Kembali pada Hari Ini."Rey, ayok bantuin ibu. Nanti kan ada yasinan di rumah, kita masak dulu."Sebuah suara dibalik pintu memecahkan lamunanku, dan membuat aku langsung menyeka air mata. Untuk itu, aku segera menyudahi tangisanku, dan kembali menyimpan alat tespek itu di dalam lemari.Aku mencoba kuat dan melupakan masalah itu sekarang, toh keberangkatan aku ke Batam juga tinggal dua hari lagi. Aku tidak perlu khawatir karena di sana aku bisa melakukan operasi dan menyembuhkan mentalku dulu sebelum nantinya kembali ke Bandung.Banyak solusi yang sudah Allah berikan, aku tak perlu merengek terus seperti ini.Aku berjalan mendatangi ibu di dapur rumahnya, dan di sana aku melihat banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan. Melihat waktu juga sudah pukul 08.00 pagi sedangkan yasinan akan dilakukan ba'da zuhur sekitar jam 13.00 siang, maka kegiatan memasak harus segera diselesaikan."Kita bikin buras dulu ya. Panci besar itu, yang sudah diisi buras mentah, tolong diangkat ke atas kompo
"Bu tolong jawab saya, apa yang terjadi pada Rey sebelumnya Bu? Kenapa bisa pingsan begitu, kan banyak santri-santri lain yang bekerja, kenapa harus selalu Reynata? Husein saja sering menyuruh Rey untuk istirahat.""Ibu hanya meminta Reynata untuk bantu-bantu di dapur Sein, sebab dia harus tahu pekerjaan perempuan itu seperti apa.""Iya tapi jangan berlebihan juga Bu, kekuatan tubuh dan fisik seseorang itu beda-beda, termasuk istri Husein sendiri."Aku mulai dengar suara-suara ribut itu lagi, bertahap dari yang awalnya samar-samar, sampai lama-kelamaan semua suara itu terdengar nyaring menerobos gendang telingaku. Walau gitu, tetap aja rasanya aku masih belum bisa untuk membuka kedua mata, kelopaknya kayak dijahit dan diobras dengan sangat rapi sampai gak bisa digerakkan sama sekali.Tapi aku mendengar jelas keluh kesah kekhawatiran mereka atas kondisiku sekarang."Bagaimana orang tua Reynata, sudah diberitahu?""Sudah Pak, pesawatnya akan berangkat sekitar dua jam lagi."Apa katanya
Tinggal menunggu hitungan menit, operasi itu segera dilakukan dan dari yang aku dengar tadi, dokter sudah menyarankan aku buat puasa satu jam dari sekarang karena tepat pukul dua siang nanti, aku sudah harus masuk ke ruang operasi.Tadi, Akang, ibu dan bapak pamit untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah dan memanjatkan doa buat kelancaran dan keberhasilan operasi sesarku. Mereka semua pasrah, sambil terus berharap kesembuhan dari yang maha kuasa.Sedangkan aku, masih nunggu panggilan masuk ruang operasi, di ruang IGD."Permisi Pak, ini baju untuk operasi ibu Reynata, nanti tolong diganti ya. Tidak boleh ada barang atau perhiasan yang ikut ke ruang operasi," kata salah satu perawat yang ngasih baju ke Husein untuk kukenakan."Iya suster, terima kasih banyak," sahut Akang menerima baju berwarna hijau itu berbarengan ketika dia tiba lagi di ruang IGD."Ya sudah, kalau begitu ibu keluar dulu ya. Rey, Ibu sama Bapak nunggu di luar saja."Aku mengangguk lemah, menatap kepergian ibu dan b
"Bismillah ya sayang, kami semua menunggu kamu di sini." Mataku dan mata Akang saling bertatapan sendu, sebelum akhirnya pintu general operation itu menutup rapat seakan memisahkan duniaku dan dunianya. Aku ketakutan....Aku merasa dingin dan membeku di sekujur tubuh saat sendirian di tempat yang gak aku sangka, akan aku datangi."Saya kasih anastesi dulu ya Bu. Tolong pejam secara perlahan, dan tidur saja dengan tenang, Bu."Ahli anastesi itu memasukan obat bius yang membuat aku sedikit-sedikit menutup kelopak mata dan akhirnya gak ingat apa-apa lagi.*****Selanjutnya, Cerita Akan Mengalir Dari Sudut Pandang Ketiga. Saksikan Terus ya Ketegangan Ini!Awalnya semua baik-baik saja, operasi berjalan lancar dan dokter kandungan berhasil mengeluarkan janin kecil itu. Tapi di tengah jalannya operasi, hal buruk terjadi.Di layar, terdengar bunyi yang memberitahu tingkat saturasi oksigen rendah lalu menurun secara drastis. Salah satu perawat memberitahu bahwa Reynata mengalami pendarahan
Dokter yang berada di atas tubuh Reynata sedang berusaha memancing detak jantungnya dengan CPR, tetapi garis itu tetap lurus beriringan dengan bunyi yang sama sejak tadi."Bagaimana ini Dok? Kami juga belum mendapatkan donor darah pasien, apa yang harus kami lakukan?" tanya asisten dokter yang sepertinya tak memiliki jalan lain saat memperhatikan monitor Reynata.Dokter hanyalah manusia biasa, bukan Tuhan dengan segala kekuatan. Jika dia sudah berusaha semaksimal mungkin namun Allah berkehendak lain, maka apa boleh buat? Mungkin sudah jalannya pasien meninggal di meja operasi."Beritahu keluarga untuk pasrah, tekanan jantung pasien tidak kembali lagi."Garis lurus pada layar, menunjukkan bahwa Reynata telah mengalami henti jantung.**Saat para dokter berusaha menyembuhkan penyakit dengan medis, maka Husein mencoba membantunya dengan lantunan ayat suci Alquran yang ia baca sejak tadi di dalam ponselnya, karena dalam Quran surah Yunus ayat 57, pelipur lara bagi seseorang yang memiliki
Untuk sementara, karena baru saja keluar dari ruang operasi, maka Reynata masih disimpan di ruang ICU untuk mengontrol setiap perkembangan yang terjadi pada tubuh perempuan itu.Tidak boleh dijenguk, dan tidak boleh ada satupun keluarga yang diizinkan masuk selama masa observasi terjadi, karena virus dari luar bisa saja terkontaminasi dan akan berakibat sepsis pada pasien.Mereka hanya bisa melihat tubuh Reynata yang terbaring menggunakan selang oksigen dari balik kaca bening, agar keluarga masih bisa ikut memantau meski berada di luar ruangan."Bapak pamit pulang dulu ya, sebab tidak ada yang mengimami sholat di pondok. Nanti, kami akan gelar doa bersama supaya Reynata segera diberikan kabar baik."Rupanya, setelah semalaman berada di rumah sakit, keputusan yang terbaik adalah tidak menimbulkan korban lain lagi, artinya salah satu dari mereka harus beristirahat agar bisa bergantian jaga. Lagi pula, sesuai peraturan rumah sakit bahwa penunggu pasien tidak boleh lebih dari dua. "Baik
"Karena rahimnya yang bermasalah, maka sepertinya istri ustadz tidak bisa memiliki anak. Jika kali kedua janin menempel kembali di luar kandungan, maka terpaksa rahim kami angkat."Innalilahi wainnailaihi roji'un.. Seketika Husein ingat Hadist Ulama' yang satu ini.“Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapan-Nya. Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya”. (HR. Bukhari). Jelas ini cobaan untuk rumah tangga dirinya, sampai manakah hamba Allah ini beriman dan bertakwa pada Allah."Kalau saya tidak masalah Dok, saya tahu ini ujian. Namun saya tidak siap ketika istri saya nanti tahu, sebab hal yang menjadi ketakutan dia selama ini sedang terjadi," papar ustadz muda itu seraya menitikkan air matanya."Ustadz, antum adalah orang baik. Maka cobaannya pun pasti berat, namun yakinlah Allah pasti akan mengangkat derajat antum lebih tinggi dari kami. Ingsyallah, keaj
Point of view kembali pada Reynata Adizti selaku tokoh utama dalam cerita ini.~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Padahal kelopak mata adalah bagian tubuh yang paling ringan dan yang paling sering bergerak, tapi gak tau kenapa, saat ini justru kelopak mata aku kerasa berat banget, kek dilem tembak gitu deh!Aku sampai kerahkan semua tenaga cuma buat membuka dua kelopak mata ini, tapi susahnya minta ampun. Belum lagi, bicara dan gerakan jari-jari tangan lainnya, banyak banget beban orang habis nelen anastesi ini, huftt.Coba ya, 1,2,3! Belum berhasil kebuka, aku cuma dengar suara-suara alat mesin dan suster yang teriak manggil-manggil dokter.Oke, kita coba lagi.1...2..3.. Yes, aku mulai melihat sedikit cahaya.Alhamdulillah. Setelah sekian abad, yang tadinya gelap gulita, akhirnya aku bisa juga melihat cahaya yang terang dengan kedua retina mataku."Ibu Reynata, apa ibu mendengar ucapan saya?" Aku mengangguk pelan."Kalau dengar, coba Ibu ikut gerakan senter ini." Dokter pun menggerakkan