Share

Bab 2

"Minggir!"

Navaro mendorong tubuh Karina untuk menjauh darinya. Pemuda itu merapihkan seragam sekolahnya yang sedikit lecek karena ditarik oleh Karina begitu saja. Sedangkan Karina mengembungkan pipi kesal—first impression yang begitu menyebalkan.

Navaro sama sekali tak ingin memulai pembicaraan dengan gadis mesum itu. Meskipun Navaro akui dia memang cantik, tapi Navaro tidak menyukai sikapnya.

"Lo Navaro, 'kan? Kenalin, gue Karina. Gue temennya Andin," ucap Karina sembari menjulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Navaro.

"Hm," gumam Navaro tak jelas.

"Gue udah tahu banyak tentang lo dari Andin, dan mulai sekarang gue jadi penggemar lo!"

Navaro tentu tahu siapa gadis yang kini berdiri menghimpit tubuhnya. Karina adalah gadis kelas sebelas yang menjadi incaran baik kakak tingkat maupun seangkatan. Bahkan ada adik kelas yang secara terang-terangan memberinya cokelat, dan Karina menerimanya dengan senang hati.

Navaro tak menyukai gadis gampangan seperti itu.

"Gue nggak peduli," ucap Navaro tanpa melirik sedikit pun ke arah Karina.

"Ck, ya udah deh. Tapi, gue minta tolong, ya? Janji lo nggak kasih tahu hal yang tadi sama siapapun." Karina mengarahkan jari kelingkingnya tepat di depan wajah Navaro.

Navaro sedikit kelabakan saat Karina dengan beraninya menyentuh tangannya dan menautkan jari kelingking milik Navaro dengan jari kelilingking miliknya. Karina tersenyum sangat manis dan Navaro mengakuinya dalam hati.

"Makasih, Varo. Gue makin suka kalau lo dingin gini ke gue," ucap Karina yang membuat Navaro cengo di tempat.

"Satu lagi, gue juga suka sama badan atletis lo."

Setelah mengatakan itu, Karina dengan mudahnya membuka pintu toilet hingga para siswa terkejut akan kehadirannya. Saat Navaro mulai ikut keluar dari sana, semua pasang mata menuju padanya.

"Ceileh, Varo. Ternyata lo diam-diam incarannya spek Karina. Duh, mundur deh gue kalau saingannya lo," ucap seorang siswa yang satu kelas dengan Navaro.

***

Navaro memilih untuk pergi ke perpustakaan karena teman sekelasnya sungguh berisik membicarakan tentang ia yang berada di dalam toilet bersama Karina. Pikiran Navaro tak bisa fokus pada buku Sosiologi yang dibacanya. Navaro terus kepikiran dengan perkataan Karina tadi.

"Kenapa dia mau jadi penggemar gue? Emang dia kenal sama gue? Cih, emang dasar ya cewek kegatelan," cibirnya.

Navaro tidak sadar kalau Karina saat ini telah berdiri di belakangnya. Ia tiba-tiba datang dan duduk begitu saja di depan Navaro hingga membuat pemuda itu terkejut.

"Lo...."

'Apa dia dengar yang gue bicarain tadi?' batin Navaro.

"Hai. Kita ketemu lagi. Gue bawain jus avocado yang lo suka," tutur Karina sembari membawa minuman warna hijau pada Navaro.

"Lo aja yang minum."

"Kok gue yang minum? Ini gue kasih buat lo, Varo!" kesal Karina sembari mengerucutkan bibir.

"Bisa aja lo taruh racun di minuman itu."

'Ternyata bener kata Andin kalau Varo itu cuek, ngeselin, sama tegaan. Tapi gue makin nggak sabar pengen jadiin dia pacar gue,' batin Karina berteriak histeris saat menyadari bahwa kini kancing kemeja baju Navaro terbuka dua dari atas.

Navaro yang menyadari arah pandang Karina pun mengikutinya. Ia mendelik saat gadis itu ternyata memperhatikan dada bidangnya. Ck, dasar cewek mesum, pikirnya.

"Em, kalau gitu... gue boleh minta nomor lo nggak, Varo? Please. Atau nggak, lo balas DM gue dong. Gue udah follow lo tahu tadi pagi."

Berisik.

Seumur hidup tak ada yang berani meracaukan hari Navaro. Navaro tak ingin menanggapi Karina sama sekali. Ia pun menutup buku tersebut kemudian hendak keluar dari perpustakaan—ke mana aja asalkan tidak bersama Karina.

"Eh, Varo. Kok lo malah ninggalin gue, sih? Varo! Ini minumannya belum lo..."

Bersamaan dengan Karina yang mengejar Navaro, Navaro secara tak sengaja menumpahkan minuman yang ada di tangan Karina dan membuat seragam gadis itu basah dan berubah warna menjadi hijau akibat perbuatannya. Karina merasa terkejut atas sikap kasar Navaro itu. Tapi seharusnya ia tidak mempermasalahkan hal itu karena memang Karina lah yang mengeyel.

"S-sorry, gue nggak..."

"Yah kan, jadi basah deh seragam gue. Lo harus tanggung jawab!"

Merasa tak enak karena seluruh penghuni perpustakaan memperhatikan mereka, Navaro pun menarik Karina dan membawanya keluar dari sana.

Kali ini Navaro kembali mengajak Karina untuk mengganti seragam yang basah dengan Hoodie milik Navaro. Tidak mungkin Karina akan melanjutkan sekolah dengan pakaian yang tembus pandang akibat basah itu. Navaro bahkan melihat jelas warna bra yang Karina pakai.

'Sial. Gue nggak boleh mikirin hal itu di sini,' batinnya.

Banyak siswi yang lewat sedang memperhatikan dia berdiri seorang diri di depan toilet perempuan. Navaro mengesampingkan hal itu karena rasa tanggung jawabnya.

"Duh, Varo! Sini deh lo," teriak Karina dari dalam sana.

"Kenapa?" teriak Navaro tak kalah keras.

"Ini. Sini deh! Gue nggak bisa jelasin!"

Navaro menghela napas pasrah. Ia mulai memasuki toilet perempuan yang untungnya sedang sepi karena bel baru saja berbunyi.

"Kenapa?" ulang Navaro dari balik pintu yang masih tertutup.

"Lo punya tas cadangan nggak? Gue harus sembunyiin sesuatu."

"Tas cadangan? Maksud lo?"

"Gue harus sembunyiin sesuatu. Ck, udah deh, lo ada tas cadangan nggak? Gue mau pinjem. Besok gue balikin deh."

"Gue nggak ada tas cadangan," jawab Navaro jujur membuat Karina menghela napas.

"Ya udah kalau gitu lo balik aja ke kelas. Gue belum bisa balik."

"Kenapa?"

"Ishh! Lo nanya kenapa mulu deh! Udah cepetan lo pergi sana!"

Karina pun merasa bingung dengan situasinya sekarang. Saat ini bra nya basah dan ia tidak ingin membuat hoodie milik Navaro ikut basah juga. Di sisi lain Karina juga tak ingin keluar hanya mengenakan hoodie saja. Bisa-bisa nipple-nya tercetak jelas dan itu akan membuat siswa mesum menikmatinya.

"Oke kalau gitu."

Karina tak menyangka jika Navaro akan meninggalkannya.

"Huh, gagal deh gue dapatin nomor dia. Padahal dia tipe gue banget. Masa cuma gara-gara sikap dia yang tegaan gini gue jadi mundur sih. Ck, nggak boleh. Gue harus berusaha lagi."

Ternyata Navaro belum pergi dari sana dan ia mendengar dengan jelas apa yang disampaikan oleh Karina dari dalam. Navaro mengernyitkan dahi, merasa semua ini adalah kebetulan yang aneh. Dia yang sama sekali tak pernah berbicara, bahkan bertukar pandang saja tak pernah, kini tiba-tiba Karina mengejarnya dengan alasan Navaro adalah tipenya.

"Eh, aduhh!" Karina tak sengaja terpeleset saat hendak meraih seragam yang ia taruh di dinding.

Navaro yang mendengar itu pun khawatir dan membuka pintu toilet begitu saja. Saat itulah Navaro merasa sesuatu di bawah sana mulai sesak. Ia meneguk ludahnya susah payah melihat Karina yang membawa sebuah bra—yang sepertinya berukuran 38B, ukuran yang cukup besar untuk seumuran siswi SMA. Navaro juga melihat nipple Karina yang menyembul dari balik hoodie oversize-nya.

"V-varo...."

To be continue~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status