Share

#7

last update Last Updated: 2024-05-29 22:00:41

Memasuki kamar, Ayah meninggalkanku setelah mengatakan tak boleh membuka jendela kamar, apapun yang terjadi. Aku mengikuti perintahnya dan duduk di tepi kasur. Mengamati setiap sudut kamarku.

Buku tentang agama Islam, akidah, fiqih, tafsir Alhadits, dan tafsir Alquran berderet rapi di rak gantung yang menempel di dinding. Artinya benar kata Ayah bahwa aku selama ini memang perempuan baik-baik. Tak benar jika aku ini selebgram seperti dugaan sopir yang mengantarkan kami tadi.

Aku melangkah ke meja belajar yang tertata cantik dengan tempelan berbagai ornamen origami di setiap pojokan. Buku pelajaran sekolah dan beberapa kamus Bahasa tertumpuk memenuhi meja.

Sedikit membungkuk berusaha membuka laci bawah.

'Terkunci? Di mana aku biasa meletakkan kuncinya, ya?'

Kutuang tempat pensil dari botol bekas yang dihiasi lukisan tangan warna-warni. Segala macam alat tulis berserak dan beberapa kunci ada di sana. Satu per satu aku mencoba membuka lacinya.

'Terbuka!'

Aku tersenyum senang saat melihat jajaran buku catatan harian di sana. Kuambil yang paling atas dan membuka halaman sampulnya. Satu lembar foto terjatuh di lantai.

'My Lovely Boyfriend'

'Aldo Sanjaya'

Tulisan tangan yang tertera di balik foto seorang lelaki dengan seragam SMA. Wajah yang sama dengan potret di dompet dan lelaki yang tadi diusir Ayah.

'Jadi benar dia bukan Kak Rizal? Aku berpacaran tanpa diketahui Ayah?'

———

Gue benci sama lo, Al! Lo cari kesempatan bermesraan di Singapura di saat jauh dari gue!

Gue nggak bakal maafin lo sampai lo yang buktikan sendiri dengan bawa cewek sialan itu! Dia harus ngomong sendiri bahwa kalian nggak ada hubungan apa-apa!

Singapura Kelabu, 20 Desember 2022.

———

Kubuka lembar berikutnya setelah membaca dalam hati halaman pertamanya.

———

Gue lega banget, Al ...

Lo ternyata secinta itu sama gue! Baru kemarin Lo kepergok dengan cewek itu. Ternyata lo membuktikan kalo lo setia sama gue!

Dan hadiah terindah adalah malam panjang yang kita lalui bersama di apartemen kita ...

Aku bahagia bisa milikin lo, Al ...

Terima kasih udah buat hidup gue penuh warna dan bebas merasakan indah dunia ini dengan mencintai lo ...

I love you Aldo Sanjaya ... forever ever ...

———

"Astagfirullah!" gumamku lirih dan membuka halaman berikutnya.

'Kosong?'

Berarti aku banyak melakukan dosa selama sepuluh tahun ini? Tapi kenapa bisa? Aku tak mengingat sama sekali.

Berkali-kali mengelus dada dan beristighfar berulang di dalam hati.

'Serusak apa aku sebelum kecelakaan?'

Hatiku dibuat mendung seketika gerimis membasahi pipi ini.

'Allah ... apa yang Engkau takdirkan untukku?'

Aku masih selamat dalam kecelakaan tapi kehilangan ingatan tentang keseharianku selama ini.

'Apakah Engkau sengaja memberiku kesempatan bertaubat?'

"Nis? Ayo makan dulu, Sayang ...!" Suara Ayah dari luar diiringi ketukan di pintu terdengar.

Segera kuhapus air mata dan merapikan kembali alat tulis yang berserak di meja ke tempat semula. Begitu juga buku catatan harian yang kulempar begitu saja dan mengunci laci lagi dengan cepat.

Aku takut Ayah akan lebih syok dan marah dengan rahasiaku yang tertutup rapi selama ini.

'Entahlah, kenapa Ayah bisa kecolongan separah ini?'

"Iya, Ayah ..., sebentar!" jawabku sedikit berteriak dan menutup mulut agar tampak jauh dan terkesan berada di dalam kamar mandi.

Sedikit berlari ke wastafel, aku mencuci muka dan melempar kerundungku asal.

'Seperti inikah kebohonganku selama ini?'

Rasanya seperti sudah terbiasa melakukannya dan reflek tanpa berpikir lagi.

'Oh Allah ... Ampuni hambaMu ini ....'

"Ayah? Apa Ayah mengenal Aldo Sanjaya?" tanyaku hati-hati di sela makan malam kami.

"Kamu mengingat sesuatu? Aldo Sanjaya? Ayah baru mendengarnya sekarang, Nis?" Ayah menghentikan suapannya dan menatapku heran.

Aku hanya menggeleng dan menunduk melanjutkan makan lagi.

"Apa Ayah tahu selama ini siapa saja teman Nisa di sekolah elit itu?" Aku bertanya lagi setelah menghabiskan nasi di piring dan meletakkan sendok. Lalu fokus menatap Ayah yang terbatuk karena pertanyaanku.

"Maaf, Ayah ...." Aku menyerahkan segelas air putih dan Ayah langsung meneguknya setengah.

"Yang Ayah tahu hanya tiga teman kamu, Dina, Andhara, dan Renata yang sering antar jemput ke rumah. Ya ... Ayah nggak begitu hafal dengan wajah mereka, karena lebih sering menunggu di depan gang. Mobil susah putar baliknya," jelas Ayah tampak santai.

"Mereka nggak tahu Nisa kecelakaan? Kenapa nggak ada yang menjenguk sampai sekarang?"

"Ayah nggak tahu soal itu, mereka semua anak dari kalangan ekonomi kelas atas, Nis ... mungkin sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing." balas Ayah sepertinya juga kecewa dengan ketiga temanku.

Aku semakin berpikiran buruk dengan apa yang dijalani seorang Annisa Khairani sebelum hilang ingatan selama ini.

'Serapi itukah hingga Ayah tak mengetahui putrinya berkhalwat dengan lawan jenis, padahal berhijab?'

Aku ingat betapa Ayah mendidikku dan Kak Rizal dengan pendidikan agama yang kental. Setiap hari selalu diberi satu ayat atau hadits untuk diingat dan dipraktekkan.

Ayah bekerja sebagai sopir di salah satu keluarga kaya. Dan kami tinggal di rumah pemberian majikan Ayah, dekat dengan rumah mewahnya. Sampai pertengkaran itu terjadi aku merasa sangat bahagia hidup bersama Ayah, Bunda, dan Kak Rizal.

"Ayah ... sekarang, Ayah kerja apa?" Aku mencoba menggali informasi lebih banyak lagi darinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #60

    Annisa Khairani mengusap wajah basahnya dengan kasar. Mulai berdiri dari duduknya bersandar pintu apartemen. Hampir 15 menit dia membanjiri pipi dengan deras air mata. Merenungi sekaligus mengingat akan dosa yang pernah dilakukan di dalam kondominium hasil dari menjadi endorse media sosialnya dulu.Langkah kakinya tertatih lemah menuju pintu kamar. Memasukinya dengan perasaan yang campur aduk. Membayangkan kembali kehidupan pernikahan yang pernah dirancangnya bersama Aldino atau Kak Al-nya kala itu. Kemudian bergantian siluet dingin dan kakunya suami dadakan yang halal bergelar ustadz.Bagai dua sisi mata uang yang tak bisa disamakan meski berada dalam kepingan yang sama."Sayang ... jika memang takdir kita tak bersama. Maka jangan pernah bandingkan jodohmu kelak dengan aku. Karena jika aku di posisinya, aku juga nggak akan pernah mau dibandingkan. Tapi aku yakin kamulah jodohku sampai nanti aku siap menghalalkanmu." Kalimat panjang Aldo berdengung di kepala perempuan yang sekarang me

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #59

    Sementara di dalam sebuah kamar seorang pria menggeliatkan tubuhnya saat seruan ayat suci yang diperdengarkan sebelum adzan dikumandangkan membuatnya terjingkat kaget."Astaghfirullah! Sudah hampir Dhuhur? Nisa? Ke mana istriku? Kenapa tak membangunkanku?" gumamnya mengedarkan pandang ke sekeliling yang sepi.Fahdillah baru menyadari apa yang telah terjadi beberapa saat sebelumnya. Pengalaman pertama mengarungi kautan ternikmat di dunia bersama kehalalan. Membuatnya tersenyum tipis lalu turun dengan membawa serta selimut sebagai penutup. Menuju kamar mandi dengan masih mengembangkan senyum. Masih terbayang bagaimana ia akhirnya bisa menyentuh sang istri dengan begitu memuja.Usai menyelesaikan mandi besarnya yang sesuai tuntunan yang telah fasih baginya. Ustadz lulusan salah satu Universitas di Kairo itu keluar dengan handuk terkalung di lehernya."Ninis? Saya langsung ke masjid, ya? Cepat ba–" Matanya membelalak nyaris keluar saat membuka selimut di samping tempat dia terlelap tadi.

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #58

    Setelah pergulatan manis selama kurang lebih 1 jam. Fahdillah mulai terdengar dengkuran halusnya. Berbaring di sisi sang istri yang juga telah memejamkan mata dengan berbalut selimut yang sama.Annisa sedikit membuka mata dan bergeser perlahan. Menengok ke samping dan mencoba mengguncang bahu polos suaminya. Tak ada respon, artinya pria yang sudah menghalalkannya setahun lalu itu benar-benar terlelap. Dia beringsut turun dari ranjang dengan menutup aurat menuju kamar mandi."Maaf Kak ...." Tangisnya pecah berjongkok di balik pintu. Dia menyalakan kran air sengaja meredam tangisnya yang kembali tersedu-sedu. Sesegera mungkin dia tuntaskan sekarang juga. Agar di kemudian hari tak lagi ada tangis dalam hidupnya. Annisa hanya ingin bahagia dan mengisi hatinya dengan tenang dalam pertaubatan hingga tua. Setelah puas melampiaskan sesak di dada. Dia mandi besar dan keluar sudah dengan berpakaian lengkap. Tinggal memakai hijab setelah mengeringkan rambutnya.Dengan sangat hati-hati dia kelua

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #57

    Fahdillah menyadarinya dan mendengar gumaman dari seorang yang sangat dikenal. Sekelebat bayangan berlari menjauh dari teras rumahnya."Jelaskan semuanya pada Ustadzah Lia, sekarang atau tidak sama sekali!" Annisa kembali mendorong suaminya menjauh."Saya tidak akan melangkahkan kaki keluar rumah sebelum semua masalah kita selesai, Nisa. Kita bersihkan kesalahpahaman ini sekarang juga," tegas Fahdilah menahan dua bahu istrinya.Annisa tetap menggeleng kuat dan menunduk. Tak sekali pun berani menatap wajah suaminya secara langsung. Apalagi bertemu tatap dengan dua netra Fahdillah yang selalu saja mampu membuat hatinya goyah."Lihat saya, Nisa!" sentak Fahdillah sedikit keras dengan mengguncang tubuh kecil sang istri.Seketika kaki tertutup gamis panjang itu merosot ke lantai. Memeluk lutut dan tersedu-sedu lagi. Semua beban berat yang selama ini dia sembunyikan seolah tak mampu lagi diatumpu sendirian. Satu tahun lamanya dalam diam nyatanya tak sanggup lagi dipendam.Pria itu meremas s

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #56

    'Sebodoh inikah seorang lulusan Mesir tentang urusan rumah tangga? Apa yamg dipelajarinya selama di sana?' batin Nisa bergemuruh."Maafkan saya, Nisa." Berulang kali hanya kalimat itu yang bisa diucapkan Fahdillah. Bahkan hampir setiap hari lelaki 30 tahun itu selalu mengucapkan hal yang sama pada istrinya.Bosan?Mungkin bukan itu yang dirasakan oleh Annisa. Lebih kepada tidak mengerti apa yang menjadi masalah dalam benak suaminya itu. Sudah satu tahun tapi sikap datar dan dingin itu sama sekali tak berubah. Justru semakin parah dengan sekarang pekerjaan ustadz itu tak hanya mengelola koperasi dan managemen pondok. Melainkan merintis usaha pondok yang baru yakni mendirikan jasa travel haji dan umroh."Entahlah Kak ...." Kalimatnya terjeda, "Nisa harus bagaimana lagi untuk menahan semua ini? Nisa pikir, hubungan kita semakin hambar dan hampa. Benar-benar hanya status saja yang berubah. Kak Fahd terasa asing bagi Nisa mungkin begitu juga sebaliknya." Embusan napas berat keluar dari bib

  • Dinodai Kakak Sebelum SAH   #55

    "Maafkan kami, Pak, Bu. Saudari Annisa dan juga Saudara Fahdillah harus kami tahan di sini sementara waktu.""Apa?" Seru semua orang di ruang tunggu kompak berdiri bersamaan."Akan kami jelaskan setelah semua prosedur terpenuhi. Giliran Saudara Fahdillah dan juga Anda berdua. Atas nama Saudara Agung Sanjaya dan Saudari Nastiti. Mari yang saya sebutkan ikut ke ruang pemeriksaan!" terang polisi berpangkat 3 bintang menunjukkan jalan ke sebuah ruangan.Annisa memeluk ibu kandungnya saat Fahdillah memberi isyarat untuk masuk bersama. Perempuan yanh seluruh wajahnya tertutup niqob itu menggeleng kuat masih terisak."Semua akan baik-baik saja, Nisa ...," ucap Fahdillah menenangkan sambil melepaskan Annisa dari ibunya."Bunda juga akan di sini, Sayang. Nggak akan ke mana-mana. Masuklah!" Sambil mengusap kepala sang putri, Nastiti mencoba memberi kekuatan.Keterangan Aldo a.k.a Aldino atau nama kecilnya Rizal Khoiruddin, polisi banyak mendapatkan keterangan. Bahkan bukti kejadian masa lalu ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status