Share

5. Menyembuhkan

Author: Cutegurl
last update Last Updated: 2025-05-19 13:25:29

Perjalanan menuju rumah orang tuanya terasa begitu sunyi dan juga sangat lama.

Ibu pemilik kedai itu duduk di jok belakang motor, menunjukkan arah sambil sesekali menatap punggung Elvario yang membisu. Ia tahu, pemuda itu sedang menahan sesuatu yang dalam, lebih dalam dari sekadar rindu.

Motor itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah kecil yang tampak sederhana. Dindingnya mulai kusam, dan halaman depannya dipenuhi tanaman liar yang tumbuh tanpa terurus. Tapi lampu di beranda menyala hangat, seakan masih ada secercah harapan di dalamnya.

“Itu rumahnya. Ketuk saja pintunya, orang tuamu ada di dalam. Aku pamit ya, Nak,” ujar wanita tadi lembut.

El mengangguk pelan. "Terima kasih karena sudah mengantarku, ya, Bu," ujar El, menunduk hormat.

Wanita itu kemudian tersenyum kecil dan mengangguk. Ia melangkah meninggalkan El sendirian sembari menatap rumah yang didalamnya ada kedua orang tuanya.

Ep lalu melangkah perlahan ke depan pintu.

Ia mengangkat tangannya, hendak mengetuk… namun ragu. Napasnya terhenti. Tangan yang biasa begitu mantap saat memegang pisau bedah, kini gemetar.

Berbagai pikiran berkelebat di kepala El. Ia bertanya-tanya, bagaimana kalau mereka tidak mau melihatnya lagi? Bagaimana kalau dia terlalu terlambat?

Akhirnya, El menguatkan dirinua. Ketukan pelan terdengar.

Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang pria tua dengan rambut yang telah memutih berdiri di sana. Matanya menyipit, mencoba mengenali wajah di hadapannya. El hanya bisa mematung.

Baru tiga tahun berlalu, tapi ayahnya tampak sangat berbeda. Apa saja yang sudah dilalui oleh kedua orang tuanya, sampai mereka terlihat seperti ini? Hati El terasa teriris.

“…El?” suara itu lirih, nyaris tak terdengar. Namun, El mengenal suara itu. Suara ayahnya.

El mengangguk, perlahan. “Ayah…”

Tubuh sang ayah gemetar. Matanya berkaca-kaca. Tanpa bisa menahan dirinya, pria itu langsung memeluk El erat-erat. Ia menumpahkan semua air matanya. Segala kerinduan dan juga kekhawatiran itu sirna seketika.

“Kamu… kamu masih hidup…,” gumam ayahnya berulang-ulang. Suaranya pecah di antara isakan yang tak tertahan. “Ya Tuhan… putraku… kamu hidup…”

El memejamkan mata. Pelukan itu… terasa hangat, rapuh, dan penuh rasa kehilangan yang tertumpuk selama bertahun-tahun. El bisa merasakan seberapa besar kerinduan kedua yang disimpan oleh ayahnya itu.

“Ayah… Ibu… di mana Ibu?”

Saat mendengar pertanyaan El, pelukan yang awalnya terasa sangat erat itu kemudian terlepas. Dan di wajah ayahnya, El bisa melihat rasa sakit yang dalam.

Sang ayah menghela napas, lalu menarik El masuk ke dalam rumah. Di sudut ruangan, duduk seorang wanita dengan rambut panjang yang kini mulai memutih, wajahnya tenang, namun di matanya tak terlihat ada tanda-tanda kehidupan.

“Ibumu ada di sana. Tapi…”

El tak menunggu lagi. Ia berjalan cepat dan berlutut di hadapan wanita itu. Tangannya menggenggam tangan ibunya dengan lembut. Setelah bertahun-tahun berlalu, baru kali ini menangis. Ia terisak pelan. Hatinya sangat sakit saat melihat kondisi kedua orang tuanya.

“Ibu… ini aku. El.”

Wanita itu terlihat sangat terkejut saat mendengar suara yang dikenalinya.

Tangannya yang keriput bergerak perlahan, menyentuh wajah El… ia mengenali lekuk wajah yang dulu sangat ia cintai.

“El?” bisiknya pelan. “Ini benar-benar amu? Kamu benar-benar kembali?”

Suara itu lirih, rapuh seperti kertas tua yang mudah robek.

“Iya, Ibu. Maaf... aku terlambat.” Suara El bergetar. “Aku minta maaf…”

Air mata jatuh dari mata El, membasahi tangan ibunya.

Sang ibu mengangguk perlahan. Ia tersenyum kecil, walau matanya tak lagi bisa melihat.

“Tak apa… yang penting kamu pulang. Yang penting kamu masih hidup…”

El terisak.

Setelah suasana mulai tenang, El duduk di ruang tamu rumah kecil itu bersama ayah dan ibunya. Kursinya bahkan sudah goyang karena sudah terlalu tua dan bahkan sudah dimakan oleh rayap sebagian.

“Ayah… kenapa kalian bisa tinggal di sini?” El membuka suara, ia bertanya dengan nada pelan, tapi tegas. Matanya menyapu seluruh ruangan yang sederhana—jauh berbeda dari rumah masa kecilnya yang dulu penuh kehangatan dan kehormatan.

Ayahnya terdiam sejenak. Tampak kesedihan yang dalam dari matanya.

Kemudian, dia menghela napas berat, lalu menjawab lirih, “Setelah kamu… menghilang, kami sibuk mencarimu ke mana-mana. Kami habiskan semua tabungan untuk mencari kabar tentangmu, bahkan kami sampai datang ke perbatasan-perbatasan yang rawan konflik.”

El menunduk, rahangnya mengeras. Rasa bersalah bersarang dengan sangat besar dalam hatinya. Semua terjadi karena dia.

“Klinik?” tanyanya dengan nada lebih rendah. “Apa yang terjadi dengan klinik kita, Yah?”

Ayahnya menatap kosong ke arah dinding, seakan melihat kembali bayangan masa lalu.

“Seseorang menyabotase klinik itu. Obat-obat kita diganti, catatan pasien juga dimanipulasi, dan tak lama kemudian datang pengaduan. Kami difitnah melakukan malpraktik. Lisensi Ayah dicabut, aset dibekukan, dan akhirnya bank menyita rumah serta klinik. Kami tak punya cukup bukti untuk membela diri…”

El mengepalkan tangannya erat-erat. Ia bisa merasakan darahnya mendidih.

“Dan kalian tidak tahu siapa yang melakukannya?”

Ayahnya menggeleng. “Kami tidak tahu”

Ibunya menambahkan lirih, “Kami terlalu sibuk memikirkanmu, sampai semuanya jadi seperti ini.”

El mengangguk pelan. Matanya menyipit, penuh dendam yang membara.

Sara. Tama. Itu pasti kalian. Siapa lagi yang cukup keji dan cukup tahu tentang kami? Pasti kalian berdua yang melakukannya!

Beberapa saat kemudian, El meminta ibunya duduk di kursi dekat jendela. Ia membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak panjang berlapis kain hitam. Di dalamnya, terdapat belasan jarum emas yang ramping dan bersih.

Jarum-jarum itu adalah hadiah dari gurunya, Tabib Terkutuk. El baru pernah menggunakannya sekali, saat menyelamatkan pasien mati otak kemarin.

"Ibu, ayo kita obati matamu!" ujar El.

Ibunya, yang bernama Mira, terlihat ragu. “Apa… kamu yakin bisa, Nak?”

El mengangguk pelan. “Ibu percaya padaku, kan?”

Meskipun ragu, tapi Mira kemudian mengangguk. "Ibu selalu percaya padamu, Nak."

El duduk di belakang ibunya, memijat perlahan titik-titik di sekitar pelipis dan alis. Ia memeriksa aliran energi melalui pembuluh-pembuluh kecil yang berada di sekitar mata, meraba ketegangan dan stagnasi di dalamnya.

“Ini bukan hanya soal syaraf yang rusak. Ada penyumbatan energi di meridian Liver dan Gallbladder yang memengaruhi fungsi mata,” bisiknya pada diri sendiri.

El mengambil satu jarum emas, menusuk titik Taiyang di pelipis kanan dan kiri. Lalu titik Jingming tepat di sudut mata bagian dalam, serta Fengchi di belakang kepala yang terhubung langsung ke syaraf penglihatan.

Setiap tusukan dilakukan dengan kecepatan tinggi namun presisi luar biasa. El menggunakan teknik pernapasan dalam untuk mengatur sirkulasi energi dalam tubuh ibunya, mengatur ulang keseimbangan yin dan yang di area mata.

Selama dua puluh menit, ia memutar jarum-jarum itu secara perlahan searah jarum jam, lalu menahannya selama beberapa detik, kemudian mengulanginya.

Ibunya merasakan hangat di sekitar wajahnya, seperti aliran air yang lembut namun kuat.

Setelah semua jarum dicabut, El menatap ibunya penuh harap. “Ibu, coba buka matamu perlahan.”

Sang ibu membuka matanya dengan hati-hati. Untuk sesaat, hanya kabut. Tapi perlahan, bayangan cahaya, bentuk, dan… wajah El muncul samar-samar.

“El… ibu bisa melihat… samar… tapi ibu bisa melihatmu.”

El menahan air matanya. Ia memegang tangan ibunya erat.

“Ini belum selesai. Akan ada sesi lanjutan. Ibu, aku pasti akan menyembuhkanmu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    168. Saya tidak bisa istirahat

    Salah satu asisten segera memberikan benang pada El dengan gerakan cepat. Semua tim operasi El kali ini bekerja dengan cepat. El lalu menjahit luka besar itu dengan gerakan cepat namun rapi. Setiap jahitannya terpasang dengan ketegasan luar biasa. Menegaskan sosoknya yang bisa dibilang sempurna dalam urusan medis. Dia benar-benar adalah murid membanggakan dari tabib terkutuk. Dalam ruang operasi yang dingin itu, suara tik-tik-tik alat monitor menjadi satu-satunya musik di ruangan tersebut. Menjadi teman dengar bagi beberapa pasang telinga di sana. Dan ketika El sedang fokus menangani pasiennya, seorang perawat masuk ke dalam ruang operasi dengan tergesa-gesa. Di wajahnya terlihat panik yang kentara. “Dokter, ada dua korban lainnya yang baru tiba. Keduanya tidak sadar, salah satunya dengan luka bakar parah.” El menatap sekilas ke arah pintu, lalu berkata datar, “Beri prioritas lebih dulu pada pasien dengan nadi lemah. Minta Dokter Lina untuk ambil alih triase. Jangan biarkan

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    167. Terus menyelamatkan

    Roda brankar berdecit keras saat salah satu pasien didorong masuk ke ruang operasi darurat dua. Bau darah segar, dan campuran antiseptik, langsung memenuhi udara dingin di dalam ruangan tersebut. Lampu operasi yang tergantung di atas meja operasi menyala dengan terang, menyilaukan, dan menyorot tubuh pasien laki-laki yang penuh dengan luka. Wajahnya nyaris tak dikenali, tertutup darah dan serpihan kaca yang menempel di kulitnya. Nafasnya berat, pendek, dan terputus-putus. Elvario kini sedang berdiri di sisi meja operasi, dan mengenakan sarung tangan steril yang baru. Masker telah menutupi separuh wajahnya, hanya menyisakan sepasang mata tajam yang penuh fokus. Di sampingnya, seorang dokter anestesi sedang memeriksa tekanan darah pasien dan saturasi oksigen yang terus turun drastis. “Tekanan 60 per 30, Dok! Saturasinya 78 persen!” “Buka jalan napasnya sekarang! Ventilator siap?” “Siap, Dok!” El menarik napas dalam, lalu menatap layar monitor. Detak jantung pasien melambat.

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    166. Terus berjuang menyelamatkan

    Setelah mengatakan perintah tersebut, El menutup panggilan telepon tersebut. Kemudian El berdiri dengan cepat, dan meraih jasnya lalu langsung mengenakan jas tersebut dalam satu gerakan. Tatapan semua orang yang ada di kantin itu mengikuti langkahnya saat El berjalan cepat keluar, suara sepatunya terdengar beradu dengan lantai yang licin karena basah. Sekarang koridor rumah sakit terasa lebih sibuk dari saat tadi El melewatinya. Dan beberapa orang perawat tampak berlarian di sana, dengan suara telepon yang terus berdering, disusul dengan suara pengumuman dari pengeras suara menggema dengan keras. “Seluruh tim trauma harap segera ke IGD. Tim trauma, ke IGD sekarang.” Suara panggilan itu terdengar tegas dan juga penuh permintaan. El semakin mempcepat langkahnya. Tatapannya tajam, dan juga fokus. Begitu El tiba di ruang trauma, aroma khas rumah sakit, berupa obat, darah, dan antiseptik langsung menyergap ke dalam hidungnya. Di sana, terlihat ada beberapa staf medis sudah bersiap

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    165. Apakah akan ada insiden lagi?

    Beberapa Jam Kemudian Ruang operasi telah digunakan bergantian. El keluar dari OR dengan seragam operasi yang basah oleh keringat. Maskernya ia turunkan perlahan, langkahnya berat. “Pasien perempuan sudah stabil,” lapor perawat ICU. “Transfusi berjalan baik, tekanan darah normal.” El mengangguk pelan. “Pantau urine output dan saturasi tiap lima belas menit. Jika turun, hubungi saya langsung.” Ia lalu menatap layar monitor di ruang observasi tempat pasien laki-laki dirawat pascaoperasi. Napas pria itu teratur, tapi masih dibantu ventilator. CT menunjukkan pendarahan sudah dibersihkan, namun kesadarannya belum pulih. Jam dinding di atas pintu menunjukkan pukul 13.47. Sudah lewat dari jam makan siang. Langkah kaki El bergema pelan di lantai rumah sakit yang bersih mengilap. Operasi yang El lakukan berjalan lancar, dan nyawa pasien selamat, tapi tenaga El terasa nyaris terkuras habis. Saat ia tiba di pintu keluar IGD, El kemudian berhenti. Pandangannya tertarik oleh sesuatu

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    164. Mereka butuh saya

    Suara sirene ambulans meraung menembus keramaian pagi di kota Samara. Begitu kendaraan itu berhenti di depan pintu gawat darurat RS Medical, dua pintu belakang langsung terbuka. Paramedis keluar membawa dua brankar, satu dengan tubuh pria yang tak sadarkan diri, satu lagi dengan seorang wanita muda yang wajahnya pucat dan tubuhnya berlumuran darah. “Seorang pasien perempuan, trauma paha kanan, perdarahannya aktif! Seorang pasien laki-laki, mengalami cedera kepala berat, GCS delapan!” seru paramedis cepat. Dr. Elvario turun dari ambulans terakhir. Ia kemudian menatap sekeliling, matanya menatap tajam dan fokus, sementara perawat serta dokter jaga segera menghampiri. “Trauma bay satu dan dua, siapkan alat resusitasi! Hubungi bedah saraf dan ortopedi sekarang!” ucap El dengan lantang, suaranya langsung menembus hiruk-pikuk ruangan. Tak ada yang berani membantah perintah El. Dalam waktu kurang dari satu menit, ruang IGD langsung berubah menjadi arena perang melawan malaikat maut.

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    163. Mulai menyelamatkan lagi

    Mendengar teriakkan itu, tanpa berpikir panjang, El langsung menepikan mobilnya, menarik rem tangan, dan keluar dari mobil tersebut. Udara pagi hari yang bercampur dengan aroma bensin dan besi panas menusuk hidung El. Ia segera berlari menuju lokasi kecelakaan, menyingkirkan beberapa orang yang hanya berdiri menonton sambil memegang ponsel. “Tolong menjauh semuanya! Tolong beri ruang untuk tim penyelamat!” seorang pria berseragam oranye dengan lambang BASARNAS di punggungnya berteriak dengan suara keras. Beberapa saat setelahnya, sirine ambulans dan mobil polisi mulai terdengar mendekat dari arah belakang. El merunduk, berusaha untuk melihat ke dalam kabin mobil yang terguling. Melalui jendela belakang yang retak, ia bisa melihat ada dua orang penumpang di dalam mobil tersebut. Ada seorang pria yang berada di kursi kemudi tampak pingsan dengan darah yang mengucur dari pelipisnya, sementara seorang wanita muda di kursi penumpang depan menjerit dengan pelan, tubuhnya terjepit das

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status