Share

50. Datang melihatnya

Author: Cutegurl
last update Huling Na-update: 2025-07-29 03:33:12

Ruangan ICU yang sempat sunyi perlahan mulai dipenuhi oleh langkah-langkah penuh harapan. El, yang baru saja siuman setelah koma selama empat puluh hari, kini menjadi pusat perhatian tak hanya bagi keluarga, tetapi juga orang-orang penting yang selama ini mengikutinya diam-diam.

Tuan Sujana datang pertama. Pria tua yang selalu tampak tenang itu kini tampak jauh lebih ekspresif. Wajahnya yang biasanya kaku kini memancarkan kelegaan yang mendalam. Tak lama, Tuan Darma menyusul, bersama Alya yang berjalan dengan hati-hati sambil membawa sebuket bunga kecil. Menyusul di belakang mereka, beberapa dokter dan perawat dari Rumah Sakit Medical juga ikut masuk satu per satu.

“Dokter El… apa kau benar-benar sudah sadar?” tanya salah satu perawat dengan mata berkaca-kaca.

El hanya tersenyum lembut, senyum yang tak banyak bicara, tapi penuh makna. Ia menatap satu per satu wajah yang menyambutnya dengan begitu hangat. Dalam hatinya, El mengumpati gurunya, Tabib Terkutuk yang telah menahanny
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mulyadi Bayusantoso
kapan jadwalnya?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    76. Ungkapan terima kasih tak terhingga

    Langit di luar rumah sakit sudah berubah sangat pekat. Hujan gerimis mulai turun, menyisakan suara tetesan air yang terpantul di kaca-kaca jendela ruang tunggu. Di lorong depan ruang ICU, suara tangis tertahan terdengar samar, diiringi helaan napas cemas dari kerabat pasien yang baru saja menjalani operasi panjang dan penuh risiko. Pintu ruang operasi terbuka perlahan. Elvario melangkah keluar dengan masker masih tergantung di leher dan sarung tangan operasi yang telah dilepas. Seragam medisnya penuh bercak darah, sebagian masih basah. Beberapa helai rambutnya terlepas dari ikatan, dan napasnya terdengar berat. Tapi di balik wajah yang lelah itu, ada sorot mata yang tenang. Seseorang langsung berdiri dari bangku. Seorang wanita paruh baya dengan mata bengkak karena menangis. Di sebelahnya, seorang pria yang sejak tadi tak berhenti mondar-mandir langsung menghampiri Elvario. “Dokter! Bagaimana anak saya?!” Suara wanita itu pecah di udara, sarat ketakutan dan harapan yang mengga

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    75. Operasi... lagi?

    Suasana di ruang operasi terasa mencekam. Cahaya putih di atas meja operasi menyinari tubuh pria muda yang sudah terbaring tak bergerak, nyaris tanpa kesadaran. Nafasnya terdengar berat, kasar, dan tidak beraturan. Dada kirinya tampak seperti hendak runtuh, dengan suara gemeretak samar setiap ia mencoba menarik napas. Darah mengalir dari sela-sela bibirnya, membasahi bantal tipis di bawah kepala. Paha kanannya tampak patah total. Sudut bengkok tulangnya membentuk garis yang nyaris menusuk keluar kulit, membuat dagingnya robek dan darah memancar dalam ritme lambat namun mantap. “Tekanan darahnya turun lagi, Dokter El!” suara perawat terdengar panik. “70 per 30 dan terus menurun!” “Elvario.” suara itu menyusup dari sisi meja. Dokter Azalea berdiri mengenakan masker dan sarung tangan steril, matanya menatap penuh konsentrasi pada monitor EKG. “Dia masuk fase dekompensasi. Jantungnya akan gagal kalau kita tunda lebih lama.” Elvario berdiri diam sesaat. Hanya satu detik. Tapi dal

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    74. Operasi

    Lampu bedah menyala terang, menyinari tubuh pasien yang terbujur di atas meja operasi. Waktu sudah menunjukkan lebih dari tiga jam sejak operasi dimulai. Elvario tetap berdiri tegak, tak bergeming, kedua matanya fokus penuh ke dalam rongga perut pasien, tangan kirinya menahan alat penjepit pembuluh darah, sementara tangan kanannya menuntaskan prosedur vaskular kritis yang membuat semua orang di ruangan itu menahan napas. Dokter Azalea, yang berdiri di seberangnya, berkeringat namun tak kehilangan konsentrasi. Sejak awal operasi, dia menyaksikan bagaimana El bekerja, tetap tenang, nyaris tak terpengaruh oleh tekanan waktu atau detak alarm yang kadang berbunyi keras karena penurunan tekanan darah pasien. “B-Bleedingnya mulai terkendali,” gumam perawat anestesi. Elvario mengangguk tipis. “Tapi kita belum keluar dari bahaya. Kalau tak hati-hati, dia bisa mengalami hemoragik syok lagi.” Jarum-jarum jahit mulai menari di ujung jemarinya. Langkah demi langkah dilakukan dengan ketep

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    73. Waktu bersama

    Langit sore terlihat membara dalam semburat jingga yang mulai perlahan ditelan biru tua. Hembusan angin sore berdesir pelan di atas rooftop rumah sakit, membawa aroma samar dari dedaunan dan senja yang basah. Di tempat yang sepi itu, suara langkah kaki bergema ringan. Azalea tiba lebih dulu. Ia butuh udara. Sejak pagi, pikirannya terus bergelayut pada keributan di ruang IGD. Wajah wanita paruh baya itu, ibu dari pasien bernama Tama, masih terbayang jelas. Sorot matanya penuh amarah, suaranya melengking, menyalahkan Elvario atas keadaan anaknya. Azalea mendesah pelan, menggenggam jaket residen putih yang setengah melilit tubuhnya. Ia menyandarkan punggung ke pagar pembatas dan menatap cakrawala yang perlahan tenggelam. Hingga suara langkah kaki kembali terdengar. Azalea menoleh, dan di sana, muncul sosok tinggi dengan jas dokter yang sudah sedikit kusut oleh waktu jaga. Elvario. Pria itu tampak sedikit terkejut saat melihat Azalea lebih dulu di sana. "Kamu juga di sini?" ta

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    72. Gadis penyelamat?

    Ruangan IGD yang sebelumnya hanya dipenuhi suara mesin pemantau kini menjadi pusat perhatian karena teriakan seorang ibu yang sedang dikuasai emosi. Suara Sinta masih menggema, memekakkan lorong rumah sakit dengan amarah dan tangis yang bercampur menjadi satu. Para perawat dan staf medis tak berani menyela. Sementara dua satpam hanya bisa berdiri siaga, menunggu aba-aba untuk bertindak. Namun sebelum siapa pun sempat melakukan sesuatu, suara langkah cepat menghentak lantai, ringan, tapi pasti. Seorang perempuan muda dengan jas dokter putih muncul di ujung lorong. Residen tahun keempat itu, dokter Azalea muncul dengan wajah serius. Rambutnya disanggul rapi, dan sorot matanya tajam namun tidak liar. Ia bukan siapa-siapa di antara keluarga pasien, bukan pula tokoh besar di rumah sakit, tapi saat melihat pemandangan itu, dia tahu dia harus bicara. Tanpa ragu, Azalea berjalan melewati beberapa perawat yang menahan napas, lalu berdiri tegak di samping Elvario. “Saya minta maaf, Bu

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    71. Kemarahan

    Langit mendung menggantung di atas atap rumah sakit pagi itu, seakan ikut merasakan duka yang menyelimuti keluarga kecil yang baru saja tiba. Di lorong yang sepi dan dingin, langkah Sinta dan Ari bergema pelan, penuh kecemasan. Wajah mereka pucat, lelah karena semalaman menahan perasaan campur aduk. Tak satu pun dari mereka berbicara sejak mereka menerima kabar, bahwa Tama, putra tunggal mereka, ditemukan bersimbah darah di dalam sel tahanannya, dan tiga luka tusuk menghantam tubuhnya, dan kini ia terbaring tak sadarkan diri di ruang ICU. Mereka berhenti tepat di depan dinding kaca ruang perawatan intensi. Ada dua polisi yang berjaga di sana. Di balik kaca, tubuh Tama terbujur diam di atas ranjang. Selang-selang menempel di sekujur tubuhnya, dadanya naik-turun dengan bantuan ventilator, wajahnya pucat dan tampak begitu rapuh. Sinta menempelkan tangannya ke kaca, suaranya tercekat saat menyebut nama anaknya. “Tama…” Air matanya jatuh begitu saja, tak terbendung. Ari berdiri di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status