Leonard menatap Nadine dengan pandangan yang sulit diartikan.Hanya sedikit orang yang berani menantangnya seperti ini. Dan bahkan lebih sedikit lagi yang melakukannya tanpa senjata, posisi, kekuatan apa pun selain keberanian murni.“Aku bisa saja mengusirmu sekarang,” katanya tenang. “Atau membuatmu menyesal sudah menolak syarat yang bahkan belum aku ajukan.”“Kalau begitu saya pergi sekarang.” Nadine langsung berdiri. Leonard menghela napas pendek, lalu kembali duduk. Kali ini ia terlihat berbeda. Bukan lagi penguasa yang dingin dan mengintimidasi, tapi seperti pria yang sedang mempertimbangkan strategi.“Aku tidak akan menyentuhmu,” katanya. “Bukan karena kamu memintanya. Tapi karena kamu terlalu berbahaya untuk disentuh sekarang.”Nadine menegang. “Maksud Anda?”“Setiap orang yang masuk ke dalam lingkaranku pasti membawa konsekuensi. Kamu membuatku curiga.”“Curiga?” alis Nadine naik.“Orang yang terlalu menjaga diri biasanya menyimpan rahasia,” katanya, menatap tajam. “Jadi, aku i
Ini sudah hari ketiga Nadine berada di rumah Leonard. Meskipun fasilitas di sini sangat lengkap dan beragam, dia masih merasa sesak. Saat makan malam, para pelayan menyajikan makanan yang mewah. "Kapan aku bisa bertemu dengan Pak Leo?" tanyanya pada Jack. "Kalau Anda sudah siap."Nadine merasa aneh dengan jawaban tersebut. "Kalau aku ingin bertemu sekarang?""Tentu, saya akan mengabari Tuan. Silakan nikmati hidangannya, Nona."Jack langsung undur diri. 'Hah? Ini maksudnya gimana?' batin wanita itu penuh tanda tanya."Nona, apakah makanan ini tidak sesuai dengan selera Anda. Apa mau saya masakkan menu lain?"tanya perempuan ber-toque."Tidak. Ini terlihat sangat lezat dan menggugah selera, Chef. Terima kasih atas makanannya.""Syukurlah kalau begitu." Senyum lebar menghiasi wajah chef yang sedikit berkeriput.Nadine yang kikuk segera memutar garpunya untuk mengambil spaghetti bolognese. Tanpa sadar ia terangguk-angguk menikmati makanannya. "Hm... enak."Setelah mie gaya italian tandas
"Astaga Nona Evelyn!" kaget Felix saat wanita itu melenggang masuk ke kantor. Evelyn segera menoleh dan memberi senyuman tipis."Anda pasti kesal karena kami memaksa Pak Adrian pulang saat menikmati honeymoon."Alis wanita itu agak berkedut, lantas ia bertanya. "Kenapa ya?""Begini." Felix mendekat, lalu berbisik. "Web pemerintah banyak yang dibobol, jadi keadaan kantor lagi hectic. Pak Adrian marah besar. Sejak kemarin beliau lembur."Evelyn sedikit membeku mendengarnya. "Jadi dari awal dia di sini?""Benar, Bu. Sekarang saya jadi takut karena mendesak Pak Adrian pulang. Saya mohon maaf sebesa-besarnya."'Apa aku salah mengira kalau dia menemui Nadine?' batin Evelyn sedikit gusar. 'Syukur deh kalau dia sibuk dengan pekerjaannya.'"Tak apa. Apalagi ini urgent," maklum wanita itu.Felix langsung menundukkan kepala. "Anda orang yang sangat baik hati, Bu. Saya sangat senang Pak Adrian menikah dengan anda."Evelyn hanya tersenyum tipis. "Saya ke atas dulu, ya.""Siap, Bu!" Felix memberi t
Nadine merenung di kamar. Ia sudha mengemasi barang-barangnya dan berniat keluar dari rumah ini. Namun, baru saja ia keluar dari kamar, seorang pria paruh baya menatapnya dengan penasaran."Anda mau ke mana, Nona?" tanyanya ramah. Dia adalah pria yang menjemputnya dari apartement Adrian kemarin sore.Nadine yang kikuk karena merasa atmosfer kurang nyaman, segera menjawab, "pulang.""Oh. Maaf, Nona. Tapi Tuan tidak mengizinkan Anda keluar sejengkal pun dari rumah ini."Mata Nadine terbelalak. "Apa? Kenapa?""Saya tidak tahu alasan yang pasti. Tapi, Nona pasti tahu. Jadi, mohon untuk tidak keluar dari rumah ini, atau saya akan mendapat masalah besar."Nadine melirik name tag di dada kanan pria itu, ternyata namanya Jack."Sorry, Jack. Tapi aku harus pergi sekarang."Jack tersenyum, ia kemudian mendekat. Dalam satu kilat tote bag yang dijinjing Nadine sudah berada di tangannya."Bawa Nona Nadine bersenang-senang," perintahnya pada pelayan."Untuk sementara, biar saya yang menyimpan ini."
Jantung Nadine berdebar hebat. Ia mengerat bibirnya dengan rapat. Leonard meliriknya sekilas, namun jarinya masih menggulir layar tablet. Di sana terdapat laporan terbaru soal perusahaan yang dia miliki. Posisinya sebagai Menteri dalam negeri, membuat Leonard terpaksa melepaskan posisinya sebagai CEO perusahaan. Namun, dia tetapi rutin mengecek apa saja progress dan regresi. Sialnya pagi ini dia mendapat kabar buruk. Perusahaan mengalami regresi. Tepatnya pada satu jam yang lalu saat ia berniat sarapan dengan tenang.Leonard terpaksa menyipitkan mata saat menatap laporan di layar tablet. Grafik merah menurun tajam. Angka-angka yang sebelumnya stabil, kini menunjukkan penurunan signifikan dalam kurun waktu dua minggu terakhir. Jari-jarinya mengetuk pelan sisi layar, pertanda bahwa pikirannya mulai dipenuhi amarah yang ditahan.[Laporan Masuk: Penurunan saham 12%, kerugian operasional akibat sabotase logistik di Batam, dan pemutusan sepihak kontrak dari investor asing.]Dahi Leonard ber
Di sisi lain, Adrian sedang hectic dengan pekerjaan kantornya. Kepalanya berdenyut karena mendapat serangan dari hacker luar. "Untung saja Anda kembali lebih cepat, Pak. Saya bakal kelabakan kalau pemerintah tahu cyberspace sedang dibobol hacker." Rekan kerjanya bersyukur atas kehadiran Adrian yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan mereka."Bagaimana bisa ini terjadi?" Mata Adrian mengusut beragam kode yang ada di layar. "Sepertinya ini diakibatkan melonjaknya data masyarakat Indonesia yang disadap hacker. Seperkiraan saya, ada aparat yang terkena juga, jadi-""Aku tidak butuh praduga! Cari penyebab konkrit, secepatnya!" murka Adrian yang kesal dengan karyawannya. "Kalian itu bekerja di bidang teknologi! Pakai logika!""B-baik, Pak."Suara ketik keyboard semakin kencang. Semua anak buahnya bekerja mati-matian. Adrian membaca semua hasil penemuan mereka dengan seksama.'Sial! Ada aja masalah. Padahal aku belum berseneng-senang dengan Nadine,' batin pria itu makin frustrasi.Mendadak s