LOGINAbel terlihat tersenyum. “Aku tahu kalian khawatir, tapi tidak perlu. Aku tahu apa yang aku inginkan, dan apa yang ingin aku lakukan. Kalian tahu aku tidak pernah berpikir secara serampangan.” “Memang apa yang ingin kau lakukan?” tanya Rad. Abel mengangkat alis, tersenyum geli. “Bukankah tadi kau tidak ingin tahu apa yang akan aku lakukan?” “Oh ya! Aku lupa! Terserah kau saja!” Rad kembali menarik diri. “Tunggu! Tidak semudah ini, Abel. Apapun yang akan kau lakukan, Amory akan tetap mengincarmu dan mencoba untuk menghisap darahmu saat ini.” Bree mengemukakan fakta yang sepertinya dilupakan oleh Abel. Dia tidak akan bisa mendekati Amory. “Tidak juga. Aku berhasil membujuknya kemarin malam. Yah, walau harus tahu gagal karenaada gangguan.” Abel mengangkat bahu. “Membujuk bagaimana?” Rad lupa lagi pada keinginannya untuk tidak ikut campur. “Aku berhasil membuat Amory tenang selama beberapa saat. Mata hitamnya hampir luruh,” jelas Abel. “Oh! Aku mengerti! Aku mengerti!” Rad langs
“Kau mengatakan Amory hanya menginginkanku sebagai makanan!” Abel belum bisa melepaskan kemungkinan itu, karena itu adalah hal yang amat melukainya. “Kau pikir aku mengarang? Dia sendiri yang mengatakannya padaku. Dia ingin memilikimu sebagai ternak darah! Kalau sekarang telah berubah, aku sendiri tidak mengerti bagaimana atau apa. Seharusnya kau yang bisa menjelaskan padaku bagaimana ini bisa terjadi?” Rad membalik tuduhan. Rad merasa ibunya tak akan berubah tanpa sebab. “Ibuku menjadi tidak bernafsu makan selama berminggu-minggu ini. Kesimpulan ini juga tidak mudah untukku.” Rad geleng mencoba memberi pengertian kepada Abel, agar dia paham jika semua ini bukanlah hal yang diinginkannya, dan dia sudah mencoba berbagai macam cara sebelum sampai pada keadaan ini. “Tapi kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Kenapa kau tidak mengatakannya sejak kemarin?” protes Abel. Tentu ingin tahu tentang ini sejak pertama Amory menyerangnya. “Karena menurutku kau akan mati. Kau tidak dengar t
“Kau tidak ingin menghilangkan rasa tidak enak itu?” tanya Bree, sambil duduk di samping Rad yang sedang melamun, di teras samping kastil. Sore musim panas hari ini cukup sejuk dan indah. Tapi Rad tidak ada di sana untuk menikmati pemandangan. Dia sedang memikirkan nasib ibunya. Rad berpaling, lalu menarik Bree mendekat sampai menempel, dengan senyum simpul. “Penawaran menggiurkan, tapi aku tak ingin membuatmu lemas.” “Hanya akan sebentar.” Bree memaksa, karena memang dia hanya akan lemas sebentar saja. Perubahan yang menurut Rad amat menggembirakan. Jika manusia biasa akan semakin merasakan candu pada bisa vampir, maka tidak dengan Bree. Dia justru seperti memupuk ketahanan diri. Bree masih terpengaruh oleh bisa Rad—merasa ringan, hangat dan lainnya, tapi terkadang tidak sampai pingsan, terutama saat Rad minum dalam jumlah sedikit. Bree tetap sadar selama Rad menggigitnya. Perubahan positif karena waktu Rad, dan dan Rad sangat berterima kasih untuk itu. Dia tak lagi perlu meng
“Rad?” Rome menyahut heran. “Ya. Maaf telah merepotkan.” Rad mencoba untuk terlihat tidak panik. “Apa…” Rome menatap Amory yang pingsan di tangan Rad, dan akhirnya mengenali siapa dia. “Itu ibumu?!” Rome terkejut. Dia tadi menyerang tanpa melihat, karena melihat Abel dalam bahaya. Rad mengangguk dengan wajah serius. “Dia kelaparan, jadi… Aku harap Hunter lain tidak ada yang menjadi korban.” “Tunggu.” Rome memegang kepala, dan memandang sekitar. Kebingungan. Tiga Hunter junior dan tentu Abel tergeletak. Tapi jelas semua hidup. Hunter selain Abel mengerang kesakitan, sedang Abel kini tampak mencoba duduk dengan memegangi tangannya yang jelas patah. “Ini sudah lebih dari sekadar kelaparan… Ini kacau.” “Tapi tidak ada yang mati, jadi ibuku masih bebas.” Rad langsung menyebut fakta yang sudah pasti. Rome terlihat mengeluh. “Memang tidak ada, tapi dia membuat banyak orang terluka.” “Memang, tapi perjanjian tetap mengatakan membunuh manusia, dan saat ini tidak ada yang mati.” Rad
Hanya untuk kali ini, serangannya tidak mudah berhasil. Amory yang telah bermata hitam, jauh berbeda dengan yang tadi. Bukan hanya sudah memasuki mode liar, sekarang dia tak lagi harus menahan napas Maka Amory telah menjadi Amory yang biasa, dan lebih ganas. Serangan Hunter Junior yang tadi terlihat begitu ampuh, dan bisa memenangkan pertarungan dengan mudah, kini tidak lagi berarti. Sekejap saja, mereka terlontar dan terlempar ke segala arah. Terpuruk sambil mengerang kesakitan akibat luka yang mengerikan pada tubuh mereka. Cakar Amory menyayat, meneteskan darah merah di rerumputan musim panas. Abel juga ikut menjadi sasaran, hanya saja dia lebih ahli dalam menghindar. Beberapa kali, Abel lolos dari cengkraman tangan bercakar Amory. Dan Abel terus memanggil nama Amory, ingin membuat Amory sadar. Tapi segala usahanya tidak menampakan hasil. Kini mereka hanya tinggal berdua, saling menyerang—Amory menyerang, sedang Abel bertahan dan menghindar. Hal yang semakin lama semakin sul
“Kalian menjauh darinya!” Abel kini tak peduli lagi, dia mendekati Amory, tapi berhenti dan mengernyit heran, saat melihat Amory mundur menjauh. Abel ingin bertanya kenapa, tapi perhatiannya teralih karena jengkel. Melihat Hunter lain dengan terang-terangan menilai Amory dengan mata penuh nafsu, membuatnya kesal.Jelas saja air liur mereka menetes saat membayangkan bisa membayar Amory untuk menghangatkan ranjang. Amory tangkapan yang menakjubkan, dan bisa diraih dengan uang. “Pantas saja kau posesif. Aku juga akan bersikap sama jika punya teman tidur semolek ini. Berapa harganya? Pasti tidak murah jika wajahnya seperti ini.” “Aku sudah katakan, jangan bicara sembarangan!” bentak Abel. Dia jarang marah, tapi jelas sekarang amat marah saat ini. Abel menyesal membiarkan mereka berpikir Amory adalah wanita bayaran. “Hah? Aku hanya ingin tahu berapa harganya, tidak perlu sampai marah seperti itu!” Hunter yang berada di dekat Amory, kini mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya, tap







