pulih dari koma. Lebih baik nanti saja Papa beritahunya. Papa khawatir kalau nanti kamu...” Seto menghentikan kata-katanya ketika Irene menyela ucapannya.“Ini ada hubungannya dengan Ayesha dan Mas Pasya? Kalau iya, nggak apa katakan saja sekarang. Aku merasa sudah lebih baik kok sekarang, Pa,” ucap Irene yakin.“Ya sudah, kamu kasih tahu saja sekarang, Mas,” timpal Diah.Seto mengangguk. Dia lalu menatap wajah cantik Irene yang terliha

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   144. Pulih

    Kini kedua bola mata Irene mulai membuka secara perlahan. Tatapan wanita itu menyisir ke sekitarnya.“Selamat malam, Bu Irene,” sapa dokter dengan suara perlahan. Pria itu memperhatikan setiap respons pasiennya, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan Irene.“Ma-malam,” sahut Irene lirih dan terbata.“Ibu baru saja siuman setelah tak sadarkan diri selama empat bulan lamanya. Selamat datang, Bu Irene. Semoga kondisi Ibu semakin membaik,” ucap dokter dengan senyuman.“S-saya ta-tak s-sadar kan di-ri s-selama em-pat bu-lan?” sahut Irene masih dengan suara terbata-bata.“Iya dan alhamdulillah, sekarang Ibu sudah melewati masa kritis. Tapi, setelah ini tolong jangan banyak bicara dulu. Ibu istirahat dulu yang cukup supaya kesehatannya lekas pulih,” ucap dokter, yang diangguki oleh Irene.Setelah selesai memeriksa Irene, dokter lalu mengalihkan tatapan pada suster. “Sus, satu jam lagi kalau nggak ada keluhan dari pasien, silakan pasiennya dipindahkan ke ruang perawatan. Masa kritisnya sud

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   143. SAH

    Empat bulan berlalu, kini saatnya pernikahan Pasya dan Saskia digelar. Acara akad nikah dilangsungkan di kediaman orang tua Saskia. Sedangkan resepsinya nanti akan dirayakan di salah satu hotel berbintang lima.Saskia tampil cantik dan anggun dengan kebaya putih dan kain jarik coklat tua. Wajah Saskia dipoles dengan riasan yang natural, tapi tetap terlihat cantik dan elegan.Sedangkan Pasya sendiri tampil gagah dengan setelan jas warna hitam dan kemeja putih, lengkap lengan peci hitamnya. Pasya juga sudah menyiapkan mahar berupa satu set perhiasan emas berhiaskan berlian. Meski ini bukan yang pertama, tapi tetap saja Pasya merasa gugup. Hal itu diketahui Haikal.Haikal berpindah duduknya di sebelah anak sulungnya. Mumpung Saskia belum tiba di ruangan itu. Begitu menurut pemikiran Haikal.“Sya, tenang saja kenapa sih. Jangan gugup begitu! Kayak yang baru pertama kali saja,” bisik Haikal.Pasya menghela napas panjang dan melirik pada papanya. “Namanya pengantin, mau pertama kali atau ke

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   142. Calon Ibu Sambung

    Pasya masih berada di ruang keluarga menemani Amanda, ketika sebuah suara membuatnya tertegun dan menoleh ke arah sumber suara itu.“Assalamualaikum.”“Wa’ alaikumsalam,” sahut Amanda dan Pasya secara bersamaan.“Wah, tamu jauh ini yang datang. Sini duduk, Kia,” sapa Amanda dengan senyum mengembang di bibirnya.“Apa kabar, Tante? Ini aku bawain kado untuk Ayesha. Semoga suka.” Saskia berkata sambil meletakkan paper bag berukuran besar di atas meja. Setelahnya, dia mengecup pipi Amanda karena tangan wanita paruh baya itu sedang memegang botol susu.“Yesha, ada Tante Kia datang. Dia bawa kado untuk kamu tuh,” bisik Amanda pada cucunya yang sedang asyik menyusu.Ayesha seketika menghentikan aktivitasnya menyusu, dan sontak menoleh ke arah Saskia yang kini sudah duduk di sebelah Amanda. Bayi itu seolah tahu kalau wanita yang ada di sebelah neneknya, adalah wanita yang sedang dekat dengan papanya. Setelah itu, Ayesha kembali lagi menyusu.“Kamu tadi berhenti menyusu sebentar karena mau men

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   141. Mengasuh Ayesha

    Amanda yang dari tadi diam, kini merasa kesal juga dengan ucapan mantan besannya. Dia menatap Diah seraya berkata, “Bu, tolong jangan begitu. Pasya ini kan orang tuanya Ayesha. Ada mantan istri dan mantan suami. Tapi, nggak ada mantan anak dan mantan orang tua. Sekarang kondisi Irene sedang tak memungkinkan untuk mengasuh anak. Jadi sudah seharusnya Pasya mengambil alih. Apa salah seorang ayah mengasuh anaknya? Saya rasa nggak juga, Bu. Apalagi Ibu dan Bapak pernah datang ke rumah kami, untuk sekedar memberitahu kalau Irene hamil anaknya Pasya. Nah, sekarang kenapa dipersulit saat Pasya hendak mengasuh anaknya?”Hening. Tak ada sepatah kata lagi yang terucap dari bibir Diah maupun Seto. Hanya hembusan napas kasar yang terdengar dari mulut keduanya.Akhirnya Seto mengeluarkan kata setelah sesaat terdiam.“Tapi, Pasya kan nggak setiap waktu ada di samping...siapa tadi nama cucuku?” ucap Seto dengan tatapan pada Amanda serta Pasya secara bergantian.“Ayesha,” sahut Pasya.“Iya, Ayesha. P

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   140. Adu Argumen

    Pasya dan kedua orang tuanya kini berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tujuan mereka pertama kali adalah ke ruang bayi, di mana bayi Pasya berada.“Mama sudah nggak sabar mau melihat cucu Mama, Sya,” ucap Amanda dengan senyuman ketika di jarak beberapa meter dari posisi mereka saat ini, sudah terlihat ruangan bayi.“Iya, tapi Mama untuk sementara ini hanya bisa melihat Ayesha dari balik kaca saja. Bantu doanya ya, Ma, supaya bayiku bisa segera keluar dari inkubator. Jadi kita bisa menggendongnya nanti,” sahut Pasya, yang diangguki oleh Amanda.“Tentu dong, Sayang. Kamu nggak minta pun, Mama sudah pasti akan mendoakan cucu Mama,” sahut Amanda masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.Tak lama, langkah mereka terhenti di depan ruang bayi. Amanda dan Haikal yang ingin melihat cucu mereka, segera menghampiri suster jaga.“Sus, kami ingin melihat cucu kami yang baru lahir kemarin, boleh kan?” ucap Amanda dengan nada suara memohon.Suster itu terdiam sejenak, sebelum dia akhirnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status