Share

138. Panggilan telepon

Author: Cutegurl
last update Huling Na-update: 2025-09-12 23:28:53
El menarik napas pendek, lalu ia pun meraih ponsel itu. Nama yang tertera di layar membuat alisnya sedikit terangkat, itu adalah panggilan dari Tuan Sujana.

Seseorang yang pernah ia selamatkan nyawanya, yang kini juga sudah seperti bagian dari keluarganya sendiri.

Dengan cepat El menggeser layar, menempelkan ponsel di telinganya.

“Selamat siang, Tuan Sujana,” sapa El dengan sopan, meski nadanya terdengar sedikit terkejut.

Suara berat khas Tuan Sujana langsung terdengar dari seberang. “Elvario, apa kondisi ibumu sudah baik-baik saja? Tidak terjadi sesuatu yang fatal padanya, kan?”

Mendengar pertanyaan Tuan Sujana padanya, membuat El terdiam sesaat. Kemudian ia tersenyum samar.

“Iya, Tuan,” jawab El akhirnya, suaranya tenang meski ada getaran tipis di sana. “Ibuku memang terkena racun kemarin. Tapi, syukurlah saya berhasil menanganinya tepat waktu. Sekarang kondisinya sudah jauh lebih stabil. Beliau sedang dirawat di rumah sakit.”

Dari seberang sana, terdengar helaan napas
Cutegurl

Makasihhh

| 1
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    154. Mencoba mengobatimu

    Deg. Jantung El serasa berhenti berdetak sesaat ketika ia mendengar perkataan gurunya. “A-Apa…? Ti-tidak mungkin…” bisiknya tercekat. El merasa kesulitan untuk bernapas. “Aku mengatakan yang sebenarnya. Dia sudah mati sekarang,” jawab gurunya tegas. “Aku sendiri yang bertarung dengannya waktu itu. Pertarungan dengannya terasa sulit, bahkan hampir membuatmu kehilangan nyawa. Tapi akhirnya aku berhasil mengalahkannya.” Mendengar apa yang dikatakan gurunya, El kemudian menatap wajah gurunya dengan ngeri dan sedikit merasa malu. “Jadi… Guru melawannya? Guru, Anda benar-benar…” El tak sanggup melanjutkan apa yang ingin dikatakannya. Bayangan pertarungan maut itu tiba-tiba terlintas di benaknya, membuat tubuhnya bergetar. Barulah saat itu El memperhatikan lebih saksama kondisi gurunya sekarang. Dan kini nafasnya terdengar berat, wajahnya juga pucat, tangannya sedikit bergetar saat bersandar di lutut. “Guru… tunggu.” El segera bangkit, ia berjalan mendekat, lalu meraih pergelan

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    153. Jadi ... siapa korban itu?

    Di hadapan El saat ini terbaring tubuh seorang perempuan. Rambut hitam legamnya menjuntai berantakan di sisi ranjang, wajah pucatnya begitu ia kenal. Tapi meskipun pucat, tetap sangat cantik dimatanya. “Azalea…” El berbisik, suaranya pecah penuh ketidakpercayaan melihat sosok yang sudah dicarinya selama beberapa hari ini, kini berbaring di hadapannya. Tubuh El seakan tak menuruti perintah otaknya. Namun sesaat kemudian, El langsung berlari dengan tergesa, lututnya bahkan hampir goyah saat ia tiba di sisi dipan itu. El langsung menggenggam tangan Azalea dengan erat, seolah takut jika perempuan itu akan lenyap bila ia melepaskannya barang sekejap saja. “Azalea, ini benar kamu, kan, Sayang?” El berusaha menahan tangisnya, jari-jarinya bergetar ketika ia menyentuh kulit dingin kekasihnya tersebut. Kemudian, El buru-buru menunduk, dan memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Azalea. Dan ada detaknya, meski sedikit lemah. El menghela napas lega, air matanya tiba-tiba mengalir

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    152. Sosok itu

    Telapak tangan El tiba-tiba terasa basah. Ia kemudian menelan ludah dengan susah payah, lalu menyentuh tombol hijau di layar ponselnya. Tangannya yang sedang menggenggam ponsel itu bergetar, bahkan ponselnya hampir terlepas dari genggamannya. “Halo… dr. Rendra?” El menyapa dengan suara yang terdengar parau, dan kering seakan kerongkongannya terpanggang api. “Dokter El, ya?” suara yang tenang dari seberang membuat dada El bergetar. “I-iya, saya sendiri.” El mencoba menegakkan punggung, meski kedua bahunya terasa berat. Sekarang, jantungnya berdebar keras, ia sangat berharap, kalau panggilan ini bukanlah panggilan yang menghancurkan dirinya. Ada jeda singkat sejenak. Lalu suara dokter forensik itu kembali terdengar. “Begini dokter El, kami baru saja menyelesaikan pemeriksaan lanjutan pada jasad yang ditemukan di dalam mobil terbakar itu.” El memejamkan mata rapat-rapat. Tubuhnya bergetar hebat. Helaan napasnya tersendat. Bahkan ia merasa kesulitan untuk bernapas. “B-bagaima

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    151. Merindukannya

    El berjalan dengan langkah gontai. Sejak kedatangan pasien korban penikaman tadi, ia belum berhenti bergerak. Berjalan bolak-balik dari ruang rawat, ruang operasi darurat, hingga IGD. Pikirannya masih dipenuhi adegan tadi siang, tentang pasien dengan tubuh penuh luka tusuk yang hampir kehilangan nyawa. Ia baru bisa bernapas lega setelah memastikan pria itu selamat. Kini, tubuh El terasa letih luar biasa. Pundaknya terasa berat, matanya juga sedikit perih, dan sekarang perutnya perih karena sudah kosong sejak pagi. Namun, sebelum memikirkan untuk mengisi perutnya sendiri, El memilih melangkah menuju ruang rawat VIP ibunya. Dengan perlahan, ia membuka pintu. Pemandangan yang menyambutnya di dalam kamar itu membuat hati El berdesir hangat. El melihat Mira, ibunya, sudah bisa duduk tegak di ranjang dengan bantal besar menyangga punggungnya. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi sorot matanya jauh lebih hidup dibanding kemarin. Di sisinya, ada Bambang yang duduk dengan setia sambil

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    150. Tak pernah berhenti memikirkanmu

    El menghela napas panjang saat mendengar perkataan kedua orang itu, lalu ia memberi isyarat singkat kepada anak buahnya untuk tetap berjaga. “Jangan lepaskan mereka sampai kalian memastikan kebenarannya. Tetap tahan mereka,” ucapnya datar, namun terdengar tajam. Setelah itu, ia berbalik dan meninggalkan gudang tersebut. Malam kini sudah hampir berganti dengan pagi. Lampu jalanan mulai meredup, menyisakan lengangnya kota yang hanya ditemani suara mesin mobil El yang kini sedang melaju dengan kencang. El merasakan tubuhnya yang letih, matanya yang berat, tapi otaknya harus tetap bekerja dengan penuh tanya dan kecemasan. Sesampainya di rumah sakit, El tidak langsung menuju ruang rawat ibunya. Kakinya justru membawanya ke lantai VIP, tempat orang tua Azalea dirawat. Dari balik kaca pintu, ia melihat sosok Azlan duduk di tepi ranjang dengan kepala yang menunduk, sepertinya dia tertidur, tapi meskipun begitu, tangannya masih menggenggam tangan istrinya yang tampak lemah. Sang istri ta

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    149. Kami hanya sial

    “Tuan, kami berhasil menemukan mobil yang mengikuti mobil Dokter Azalea.” Ketika mendengar laporan tersebut, El langsung melesat di atas aspal, jarum kecepatan mobilnya menembus angka yang seharusnya tak ia ambil. Telepon dari anak buahnya tadi masih terngiang jelas bagi El. Katanya ada dua pria yang mengendarai mobil SUV hitam tanpa plat nomor yang berhasil mereka tangkap. Itu berarti ada celah terang dalam gelapnya misteri kecelakaan mobil yang mirip milik Azalea. Tangan El yang mencengkeram setir terasa kaku, sendi-sendinya menegang. Ia tidak peduli bahwa sekarang jam sudah menunjuk ke tengah malam, atau fakta bahwa tubuhnya yang terasa letih setelah ia melewati hari yang begitu panjang. Hatinya El terasa lebih gelisah, dan satu-satunya hal yang ada di pikirannya sekarang hanyalah kebenaran. Mobil yang El kendarai berhenti mendadak di depan sebuah gudang tua yang berada di pinggiran kota. Bangunannya terlihat besar dari luar, tampak kusam, dan dikelilingi pagar besi tinggi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status