LOGINRaven buta dan lumpuh. Ellie harus menerima kenyataan yaitu terpaksa harus merawat Raven. Padahal Ellie begitu membenci pria itu. Lima tahun lalu, Raven sengaja menghancurkan hubungannya dengan Lonan (adik Raven), karena menganggap Ellie adalah wanita mata duitan. Memanfaatkan kondisi mata Raven yang telah buta, Ellie memilih untuk memakai identitas lain saat bekerja di rumahnya. Tapi semakin lama, Ellie tahu kalau Raven menyimpan banyak hal, termasuk kejadian yang melibatkan Lonan itu. Apakah Ellie bisa bertahan menghadapi sikap Raven? Atau justru menjadi terlena, karena dibalik mulut keji itu, Raven juga menyimpan pesona yang tidak bisa diingkarinya.
View MoreLIMA TAHUN LALU
"Itu rumahmu?" Ellie menunjuk bangunan yang ada di depannya, dengan mulut terbuka lebar.Dia tahu Lonan adalah salah satu putra dari keluarga Wycliff, keluarga konglomerat Eropa dengan kekayaan yang jumlah nol-nya lebih dari sepuluh.
Tapi melihatnya secara langsung seperti ini, membuat lutut Ellie tiba-tiba lemas. Lonan yang biasa bersamanya, terlihat santai dan membumi. Tidak ada jejak jika dia termasuk salah satu penghuni rumah yang lebih mirip kastil itu.
Jika Lonan tidak menyebut itu rumahnya, mungkin Ellie akan mengira jika bangunan luar biasa megah itu adalah istana raja Swedia, atau mungkin kediaman perdana menteri. Halamannya yang maha luas, kini ramai berisi jajaran mobil mewah, milik para tamu pesta yang lain.
"Ayo..."
Lonan mendahuluinya turun dari mobil, lalu membuka pintu. Kini tangannya terulur di depan Ellie dengan manis.
"Kau yakin aku boleh masuk? Lonan, aku merasa tidak pantas." Ellie dengan panik memeriksa gaun yang dipakainya hari ini. Gaun itu indah sekali, sampai-sampai Ellie ingin menangis saat melihatnya siang tadi.
Gaun pesta itu berwarna merah, dengan aksen perak di ujung roknya. Buritan mutiara mungil menghiasi tepinya. Itu adalah gaun termahal yang pernah dipakai Ellie. Lonan yang menyiapkan semua itu. Termasuk sepatu, tas, dan juga kalung dan anting. Perhiasan itu kini menempel dengan cantik di telinga dan leher Ellie yang pucat.
"Kau begitu menawan malam ini Ellie. Aku yakin kakakku akan terkesan." Lonan membuka pintu mobil lebih lebar.
Ellie akhirnya menurunkan kedua kakinya yang gemetar. Sepatu pesta yang juga berwarna perak, terlihat berkilau saat sinar lampu hiasan taman menerpanya.
Lonan dengan main-main menyebutnya sepatu kaca, tadi siang. Dan dengan perlahan, Ellie juga mulai merasa jika nasibnya mulai mirip Cinderella. Dengan semua kemewahan di sekitarnya, Ellie merasa tidak pantas berada di sana.
Tapi dengan senyum lebar, Lonan menarik tangan Ellie, lalu menyusupkan lengannya lipatan tangannya sendiri. Sambil berjalan menuju tempat pesta, Lonan mulai menjelaskan dengan detail hal-hal yang dilihat Ellie, seolah ingin menyapu kegelisahannya.
Ruangan dalam bangunan itu memang seperti istana. Ruang depannya penuh dengan barang mewah, lampu kristal dan jelas karpet mahal. Sejenak Ellie merasa silau dengan pemandangan itu. Matanya tidak terbiasa melihat semua kemewahan itu berada dalam satu tempat.
Musik lembut terdengar dari ruang dalam, tempat pesta berlangsung. Dan ruangan luas itu, juga berhias kemewahan yang hanya pernah Ellie lihat di dalam film. Saat melangkah ke dalam, Ellie semakin gugup.
Semua tamu memakai gaun yang sama mewahnya dengan gaun yang saat ini dipakainya. Semua pria memakai jas atau tuxedo, yang rapi tanpa kerutan.
Mereka ingin tampak mengesankan bagi tuan rumah yang sedang berulang tahun. Pria itu saat ini perlahan berjalan menuruni tangga. Lonan membawanya ke bawah tangga, untuk menyambut pusat dari semua keramaian malam ini, Raven Wycliff.
Raven adalah kakak Lonan, dan merupakan pucuk tertinggi di semua lini yang beratas nama Wycliff, baik itu perusahaan, maupun keluarga. Kedua orang tua Lonan sudah meninggal, jadi kini Raven yang bertanggung jawab menjalankan bisnis dan juga kehidupan di mansion mewah ini.
Ellie memandang sosok itu dengan seksama, dan dalam sekali pandang, Ellie tahu kenapa dia bernama Raven. Nama yang berarti gagak hitam itu cocok untuknya. Rambut Raven hitam sempurna, alis dan matanya juga di dominasi warna hitam.
Meski kulitnya sedikit pucat, tapi kesan hitam jauh lebih mendominasi sosoknya. Tuxedo hitam yang dikenakannya malam ini, semakin memperkuat kesan gelap yang meliputi tubuh tegap itu.
Dan Ellie juga mengerti kenapa banyak gadis di Eropa yang tergila-gila padanya. Raven bukan selebriti, tapi beberapa kali menghiasi halaman utama berita.
Bukan karena keberhasilannya dalam berbisnis, tapi akibat kedekatan Raven dengan beberapa artis dan penyanyi yang terkenal cantik. Meski tidak pernah ada pengumuman resmi soal semua gosip itu, tapi Raven sudah terkenal sebagai penakluk wanita, terutama karena wajahnya yang tampan itu.
Jika dilihat sekilas, dia mirip dengan Lonan, tapi kesan yang ditimbulkannya jauh berbeda. Jika Lonan bernuansa hangat dengan semua keceriaan dan keramahannya, Raven terlihat dingin dan berjarak.
"SELAMAT ULANG TAHUN!" Lonan berseru sambil mengulurkan tangan, memeluk Raven. Sesaat Ellie bisa melihat wajah kaku Raven tersenyum samar.
"Aku tidak tahu kau akan pulang hari ini." Suara Raven juga sangat berbeda dengan Lonan. Suara itu berat dan sedikit serak. Dan entah kenapa bulu kuduk Ellie berdiri saat mendengarnya.
"Aku ingin memberi kejutan kehadiranku sebagai hadiah ulang tahun."
"Kau memberiku hadiah berwujud kehadiranmu? Murahan sekali." Raven tersenyum sebal menanggapi lelucon Lonan.
"Bukan hanya itu. Aku ke sini juga untuk memperkenalkan Ellie padamu." Lonan menepi, memperlihatkan sosok Ellie yang tadi nyaris tersembunyi di belakang punggung Lonan.
"Ini Ellie Harken. Gadis yang kemarin aku ceritakan padamu."
Sebelum mengulurkan tangan, Raven menatap Ellie dengan seksama, dari ujung kaki sampai kepala, menilai. Setelah berjeda tiga puluh detik, Raven akhirnya mengulurkan tangan.
"Raven," ucapnya.
"El... Ellie Harken." Ellie ingin mengutuk lidahnya yang tiba-tiba terasa kaku. Tanpa sadar, dia terlalu terpukau pada sosok Raven.
Setelah berjabat tangan sekilas, Raven segera mengalihkan perhatian pada Lonan, sepertinya tidak terkesan dengan sosok Ellie. Raven terus bertanya berbagai macam hal soal kuliah dan sebagainya pada Lonan. Meski terlihat kesal, Lonan tetap menjawab semua pertanyaan Raven.
Setelah puas menginterogasi adiknya, Raven lalu berjalan mengitari tempat pesta menyapa setiap tamu.
"Ayo! Aku akan mengambil minuman untukmu." Merayakan kebebasan dari cengkeraman kakaknya, Lonan menariknya menuju deretan meja yang berisi hidangan pesta, memutus pandangan Ellie yang menancap pada punggung Raven.
"Champagne dan buah." Lonan mengulurkan gelas berisi cairan berwarna keemasan. Dia juga menyuapkan beberapa butir anggur hijau langsung ke mulut Ellie.
Pemandangan itu membuat beberapa mata tamu wanita menyipit karena iri. Meski Lonan bukan pewaris tahta bisnis Wycliff, dia tetap menjadi sinar terang bagi ngengat yang tertarik dengan kemilau harta kekayaan Wycliff.
Jika tidak membawa Ellie, Lonan pasti sudah dikerumuni oleh pada gadis yang hadir di pesta itu.
"Aku harus berhenti meminumnya." Ellie meletakkan gelas champagne yang baru berkurang sepertiga ke meja.
Minuman itu lezat dan pasti mahal; sedikit sayang harus menyisakannya. Tapi kepalanya mulai terasa ringan. Toleransi Ellie pada alkohol sangat rendah. Dia akan mabuk parah, hanya dengan meminum setengah gelas bir yang paling murah sekalipun
"Oh... aku lupa. Apa kau ingin jus?" Lonan menawarkan.
Ellie menggeleng. "Kita mengobrol saja."
Sel-sel otak Ellie sedang sibuk mengendapkan kenyataan jika kekasihnya benar-benar bukan orang biasa. Ini membuatnya tidak ingin mengunyah apapun.
Lonan tidak pernah menyembunyikan identitasnya, jadi Ellie tahu siapa Lonan dari sejak awal mereka bertemu di rumah sakit. Tapi skala kekayaan Wycliff jauh melebihi bayangan Ellie. Ada sedikit rasa antusias, saat mengetahui jika Lonan ternyata kaya-raya.
Siapa wanita yang tidak menginginkan kekasih kaya raya? Namun kekayaan itu kini membuatnya takut, karena jurang perbedaan mereka begitu besar.
Ellie gadis biasa, yang tadi pagi hanya sanggup sarapan dengan roti bakar polos tanpa selai, karena harus berhemat. Biaya kuliahnya, menyedot hampir seluruh gaji yang dihasilkan Ellie sebagai perawat. Belum lagi keadaan keluarganya yang jauh dari kata indah.
Perbedaan gaya hidup Lonan dan Ellie tidak bisa hanya dijabarkan sebagai bumi dan langit, tapi bagaikan dasar palung terdalam dan langit ketujuh.
"Sebentar, Raven hanya ingin meneruskan omelannya." Lonan menggerutu, sambil tersenyum masam, saat melihat kakaknya melambai memanggil.
Ellie mengangguk. "Ya."
Lonan mengecup pipi Ellie sekilas, lalu berjalan bersama kakaknya menuju ruangan yang ada di sudut kiri ruang pesta.
Ellie terus menatap punggung Lonan yang kini berjajar bersama Raven. Mereka lalu menghilang masuk ke dalam ruangan berpintu putih.
Ellie lalu memijat kepalanya yang masih terasa sedikit pusing karena champagne, tapi kepalanya sakit bukan hanya karena minuman itu.
Ellie masih sibuk berpikir soal status Lonan. Di balik semua kemilau kekayaannya, Lonan pria yang ramah dengan bonus wajah tampan. Perhatian, lembut---nyaris sempurna. Ellie mencintai Lonan karena semua itu. Ellie meyakinkan diri agar tidak terlalu silau oleh keadaan disekitarnya dan bersembunyi.
"Kau sendirian?"
Sapaan yang tidak terduga itu menyentak Ellie. Seorang pemuda dengan senyum mencurigakan mengulurkan segelas champagne padanya.
"Maaf. Saya sudah cukup banyak minum. Dan saya tidak sendiri. Kekasih saya ada di sana." Ellie menunjuk ruangan tempat Lonan menghilang.
"Oh, baiklah kalau begitu. Tapi aku rasa tidak ada salahnya jika kita berkenalan. Aku Caius Gustaf." Dia mengulurkan tangan, setelah meletakkan gelas bawaannya ke meja.
Tidak mungkin menolaknya tanpa bersikap kasar, Ellie mengulurkan tangan. "Ellie Harken."
Namun ternyata Caius tidak hanya menjabat tangan Ellie. Sambil tersenyum, dia menarik tangan Ellie, lalu mengecup punggung tangannya dengan sikap menggoda. Ellie terkesiap dan segera menarik tangannya.
Ellie meremas ujung kaosnya, saat pintu lift terbuka di lantai tiga. Dia sudah memikirkan beragam skenario, kenapa Raven terdengar marah. Tapi hal itu tidak berguna, selain fakta jika semua tebakan itu hanya menambah kegugupannya.Ellie mengedipkan mata cepat, saat ruangan yang dimasukinya ternyata nyaris gelap gulita. Tapi matanya menyesuaikan dengan cepat, dan melihat kursi Raven ada teronggok di sebelah ranjang besar."Mr. Wycliff?"Ellie maju dengan takut-takut, dan saat matanya menatap ranjang, seruan kecil lolos dari mulut Ellie. Terlihat Raven mennggeram dengan punggung tertekuk, sambil mencengkeram paha kanan."Raven! Ada apa?" Ellie menghambur ke ranjang, tanpa banyak berpikir."It hurt like hell!" (Sakit sekali)Raven berteriak kesakitan, sementara matanya menatap tanpa arah. Ia menahan erangan dengan menggigit selimut sejak tapi. Ellie melihat bekas gigitan di tepi lipatan selimut dengan sangat jelas. Sakit itu sudah cukup lama berlangsung."Sebentar-sebentar... aku tidak bi
"Tenanglah... Aku hanya ingin tahu apakah aroma ini benar-benar berasa dari tubuhmu," kata Raven, menghentikan usaha Ellie untuk menarik tangannya.Permintaan Raven otomatis terkabul. Karena saat kalimat itu mencapai telinga Ellie, tubuhnya meleleh.Suara berat Raven yang terdengar seperti bisikan, menghangatkan seluruh tubuh Ellie dalam waktu satu detik. Ellie hanya bisa melihat, saat perlahan Raven mendekatkan tangannya ke mulut.Raven mengendus, menghirup aroma di pergelangan tangan Ellie, dengan nafasnya yang hangat.Hangat yang langsung menyebar ke seluruh tubuh Ellie, membuatnya nyaris bisa mengabaikan angin dingin di sekitarnya."Ternyata benar-benar ...Aroma ini.." Raven tidak meneruskan kalimatnya. Dia melepas tangan Ellie sambil memalingkan wajah. Ellie bergegas menarik tangannya, dengan nafas tertahan.Tubuh Ellie semakin menggelenyar hangat, seolah bukan hanya tangannya saja yang disentuh oleh Raven."Panggil Marlow," kata Raven. Nada memerintah yang tegas itu berhasil men
"Anda salah paham. Marlow hanya bergurau. Saya ke sini untuk bekerja, dan saya hanya akan bekerja."Tentu Ellie memilih menjelaskan selugas mungkin. Mnecakar wajah Raven akan membuatnya masuk penjara, bukan ide yang amat bagus."Terserah saja! Tapi awas kalau cinta konyol membuat pekerjaan kalian terganggu!" kata Raven, tidak lagi peduli, tapi masih bisa menarik garis batasan etika agar orang-orang yang bekerja untuknya patuh."Tentu." Ellie mengangguk, sekuat tenaga menahan bibir agar tidak mencibir, masih ada Marlow di sana, jadi belum saatnya.Raven lalu membuka ikatan bathrobe yang dipakainya. Dengan bantuan Marlow, Raven melepas bathrobe itu, menyisakan celana renang sepaha.Seketika Ellie ingin menampar wajahnya sendiri, karena hatinya begitu mudah melupakan niat untuk bersikap profesional. Niat itu luluh menjadi debu, pada detik yang sama saat matanya menangkap pemandangan tubuh Raven. Jantungnya berdebar menggila, mengalahkan laju akal sehat.Ellie mengira bentuk tubuh Raven ak
Ellie memeriksa pakaiannya sekali lagi, memastikan semua sempurna. Seragam baju dan celana biru gelap itu telah rapi. Begitu pula rambut dan sepatunya.Perbuatannya sedikit konyol, karena jelas Raven tidak akan melihat semua itu. Dan juga saat bertugas di rumah, dia tidak diharuskan memakai seragam. Tapi dengan memakainya, Ellie ingin menegaskan jika dia ada disini secara profesional.Lift yang ada di depannya berdengung menandakan jika Raven sudah turun. Lift itu khusus dibangun agar Raven bisa naik turun antar lantai di rumah ini dengan mudah.Rumah mewah ini berlantai tiga. Kamar Raven berada di lantai paling atas. Seluruh lantai tiga adalah kamarnya. Perpustakaan, kamar tamu, ruang kerja, kamar Sophie, Jasper dan pegawai lain ada di lantai dua. Ellie juga menempati salah satu kamar di lantai dua.Lantai paling bawah, di isi ruang tamu, ruang bersantai, serta ruang makan dan dapur. Sophie yang menjelaskan semua itu saat makan malam kemarin. Makan malam itu membuat Ellie lebih menger
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.