Tiffany berdiri di tempat dengan hati yang kadang berdebar karena terharu dan kadang hangat karena bahagia. Dia selalu sibuk membantu Jayla dan Miska mempersiapkan pernikahan selama beberapa hari ini, tetapi Sean selalu mengaku sangat sibuk. Dia mengira Sean sibuk dengan urusan bisnisnya, tetapi tidak disangka Sean ini diam-diam melakukan banyak hal.Saat ini, Tiffany bahkan memiliki dorongan untuk langsung melompat ke pelukan Sean dan dia pun benar-benar melakukannya. Setelah meninggalkan Miska untuk bernostalgia dengan keluarganya di lantai tiga, dia langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon Sean. "Kamu di mana?"Sean menjawab dengan suara rendah yang terdengar sangat lembut, "Di bawah. Arlo dan Arlene baru saja sampai, mereka sedang memotret dengan balon di depan pintu. Aku sedang menemani dua anak yang belum pernah melihat dunia luar ini."Begitu Sean selesai mengatakan itu, terdengar suara protes dari Arlene yang kesal di seberang telepon. "Papa, siapa yang kamu maksud belum p
"Kamu nggak marah padaku?" tanya Miska.Sally mengangkat tangannya dan menggenggam tangan Miska. "Kamu sudah memilih dia, apa gunanya lagi aku marah? Tapi, kali ini kamu menikah tanpa memberi tahu keluarga, kakak ketiga dan ayahmu benar-benar sangat marah. Tuan Sean sudah berusaha keras, mereka baru mau datang ke pernikahanmu."Miska langsung tercengang. "Tuan Sean ...."Setelah itu, Miska secara refleks menatap Tiffany dengan tatapan penuh syukur. "Nona Tiffany, terima kasih ya."Tiffany terkejut. Sebenarnya, dia juga baru saja tahu masalah ini tadi. Dia pun berdeham dan tersenyum dengan canggung. "Nggak perlu terima kasih ....""Tadi kamu panggil dia apa?" tanya Sally dengan pelan."Aku panggil dia Kak Tiffany ...," jawab Miska.Mendengar jawaban itu, Sally langsung mengangkat kepalanya dan mengamati Tiffany dari atas ke bawah beberapa kali. "Benar-benar mirip ...."Sally tersenyum pada Tiffany, lalu kembali menoleh pada Miska dan berkata, "Mulai sekarang, jangan panggil dia Kak Tiff
Brandon tidak menyadari perubahan ekspresi Miska yang menjadi aneh. Dia bersandar di pagar lantai dua menatap wanita paruh baya dengan pakaian tradisional ungu yang masih terlihat anggun di lantai bawah sana sambil menguap. "Dia yang namanya Venus ya? Penampilannya lumayan juga."Tiffany tersenyum menggoda. "Kalau begitu, malam ini kamu berencana kencan dengannya?"Brandon segera menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin, aku baru berusia dua puluhan tahun. Tiga puluh tahun lagi, aku mungkin akan tertarik dengan tipe seperti ini. Tapi masalahnya, tiga puluh tahun lagi dia sudah jadi nenek."Tiffany hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya. Namun, begitu menoleh, dia melihat tangan Miska menggenggam pagar dengan erat. Dia langsung mengernyitkan alisnya karena reaksi Miska ini terlalu berlebihan.Secara logika, Tiffany berpikir hari ini Miska seharusnya merasa bersemangat, bukannya gugup. Bagaimanapun juga, mereka sudah menyiapkan semua ini selam seminggu dan Miska juga selalu
"Bagaimanapun juga, kelak kamu masih harus menafkahi Xavier dan Miska, pasangan suami istri itu lagi," kata Tiffany.Jayla terdiam sejenak, lalu langsung melompat dari sofa. "Siapa yang bilang aku akan menafkahi mereka?"Tiffany tidak mengangkat kepalanya dan menjawab sambil terus menulis undangan, "Semalam kamu yang bilang. Oh ya, aku lihat semua undangan ini ditujukan untuk kerabat dan teman-teman dari pihak Keluarga Rimbawan. Bagaimana dengan keluarga dari pihak Miska?""Aku ...."Saat Tiffany sedang menanyakan hal itu, Miska kebetulan keluar dari ruang ganti setelah mengenakan gaun pengantin. Dia berdiri di depan pintu ruang ganti dengan canggung dan menatap Tiffany dengan ragu. "Aku .... Kalian anggap saja aku nggak punya keluarga dan teman."Miska berpikir lagi pula keluarga dan teman-temannya sudah lama memutuskan hubungan dengannya.Tiffany langsung mengernyitkan alis saat mendengar jawaban itu, lalu tersenyum. "Kenapa kamu bilang nggak punya teman? Kamu ada teman yang namanya
Tiffany memang tidak salah menilai Brandon.Pada hari ketiga setelah dia memberikan kontak Venus kepada Brandon, pria yang sudah bertahun-tahun terbiasa menjalani cinta dunia maya itu berhasil menaklukkan Venus dengan mudah.Bahkan, Venus mengundang Brandon menghadiri pernikahan "keponakannya" dengan antusias.Sesuai permintaan Sean, Brandon menerima undangan itu dan berjanji akan bertemu dengan Venus di taman belakang rumah Keluarga Rimbawan saat pesta malam pernikahan berlangsung.Setelah urusan Venus beres, Tiffany menggunakan sisa waktu dan energinya untuk membantu Miska mempersiapkan pernikahan.Dia bahkan bersumpah bahwa lima tahun lalu saat pernikahannya sendiri, dia tidak pernah seserius ini.Mungkin karena kali ini, dua orang yang akan menikah adalah orang penting baginya. Satu adalah sahabat yang telah menemaninya selama lima tahun terakhir. satu lagi adalah gadis keras kepala yang sangat mirip dengan dirinya di masa lalu."Kak Tiff, menurutmu aku perlu berpakaian lebih tertu
Cathy selalu bilang padanya, jika tidak ada Tiffany, Sean pasti akan menjadi suami salah satu dari mereka berdua.Karena itulah, dia selalu membenci Tiffany. Namun, selama lima tahun ini, kakak kandungnya sendiri selalu berada di sisi Tiffany.Sekarang, Sean juga memperlakukan Tiffany dengan sangat lembut. Hal itu membuatnya mulai ragu, apakah Tiffany benar-benar sehebat itu dalam menggoda atau memang dari awal dia sudah begitu menarik?Setidaknya, hari ini saat Tiffany membawa Miska datang bersamanya, untuk pertama kalinya dia tidak merasa benci pada Tiffany. Sebaliknya, dia merasa kata-kata Tiffany ada benarnya juga....."Kenapa kamu harus panggil paman keduamu datang sih?" Begitu keluar dari rumah sakit dan masuk ke mobil, Tiffany langsung bertanya.Sean tersenyum tipis, lalu mengusap rambutnya dengan lembut. "Aku sudah bilang, 'kan? Supaya dia bisa reuni dengan cinta lamanya."Tiffany mengedip-ngedipkan matanya, butuh waktu beberapa saat untuk mencerna. "Memangnya di Keluarga Rimb
Jayla mengernyit dengan kuat. "Mantan kekasih?"Dia tidak tahu apa sebenarnya rencana Sean. Dengan alis berkerut, dia berkata, "Kalau begitu, kita sepakat. Kamu bantu aku menyelesaikan urusan ibu tiriku, aku bantu kalian mengatur pernikahan Miska dengan kakakku."Setelah berkata begitu, Jayla berbalik dan menyelipkan dua kartu bank yang tadi diberikan Miska ke tangan Miska kembali. "Ini, ambil kembali. Sementara ini aku masih bisa bertahan dengan uangku.""Uangmu simpan untuk persiapan pernikahan. Meskipun kakakku koma, pernikahannya nggak boleh kalah megah dari siapa pun!"Selesai bicara, Jayla naik ke tempat tidur dan berbaring. Kepalanya sengaja membelakangi Sean dan Tiffany."Kalian sudah boleh pergi. Aku sudah setuju dengan kesepakatan ini. Kalau nggak ada urusan lain, jangan ganggu aku lagi!"Miska masih berdiri di tempat, memegang dua kartu itu dengan bingung. "Kalau begitu, aku ....""Kamu tetap tinggal dan jaga tunanganmu!" Jayla mencebik. Suaranya tetap dingin seperti biasa,
Sebenarnya, Jayla bukan tidak bisa melihat betapa serius dan tulusnya Miska kepada Xavier.Hanya saja, sebagai adik perempuan Xavier, dia tidak bisa merestui Miska menikah dengan kakaknya.Karena dokter bilang, tidak tahu kapan Xavier akan siuman. Jika Miska menikah dengan Xavier, itu berarti dia akan hidup seperti janda dan harus merawat seseorang yang entah kapan akan bangun dari koma.Jayla merasa Miska bisa mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik. Itulah alasan dia memaksa Miska untuk pergi.Namun, sekarang Miska kembali dengan keras kepala, bahkan membawa Tiffany dan Sean sebagai juru bicara. Mungkin, perasaan Miska terhadap Xavier jauh lebih dalam dari yang dia kira.Memikirkan hal itu, Jayla menoleh lagi dan melirik tajam ke arah Tiffany. Semuanya salah Tiffany! Kalau bukan karena dia, kakaknya tidak akan menjadi seperti ini. Dia sendiri juga tidak akan diusir dari Keluarga Rimbawan dan Miska tidak akan begitu menyedihkan!Tiffany merasa bingung dengan tatapan tajam Jayla. Di
Jayla tertegun, lalu menoleh dan mengatakan sesuatu kepada dokter. Dokter itu mengangguk, lalu masuk ke ruang rawat."Kemarilah." Jayla berdeham pelan, lalu memimpin jalan. Dia membawa Tiffany, Sean, dan Miska ke sebuah kamar rawat di sebelah kamar tempat Xavier dirawat.Ruangan itu tidak besar, tetapi sangat bersih dan rapi. Dari tampilan, bisa dilihat bahwa penghuninya adalah seorang gadis yang sangat menjaga kebersihan.Jayla duduk di ranjang, lalu menatap Sean dan Tiffany sekilas dengan ekspresi datar. "Kalian pasti nggak nyangka ini adalah kamar tempat aku tinggal beberapa hari terakhir. Ke depannya, aku juga akan terus tinggal di sini untuk merawat kakakku."Saat menyebut nama Xavier, wajah gadis itu langsung muram. "Dulu selalu ada Kakak, jadi aku nggak pernah menyadari betapa buruknya keadaanku. Sekarang, akhirnya aku sadar."Setelah mengatakan itu, dia menatap ke atas dan tersenyum getir. Matanya perlahan beralih ke Tiffany, seolah-olah tatapannya bisa menembus Tiffany dan mem