Suasana menjadi semakin tegang ketika preman-preman yang menjaga kantor mulai menunjukkan sikap yang lebih agresif. Mereka tidak suka dengan kerumunan yang semakin ramai dan mulai mengancam akan menggunakan kekerasan jika para korban tidak segera bubar."Kalian semua harus pergi dari sini sekarang!" bentak salah satu preman dengan suara menggelegar yang menakutkan. "Jangan membuat keributan atau kalian akan merasakan akibatnya!""Kami tidak main-main," tambah preman yang lain sambil menunjukkan tongkat baseball yang tersembunyi di balik jasnya. "Kalau kalian tidak pergi dalam lima menit, jangan salahkan kami kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."Kerumunan mulai mundur dengan ketakutan yang nyata, namun Irene yang masih emosional malah maju ke depan dengan nekatnya. "Jangan berani-berani mengancam kami! Menantu saya adalah Richard Wellington, jagoan bela diri yang sangat terkenal!""Richard adalah juara karate dan taekwondo!" tambah Irene dengan nada yang sombong. "Dia bisa men
Tiba-tiba, suasana menjadi semakin dramatis ketika seorang gadis cantik berusia sekitar dua puluh lima tahun datang tergesa-gesa dengan seorang pria muda yang tampan. Gadis itu langsung berlari ke arah Irene dengan wajah panik yang berlebihan, seolah-olah sedang memainkan adegan dalam film sinetron."Mama! Mama kenapa?" teriak gadis itu dengan suara bergetar seperti aktris sinetron yang sedang berakting dalam adegan paling dramatis. "Apa yang terjadi dengan wajah Mama? Kenapa bengkak begini?"Suaranya yang melengking membuat beberapa orang di kerumunan menoleh dengan ekspresi yang terhibur. Cara dia berlari sambil menangis terlihat sangat berlebihan dan tidak natural.Irene yang melihat kedatangan anaknya langsung menangis tersedu-sedu dengan sangat dramatis, seolah-olah sedang memainkan adegan paling tragis dalam hidupnya. Air matanya mengalir deras sambil memeluk Amanda dengan gerakan yang sangat berlebihan."Amanda, sayang! Mama telah diperlakukan dengan sangat tidak adil oleh prem
Pagi itu, kawasan perkantoran di Jalan Proklamasi mulai ramai dengan hiruk pikuk yang tidak biasa. Kerumunan orang dari berbagai kalangan memadati area depan gedung berlantai sepuluh tempat kantor "Tajir Melintir" beroperasi, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh ketegangan.Udara pagi yang sejuk tiba-tiba terasa pengap karena dipenuhi aroma keringat dan parfum murahan yang bercampur menjadi satu. Suara-suara keluhan dan rintihan terdengar dari berbagai arah, menciptakan simfoni penderitaan yang sangat memprihatinkan.Dokter Peter Davis berjalan dengan langkah tenang menuju lokasi tersebut, diiringi Pak Wong yang setia mengikuti di belakangnya. Wajah Peter terlihat santai dan tidak terburu-buru, sangat kontras dengan kerumunan yang panik di sekitarnya.Semalam, Gino dan Bono serta beberapa gadis dari Melody Paradise termasuk Norma Wijaya dan manajer Pak Hendra telah memohon kepada Peter untuk menjadi juru bicara mereka dalam menghadapi masalah investasi bodong "Tajir Melintir".
Irene yang awalnya berusaha keras menjaga image sebagai wanita kelas atas yang berpendidikan, tiba-tiba ikut terbawa suasana emosional dan berdiri di garis terdepan dengan wajah memerah padam. Suaranya yang biasanya lembut dan terkontrol berubah menjadi jeritan yang memekakkan telinga."Uang saya harus kembali sekarang juga!" teriaknya sambil menunjuk-nunjuk gedung dengan jari yang gemetar karena amarah. "Saya dari keluarga Bernadus yang terhormat dan berpengaruh di Kota Wada!"Irene yang sudah kehilangan kendali diri melanjutkan dengan suara yang semakin tinggi dan histeris. "Kalian tidak boleh memperlakukan saya seperti orang-orang biasa! Saya memiliki koneksi yang sangat kuat!"Kerumunan yang awalnya simpati dan mengira Irene sebagai sesama korban malah mulai mencibir dan mengejek mendengar Irene yang mengaku dari kalangan atas. Suasana berubah menjadi komedi yang tidak disengaja."Kalau memang orang kaya tulen, untuk apa ikut investasi receh seperti ini yang jelas-jelas mencurigak
Jalanan Kota Wada masih sepi di pagi buta. Lampu-lampu jalan menerangi wajah Irene yang pucat dan penuh keputusasaan."Regina Xiao pasti tidak pernah mengalami hal seperti ini," gumamnya dengan nada iri yang mendalam. "Dia pasti punya manajer keuangan yang pintar dan tidak pernah terjebak investasi bodong."Dalam hati kecilnya, ia tahu bahwa mimpi untuk menjadi secantik Regina Xiao melalui operasi plastik sudah hancur berkeping-keping. Uang yang sudah ia investasikan dengan penuh harapan kini lenyap tanpa jejak."Ya Tuhan," bisiknya sambil memejamkan mata sebentar di lampu merah. "Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku percaya pada investasi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan?"Ponselnya bergetar lagi dengan pesan dari Ted: "Irene, dimana kamu? Nenek Helena mengamuk hebat! Dia bilang akan menghancurkan siapa pun yang mencuri uangnya!"Irene mematikan ponsel dengan tangan yang gemetar. Ia tahu bahwa setelah ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.Pukul lima pagi, Irene suda
Cahaya rembulan yang temaram menembus celah tirai sutra kamar utama mansion Bernadus, menyinari wajah Irene Bernadus yang tengah tersenyum dalam tidur.Pukul dua dini hari, dalam mimpinya ia berjalan di red carpet dengan wajah sempurna seperti Regina Xiao, artis papan atas yang selalu memukau di layar televisi.Irene Bernadus hatinya dipenuhi kebahagiaan luar biasa. Besok pagi, dia akan mendapat pencairan hasil investasinya di "Tajir Melintir" dengan keuntungan fantastis lima kali lipat dari modal tiga puluh juta rupiah."Mungkin aku bisa melakukan operasi pengencangan wajah seperti Regina Xiao," batin Irene berbunga-bunga sambil meraba pipi yang mulai kendur dalam tidur. Tangannya bergerak lembut di wajah, membayangkan betapa sempurnanya hasil operasi yang akan mengubahnya menjadi sosok yang dipuja jutaan orang.Tiba-tiba, getaran ponsel mewah berlapis emas bertatahkan berlian membangunkannya dari tidur yang nyenyak. Dengan mata mengantuk dan berharap melihat kabar baik dari aplikasi