Aroma sambal balado dengan di dampingi beberapa lalapan begitu menggiurkan lidah. Adrian menghirup dalam aroma sambal balado yang sudah tersaji di meja makan tersebut. seketika cacing-cacing diperutnya memberontak, menginginkan untuk segera diberi makan namun melihat Anna yang tengah mencuci tangan tak jauh dari tempatnya membuat Adrian terpaksa menunda makannya. Suasana canggung menyelimuti keduanya, tak ada percakapan sama sekali yang terlontar dari mulut Adrian atau pun Anna. Mereka malah sama-sama kebingungan hendak mengambil makanan apa sementara lauk-pauk yang tersaji masih begitu tersisa banyak di meja. Anna menelan salivanya susah payah saat tiba-tiba tangannya tak sengaja menyentuh tangan Adrian yang sudah terulur duluan hendak mengambil ayam. "Astagfirullah," buru-buru Adrian menarik tangannya menjauh dari Anna dengar beberapa kali mengucapkan istigfar. Melihat reaksi Adrian yang menurut Anna begitu berlebihan, menjadikan dirinya merasa tersinggung. Anna pikir reaksi A
Untuk anak apa sih yang enggak? Orangtua mana pun pasti akan mengabulkan permintaan anaknya jika mereka mampu. Selagi itu baik kenapa tidak? Yang paling penting anak senang. ***Adzan subuh sudah berkumandang sejak setengah jam yang lalu, gelapnya malam rupanya perlahan tergantikan dengan mentari pagi. Adrian serta si kembar pun rupanya sudah kembali kerumah Murni. Pagi ini, terlihat Adrian tengah menikmati udara segar dihalaman rumah Murni dengan ditemani secangkir kopi sementara kedua anaknya sedang bersiap memakai kaos olahraga menunggu Darius untuk melakukan olahraga bersama. "Gak ngantor, Ian?" Darius bertanya menghampiri dengan kedua tangannya yang masing-masing menggandeng tangan si kembar. Adrian mendongak, secangkir kopi yang hendak ia minum kembali diletakannya di meja. "Libur Om, hari ini Rian mau istirahat dulu. Kan weekend, masa iya terus-terusan kerja. Ian kan bukan robot," jawabnya Rian dengan cengengesan. Darius mengangguk paham, lalu kembali meneruskan jalanny
Untuk orang yang masih hidup dengan masalalu itu rasanya akan sulit untuk membuka hati, menerima orang baru dalam hidupnya. Sebagian orang memilih untuk hidup berdampingan dengan massa lalu bukan karena ia trauma melainkan ada kenangan yang mendalam tercipta dan sulit untuk dilupakan. ***Adrian menatap menu makan siang dimeja dengan tak berselera, jika ia tau paginya akan terasa menyedihkan lebih baik ia memilih untuk berkutat dengan pekerjaan saja di kantor namun lagi-lagi niatnya ingin qulity team dengan si kembar membuat ia terpaksa mengambil libur seperti karyawannya yang lain. Tangan Adrian mulai memainkan sendok dengan menatap makanan tak berselera seolah makanan yang disajikan bundanya itu tidak berarti apa-apa untuknya. Jenuh dengan tingkahnya sendiri membuatnya terpaksa mengeluarkan ponsel dari saku celananya, beberapa detik kemudian ia sudah mulai disibukan dengan puluhan email yang masuk untuk ia periksa segera."Ekhem, kamu kalau mau main ponsel jangan disini. Ini temp
Ajeng geleng-geleng kepala merasa begitu heran dengan putrinya sendiri, yang bagaimana ngototnya Anna yang ingin pergi ke mall untuk sekedar melepas kejenuhan sore ini. Seharus Anna masih beristirahat total dirumah, tapi gadis itu malah memohon padanya dan Dirgantara untuk mengizinkan dirinya pergi ke pusat perbelanjaan paling mewah di kota tersebut. Ketika Dirgantara menyakan alasannya, Anna menjawab dengan simple. Jika berbelanja merupakan hobinya untuk menyegarkan otak. "Ayah temanin ya, masa iya sendirian kan masih sakit"Dirgantara berusaha berkali-kali menawarkan diri tetapi Anna begitu kekeuh untuk pergi sendiri tanpa mereka. "Bagaimana dengan ibumu?" Anna masih kekeh menggeleng, dipakainya jaket rajut berwana coklat itu dengan santai, rambutnya sengaja ia ikat asal dengan memakai topi hitam sebagai aksesorisnya. "Ayah, kalian jangan khawatir aku disana juga tidak akan berbelanja banyak. Hanya membeli note book dan beberapa novel untuk mengisi rak koleksiku. Habis itu aku
"Aaaa... " Kali ini setelah Raja dan Ratu berbelanja buku cerita, Adrian mengintrupsi Rama agar segera mengajak kedua anaknya untuk pulang sekaligus mengantarkan Anna kerumahnya. Sontak si kembar antusias setuju, tidak berprotes seperti dulu. Mungkin karena ada Anna yang akan mereka antarkan pulang jadinya kedua anak itu manut-manut saja dan meminta untuk bermain beberapa mainan di mall tersebut. Dan disinilah Anna, di mobil milik Adrian dengan diapit si kembar yang dari tadi meminta Anna untuk menyuapi si kembar dengan burger yang mereka beli tadi. "Ammm... " senangnya Ratu menerima satu suapan roti burger itu dari tangan Anna. "Sayang, pelan-pelan makannya. Biar gak tersedak nanti," Anna memperingati Raja yang baru saja mengunyah makanannya dengan terburu-buru. Ia mengelap sudut bibir Raja yang belepotan terkena saos. Raja begitu sangat lahap memakan roti burger tersebut dari tangan Anna, ia seolah baru menemukan kenikmatan yang paling ajaib dari tangan Anna, biasanya rasanya
Sesiang ini Anna masih saja bergulum dengan selimut tebalnya, merasakan kesakitan sejak subuh tadi yang tak kunjung menghilang. Meski obat yang selama ini mendampinginya selalu diminumnya dengan teratur. "Argh... " Anna meringis, merasakan kesakitan yang semakin menjadi. Kedua matanya tak berhenti menangis, meski dalam diam. Kedua tangannya meremas bagian perutnya yang terasa nyeri. "Ya allah, tolong hentikan. Cukup sudah penderitaan ini, aku tidak ingin menyusahkan kedua orangtuaku lagi" hati Anna berteriak, ia berusaha menyimpan kesakitannya sendirian. Ia tak mau kembali melihat wajah ayah dan ibunya dirundung sendu dan alasan terbesarnya ia tak mau jika dokter pribadinya menyuruh ia untuk segera mengangkat rahimnya, sungguh ia tidak mau itu terjadi padanya.Ditengah isak tangisnya, dengan tubuh mungil yang meringkuk diselimuti badcover tebal itu Anna berusaha untuk tetap baik-baik saja meski sakit diperutnya semakin menjadi lebih dari biasanya.Tik... Tuk... Suara derap langk
Mata Anna mengerjap, menyusaikan dengan cahaya lampu diruangan serba putih. Lagi, ia menghela nafas kecewa saat tau jika dirinya tengah kembali memasuki ruangan rumah sakit dengan bau obat-obatan yang khas. Namun kali ini rasanya sedikit berbeda, kaki Anna terasa perih seakan ada luka yang mengganggu disana. Anna terbangun untuk memastikan hal itu, benar saja betis kanan Anna kini sudah terbalut perban dengan sisa-sisa darah disana. Sebenarnya ia kenapa? Anna bertanya dalam hati. Matanya kembali memejam beberapa detik mengingat apa yang sebenarnya terjadi dan ya ia ingat sebelum akhirnya ia terjatuh pingsan, ia tak sengaja menjatuhkan fotonya di atas nakas kamarnya. "Sayang, kamu sudah siuman nak?" suara ayah dan ibunya mengintrupsi. Anna berbalik, melihat kearah dua sejoli yang baru saja memasuki ruangannya. "Ayah, ibu maaf" itulah kata-kata yang bisa Anna ucapkan saat kedua orangtuanya mendekat mencium puncak kepalanya. "Tak perlu minta maaf sayang, ini terjadi karena kehend
Raut wajah sedih selarut malam ini terlihat jelas dari wajah Darius, ia sungguh tak tega melihat sahabat satu-satunya itu mengalami musibah yang tiada hentinya. Adrian mengerutkan kening ketika ia dan Rama baru saja sampai rumah, ia kebingungan saat melihat pemandangan tak biasanya selarut ini. "Ram, kamu istirahat saja sana. Biar aku yang samperin Om ius" titah Adrian seolah mengerti dengan kelelahan yang Rama rasakan. Rama mengangguk dengan senyum penuh kemenangan, akhirnya bos nya itu mengerti akan keadaannya sekarang. "Saya duluan ya bos, selamat beristirahat" ujarnya sebelum meninggalkan Adrian. Adrian hanya mengangguk, ia pun berjalan menghampiri Darius yang tengah menikmati secangkir kopi panas di ruang keluarga dengan tv yang menyala. "Om, kok belum tidur?" basa-basinya bertanya. Darius menoleh, ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Adrian mengerti, ia mulai duduk disebelah Darius berharap om nya itu bisa berbagi cerita padanya. Sudah lima menit berlalu na