LOGINMendengar perkataan Tirta, Serra berucap dengan ekspresi khawatir, "Ah ... Pak Tirta, tiga hari kelamaan. Kemungkinan ... aku nggak bisa mengemudikan kapal terlalu lama."Tirta membalas sembari tersenyum, "Nggak masalah. Nanti kita cari lokasi yang sepi dan berhenti di sana. Sisanya serahkan padaku."Devika menghentikan langkahnya begitu mendengar ucapan Tirta. Dia bergumam, "Ternyata Tirta benar-benar ingin bersenang-senang selama tiga hari? Nggak masalah, kita sudah datang ke sini. Lagi pula, aku nggak sendirian. Nanti kita bergantian saja."Devika merasa sedikit gugup dan juga antusias.Kemudian, mereka semua naik ke kapal pesiar besar itu. Bagian dalam kapalnya sangat luas dan dilengkapi berbagai fasilitas hiburan. Bisa dibilang kapal itu adalah tempat hiburan yang bisa dipindahkan ke laut.Awalnya Serra memang tidak terlalu memahami caranya mengemudikan kapal pesiar ini. Namun, akhirnya dia tetap bisa menjalankannya dengan lancar setelah mengutak-atik sejenak.Ngung! Ngung! Ngung!
Siapa sangka, Tirta tiba-tiba muncul di dalam rumah kayu. Dia bertanya dengan tatapan dingin, "Hei, kamu mau pergi ke mana?"Pria paruh baya itu gemetaran dan langsung menciut. Dia segera memasukkan ponsel ke dalam saku, lalu membentak, "Kapan kamu mengikutiku? Apa yang ingin kamu lakukan?""Coba kamu tebak apa yang ingin aku lakukan. Apa rasanya sangat puas mengintip wanita?" timpal Tirta.Tirta mencibir, lalu langsung menendang selangkangan pria paruh baya itu sebelum dia sempat bicara.Pria paruh baya itu menjerit. Alat vitalnya hancur, bahkan tulangnya patah. Dia meringkuk di lantai dan berkeringat dingin saking sakitnya.Pria paruh baya merasa bagian bawah tubuhnya sudah cacat. Dia memelototi Tirta dan berbicara dengan geram, "Sialan kamu ... beraninya kamu menendang selangkanganku! Apa kamu tahu aku ini bawahan Pak Behzad? Kamu pasti mati, aku akan minta Pak Behzad menghabisimu!"Tirta membalas, "Pak Behzad? Aku nggak kenal, tapi terserah kalau kamu mau suruh orang untuk habisi a
Tirta dan lainnya melihat ke arah yang ditunjuk pria paruh baya itu. Ternyata memang ada beberapa ruang ganti. Pintu kayu ruang ganti itu tertutup rapat.Namun, dilihat dari sikap pria paruh baya yang terlalu ramah, Tirta bisa memastikan ada yang mencurigakan. Setelah merasakannya dengan kesadaran spiritual, Tirta menemukan kamera tersembunyi di semua ruang ganti itu.Sudah jelas pria paruh baya itu mengintip banyak wanita dengan cara ini. Tindakannya yang mengintip wanita lain benar-benar menyebalkan!Apalagi sekarang pria paruh baya itu ingin mengintip kekasih Tirta. Tentu saja Tirta harus memberinya pelajaran.Tirta menarik kesadaran spiritual, lalu memandang pria paruh baya dengan ekspresi dingin. Dia mencibir dan berkomentar, "Diskon 30 persen? Kamu benar-benar murah hati."Pria paruh baya itu tidak memperhatikan tatapan Tirta. Dia hanya memandangi Devika dan lainnya. Pria itu bahkan sudah mulai membayangkan seberapa menggairahkan gambaran di kamera nanti.Pria paruh baya tertawa,
Mendengar ucapan Tirta, Devika tersenyum sinis. Dia merasa tidak puas dengan permintaan maaf Tirta ini. Devika harus membuat Tirta jera.Devika berbicara dengan arogan, "Kenapa? Kamu boleh lihat wanita lain, kenapa kami nggak boleh ... um!"Hanya saja, Tirta sudah menutup mulut Devika sebelum dia menyelesaikan perkataannya. Dia berkata, "Pokoknya kita sudah sepakat. Kalau aku nggak salah ingat, penguasa industri pariwisata itu bilang kapal pesiar besar itu disiapkan untuk kita waktu telepon tadi. Makanan dan minuman juga sudah disiapkan di sana."Tirta melanjutkan, "Setelah membeli bikini, kalian ganti di kapal pesiar itu saja. Biar aku bisa menikmati bodi kalian."Devika dan lainnya mengikuti arah pandangan Tirta. Ternyata memang ada kapal pesiar besar di tepi pantai.Selain itu, kapal pesiar dibatasi dengan garis pengaman dan dijaga secara khusus. Wisatawan lain tidak boleh mendekati kapal pesiar itu.Sebenarnya penguasa industri pariwisata itu ingin langsung membawa Tirta dan lainny
Saat dalam perjalanan pulang, Zargo melewati sebuah gang. Dia melihat beberapa mayat di tanah.Zargo menghampiri mayat-mayat itu dan mengamatinya sejenak. Dia bergumam, "Eh? Bukannya ini Devon dan bawahannya? Kenapa mereka juga mati? Siapa yang membunuh mereka?"Namun, Zargo tidak menemukan petunjuk apa pun. Dia membatin, 'Metode pembunuhan ini sama dengan yang dialami Keluarga Ravian. Kalau begitu, berarti orang yang membunuh Devon juga membunuh Ezhardy?'Kemudian, Zargo menelepon untuk menyuruh bawahannya datang dan memeriksa semua kamera pengawas di sekitar. Dia ingin menemukan pembunuh itu. Jadi, Zargo bisa memberikan jawaban yang sempurna sewaktu atasan melakukan pemeriksaan.Setelah bawahan sampai, Zargo tidak berlama-lama lagi di tempat ini. Dia langsung mengganti baju, lalu menyuruh beberapa wanita menemaninya pergi ke resor teluk.....Sementara itu, Tirta dan lainnya sudah sampai di tempat tujuan dengan menaiki helikopter. Resor teluk terletak di dekat pantai dan dikelilingi
Keempat preman itu melihat mangsa mereka direbut. Mereka memang tidak tahu bagaimana caranya Tirta menyelamatkan Aluna, tetapi sekarang mereka sudah dibutakan nafsu. Jadi, mana mungkin mereka bisa mempertimbangkan hal itu lagi?"Dasar orang-orang tolol! Beraninya kalian mengincar kekasihku! Cari mati!" tegas Tirta. Dia memang merasa bersalah kepada Aluna, jadi dia ingin menghajar keempat preman itu.Apalagi Tirta mendengar keempat preman itu mengatakan ingin meniduri Devika dan lainnya. Dia yang mengamuk langsung bertindak.Bam! Bam! Bam! Bam! Tirta langsung melancarkan serangan dahsyat. Kepala empat preman itu langsung hancur, hanya tersisa empat mayat tanpa kepala di gang."Huh, kalian memang pantas mati," ucap Devika. Kemudian, dia berujar kepada Aluna, "Bu Aluna, terlalu berbahaya kalau kamu jalan di luar sendirian. Bagaimana kalau kamu ikut kami jalan-jalan untuk melepas penat?"Tirta juga berniat mengajak Aluna pergi. Hanya saja, Devika sudah mengajaknya. Jadi, Tirta tidak perlu