Amber mengingat lebih banyak, dokter itu adalah seniornya. Dia dan senior itu, mereka berdua adalah murid Nancy.Waktu itu ketika Amber memulai program doktoralnya, seniornya itu hampir lulus. Namun, sampai Amber lulus, dia masih berada di titik puncak itu.Amber sering mengatakan kalau seniornya itu memiliki keluarga yang kaya, latar belakang yang baik, tetapi bukan otak yang baik. Amber tidak mengerti kenapa dia ingin menjadi dokter ketika dia hanya bisa berbaring dan bersantai.Amber mendengkus putus asa saat seniornya itu tersenyum kepadanya. Namun, sebelum dia bisa membalas senyumannya, Amber menguatkan ekspresinya dan berkata dengan serius, "Elly adalah pasienku. Terima kasih atas bantuanmu malam ini, tetapi di masa yang akan datang aku harap kamu akan bertanya terlebih dulu kepadaku sebelum memberikan perawatan lain kepadanya."Brak!!Setelah mengatakan kalimatnya it
Amber dengan serius merasa bahwa pemahamannya tentang pasien yang menderita pelepasan emosi benar-benar masih terbatas! Dia memutuskan untuk fokus pada Ian setelah penyakit Elly membaik. Bukan hanya karena biaya pemutusan kontrak yang sangat besar itu, tetapi juga agar dia bisa dengan senang hati berteman dengan pria kaya.Berbicara tentang Elly, Amber tiba-tiba teringat kalau Ian sebelumnya menunjukkan ketertarikan pada kondisinya jadi dia menyebutkannya saat Ian hendak menutup telepon. "Apa yang aku rencanakan melibatkan pasien dengan Sindrom Cotard itu. Keluarganya tinggal agak jauh jadi aku mungkin akan meminjam sopirmu untuk beberapa waktu. Apakah itu tidak apa?"***Tidak lama kemudian, sopir yang diutus oleh Ian tiba dan tanpa berlama-lama Amber masuk ke mobil."Eh, bukannya tadi sewaktu bertelepon dia tidak mengatakan apa-apa dan langsung mengakhiri sambungan telepon?" batin Amber ketika dia
Amber membuka sebuah aplikasi pencarian di ponselnya. Dia mencari sekolah terdekat. Untungnya, tidak terlalu sulit untuk mengetahui ke mana Elly bersekolah. Kota ini hanya memiliki satu taman kanak-kanak, satu sekolah dasar dan satu-satunya sekolah menengah di kota berikutnya.Dua tahun lalu, Elly berusia dua belas tahun, oleh karena itu dia seharusnya terdaftar di sekolah menengah. Dia berbalik dan berbicara dengan Ian tentang apa yang dia dengar, kemudian bertanya, "Pada usia dua belas tahun, dia seharusnya berada di kelas enam dan baru lanjut masuk sekolah menengah pertama. Jika aku ingin memahami seperti apa kehidupan sekolahnya, menurutmu aku harus pergi ke sekolah dasar atau sekolah menengahnya?"Saat Amber mengatakan semua itu, tatapan Ian masih tertuju pada layarnya, dia sama sekali tidak responsif.Melihat respon Ian yang seperti itu, Amber menduga dia tidak akan menjawab, tetapi tanpa disangka, pria itu m
Restoran kecil yang kini didatangi Amber dan sopir Ian letaknya cukup jauh dari rumah keluarga Elly dan lebih dekat dengan pusat kota. Dari restoran ini, orang hampir tidak bisa melihat gerbang depan sekolah menengah yang pernah dihadiri Elly.Pemilik restoran adalah pasangan paruh baya. Karena sudah lewat jam makan siang, hanya ada dua orang yang makan di restoran tersebut. Sang istri sedang duduk di depan pintu dapur memetik sayuran dan sang suami melihat-lihat tagihan dari konter. Melihat keduanya masuk, dia dengan antusias bertanya, "Apakah kalian ingin makan sesuatu?"Amber dan sopir Ian melihat menu dan memesan tiga piring makanan dan sup. Sopir itu khawatir bosnya akan lapar jadi dia dengan penuh pertimbangan meminta piring baru dari pemilik restoran, mencucinya lagi dan kemudian membawanya ke Ian yang ada di dalam mobil. Namun, tidak lama sopir itu kembali dengan sepiring makanan yang dibawanya tadi dalam kondisi yang sama persis.Amber yang dapat melihat ekspresi sedihnya ter
Satu ember air kotor yang ditinggalkan entah sudah berapa lama, sangat kotor dan bau, baru saja disiramkan ke arah Amber. Seketika, bau asam yang tajam merasuki indera penciuman Amber.Amber sangat terkejut dan ketakutan sampai shock, dia terus berdiri membeku di tempat dengan sekujur tubuh yang basah. Orang yang menyiramkan air kotor ke seluruh tubuhnya adalah seorang nenek tua dengan punggung agak bungkuk. Sebelumnya ketika nenek itu mendekati mereka dengan membawa ember kotor, Amber mengira dia berencana membuang sampahnya di suatu tempat, tetapi tidak disangka hanya beberapa saat kemudian, Amber melihatnya mengangkat ember itu tinggi-tinggi dan mengarahkan isinya ke Ian.Pada awalnya Amber berencana hanya menariknya keluar dari jalan. Namun, karena dia tinggi dan berat, meskipun dia berhasil menariknya menjauh, tapi dia juga seperti melemparkan dirinya ke dalam garis api. Ingin menyelamatkan Ian malah dirinya yang terkena.Nenek tua itu tidak pergi bahkan setelah menuangkan air k
Kali ini adalah mandi paling lama dan paling hati-hati yang pernah Amber lakukan sepanjang hidupnya, bahkan dia juga mencuci rambutnya sampai tiga kali. Hingga ketika dia akhirnya keluar, dia tidak bisa mencium sedikit pun rasa asam.Setelah mandi Amber mengangkat teleponnya, dia melihat pesan yang belum dibaca dari Ian. "Pakaianmu ada di depan pintu."Ketika membuka pintu, Amber memang menemukan satu paper bag besar di depan pintu kamar hotelnya. Dia mengambilnya dan membawanya masuk, lalu membukanya di dalam kamar.Amber memperhatikan kalau di dalam paper bag tidak hanya berisi jaket, tetapi juga ada sebuah celana jins, kaos dalam hangat dan sekotak pakaian dalam sekali pakai.Mengingat bahwa seorang pria telah membeli semua barang-barang itu, Amber merasa tidak nyaman dari ujung kepala sampai ujung kaki, tetapi karena sudah dibeli, tidak peduli bagaimana perasaannya, dia harus ganti. Set pakaian aslinya sudah terlalu bau dan berminyak, sama sekali tidak bisa dipakai.Beberapa saat
"Bau sekali!"Dua kata yang tertangkap oleh indera pendengaran Amber itu seketika membuatnya langsung memahami kata-kata yang pernah dia dengar di Internet, 'tersenyum di luar dan memandang rendah di dalam.'Meskipun Amber tahu kalau Ian tidak dapat dipahami melalui cara normal dan pria ini tidak dapat diminta untuk bersikap seperti orang biasa, tetapi setelah dia mencuci rambutnya dan mandi tiga kali, hampir menggosok seluruh lapisan kulit tubuhnya, tetapi masih mendengar sebuah evaluasi seperti itu dari mulut seseorang, itu benar-benar membuatnya ... menggertakkan gigi!Saat ini Amber berusaha untuk menahan temperamennya, hanya bisa dengan canggung meminta maaf lagi. "Maaf membuatmu jijik dengan bauku."Sekali lagi Ian merespon dengan mendengkus.Respon Ian itu benar-benar membuat Amber ingin memukulnya, tapi dia urungkan. Dia menarik napas dalam-dalam, dengan tegas memut
Setelah makan malam, mereka kembali ke alun-alun yang baru direnovasi. Rupanya, malam itu sangat ramai. Para orang tua membawa anaknya ke sini untuk bersenang-senang. Ada yang menari, ada yang bermain bola, bahkan ada yang hanya sekedar duduk-duduk dan berbincang santai.Amber tidak tahu apakah harus menyebut keberuntungannya baik atau buruk karena meskipun alun-alun itu tidak terlalu besar atau kecil, dia masih berhasil bertemu dengan seseorang yang dia kenal—guru matematika sekolah menengah Elly—dan guru matematika itu bahkan mengenalinya lebih dulu.Guru matematika itu berlari untuk menyambutnya. "Ah, Pengacara Camille? Anda masih di sini?"Amber ragu-ragu sejenak sebelum pulih dengan senyuman, lalu menunjuk ke arah Ian yang berada di sisinya. "Ya, aku melihat lingkungan di sini cukup bagus jadi aku berencana tinggal di daerah ini dengan kekasihku."Saat ini Ian memandang mereka dengan dingin, tanpa niat untuk ikut bermain. Amber mulai berkeringat.Untungnya, guru matematika itu ta