Home / Romansa / Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya / Diperlakukan seperti sampah

Share

Diperlakukan seperti sampah

Author: Tiffany
last update Last Updated: 2025-05-25 00:44:01

Di tengah pertarungan batin atas keputusannya, suara Fahri mengejutkan Alika.

“Kak,” ucap remaja laki-laki itu pelan. Ia berdiri kaku, menunggu sang kakak menoleh ke arahnya. Jantung nya tentu tidak baik-baik saja dan perasaannya saat ini juga berkacamuk menjadi satu.

Namun Alika tak kunjung menoleh. Ia memilih menyeka air mata yang diam-diam sudah mengalir di pipinya. Dengan suara yang bergetar, ia mencoba menyamarkannya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Ia berusaha mempertahankan nada bicaranya agar tak terlalu serak atau sumbang akibat tangis yang menyesakkan dada.

“Ada apa?” tanyanya lirih, tetap memunggungi adiknya.

“Fadil boleh tanya sesuatu?” Fadil mencoba memberanikan diri. Jemarinya menggenggam saku celana, seakan bersiap mengeluarkan sesuatu yang penting. Meskipun hatinya berkata jangan, tapi dia benar-benar harus bertanya.

“Soal apa?” suara Alika terdengar parau, bersamaan dengan lantunan azan subuh yang mulai berkumandang dari kejauhan.

Kumandang yang begitu indah bagi mere
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 103

    Bab — Pertemuan yang Tidak DiundangMalam belum tiba, tetapi langit kota sudah mulai memudar warnanya. Sisa cahaya matahari yang menempel di dinding-dinding gedung tinggi perlahan ditelan oleh bayangan panjang, meninggalkan kesan senja yang redup di antara gemerlap lampu-lampu jalan yang mulai menyala. Bagas menatap arlojinya untuk kesekian kali. Jarum jam menunjukkan pukul setengah tiga.Pertemuan dengan salah satu investor seharusnya berlangsung siang ini, di restoran sebuah hotel berbintang di pusat kota. Namun, agenda berubah. Investor itu mendadak menunda hingga malam, alasan yang diberikan sederhana—urusan mendesak dengan klien luar negeri. Bagas tidak bisa berbuat banyak selain menyesuaikan diri, meski dalam hati ia merutuk jadwal yang berantakan.Ia sudah terlanjur berada di sekitar kawasan hotel. Perjalanan dari kantor menuju sini memakan waktu, dan kembali lagi hanya untuk menunggu akan terasa mubazir. Perutnya juga belum diisi sejak pagi, hanya ditopang oleh secangkir kopi

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 102

    Bab — Rapat yang KosongPagi itu, cahaya matahari merambat perlahan menembus kaca jendela tinggi di lantai sepuluh gedung perusahaan cabang Baskoro. Kota di bawah sana masih padat dengan deru kendaraan, suara klakson, dan hiruk-pikuk manusia yang bergegas menuju tujuan masing-masing. Namun semua itu hanya terdengar sayup, nyaris lenyap di balik kedapnya kaca modern. Yang tersisa hanyalah siluet jalanan, laju mobil yang tampak seperti semut kecil dari ketinggian, serta bayangan gedung-gedung lain yang berbaris kaku.Di dalam ruang rapat, udara begitu berbeda. Pendingin ruangan berdesis pelan, meniupkan hawa dingin yang menusuk kulit, meninggalkan sensasi kaku dan formalitas yang tak bisa dihindarkan. Kursi-kursi kulit hitam berjajar rapi mengelilingi meja panjang berbentuk oval, permukaannya mengilap karena dipoles setiap pagi oleh petugas kebersihan. Di atas meja, tumpukan berkas, map tebal, botol air mineral, dan laptop yang terbuka memenuhi pandangan.Bagas duduk di kursi paling ten

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 101

    Bab — Kebahagiaan yang Tak TerlukiskanLangkah-langkah Sadewa terasa begitu ringan, hampir seakan melayang, seolah seluruh beban yang selama beberapa hari terakhir menekan dadanya—rasa khawatir, takut, dan gelisah—lenyap begitu saja dengan kabar yang baru saja mereka terima. Bersama Alika, ia keluar dari ruang dokter, meninggalkan aroma antiseptik yang sebelumnya terasa menusuk dan menekan setiap napas, kini seolah berubah menjadi latar samar yang tak lagi penting. Wajahnya masih basah oleh sisa air mata, tetapi kali ini bukanlah air mata yang lahir dari rasa cemas, melainkan dari kebahagiaan yang begitu meluap hingga sulit ia tahan.Tangannya tidak pernah melepaskan genggaman Alika, malah semakin erat seakan takut kabar yang baru saja mereka dengar hanyalah mimpi yang bisa menghilang dalam sekejap. Setiap langkah Alika diperhatikannya dengan sangat teliti, hampir sampai pada titik Sadewa menunduk hanya untuk memastikan pijakan kaki istrinya aman, tidak tergelincir, tidak tersandung.

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 100

    Bab — Kabar yang Menggetarkan JiwaSadewa menuntun Alika masuk ke dalam ruangan dokter dengan langkah hati-hati, seakan setiap gerakan bisa mempengaruhi keadaan istrinya. Pintu ruangan itu tertutup pelan di belakang mereka, meninggalkan keramaian lorong rumah sakit yang penuh dengan suara bercampur aduk. Kini yang tersisa hanyalah ruangan berukuran sedang dengan aroma antiseptik yang lebih kuat, dilengkapi meja kerja kayu, kursi pasien, serta berbagai peralatan medis yang tersusun rapi di rak-rak putih.Seorang dokter perempuan paruh baya, berwajah ramah dengan kerudung rapi, menyambut mereka dengan senyum profesional yang hangat. “Silakan duduk,” ucapnya sembari menunjuk kursi pasien yang berada di hadapannya.Sadewa segera membantu Alika duduk. Ia masih menggenggam tangan istrinya erat, bahkan ketika Alika sudah berada di kursi, jemarinya enggan terlepas. Dokter itu menatap mereka sejenak, lalu mulai membuka catatan medis di meja.“Baik, Ibu Alika,” suara dokter terdengar tenang, me

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 99

    Bab — Menunggu dengan CemasPerjalanan panjang yang baru saja mereka lalui seakan menyedot seluruh energi Sadewa. Sepanjang jalan, hatinya dihantui rasa takut yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ada perasaan seperti dicekik, seolah-olah setiap detik bisa menjadi penentu keadaan istrinya. Begitu mobil berhenti di depan rumah sakit, tanpa berpikir panjang, Sadewa langsung turun dengan cepat, membuka pintu, dan dengan hati-hati memapah Alika yang tubuhnya tampak begitu rapuh sore itu.Lorong rumah sakit menyambut mereka dengan atmosfer yang khas: dingin, panjang, penuh dengan aroma antiseptik yang tajam, menusuk ke dalam rongga hidung dan menempel di indera penciuman. Suara langkah kaki terdengar bersahut-sahutan, sebagian bergegas, sebagian teratur, sebagian lagi terdengar lesu. Ada tangis samar anak kecil di kejauhan, ada suara batuk dari sudut ruangan, ada pula percakapan lirih keluarga yang tengah menanti kabar dari dokter. Semua itu berpadu menjadi orkestra cemas yang begitu fa

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 98

    Bab — Sebuah Kepanikan yang Tak TerhindarkanSadewa menatap wajah istrinya dengan sorot mata yang dipenuhi kegelisahan, bahkan kegelisahan itu sudah nyaris berubah menjadi kepanikan yang tidak bisa ia sembunyikan lagi. Sejak pagi tadi, ia sebenarnya sudah berencana untuk berangkat ke perusahaan. Ada beberapa agenda penting yang menunggu di meja kerjanya, beberapa rapat yang harus ia hadiri, serta laporan-laporan yang memerlukan tanda tangannya. Namun, semua rencana yang sudah ia susun itu seketika runtuh, seakan tidak lagi berarti apa-apa, ketika matanya menyaksikan Alika—istrinya, perempuan yang paling ia cintai—tiba-tiba saja lebih dari dua kali muntah dalam kurun waktu yang begitu singkat.Sebagai seorang suami, siapa yang tidak panik melihat kondisi seperti itu? Wajah Alika tampak begitu lemah. Pucatnya bukan sekadar pucat biasa yang muncul karena kelelahan, melainkan pucat yang benar-benar membuat dada Sadewa terasa diremas. Tubuh istrinya pun seolah kehilangan tenaga. Perempuan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status