Share

Bab 5

last update Last Updated: 2025-01-04 00:32:51

Matahari baru saja terbit, dan udara pagi yang sejuk menerpa wajah Rainer dan Elyse saat mereka melanjutkan perjalanan menuju kota terdekat. Selama berhari-hari mereka berjalan di hutan, menghindari jalur utama, dan bersembunyi dari mata-mata kerajaan yang mungkin sedang mencari mereka. Setiap langkah yang mereka ambil lebih berat dari sebelumnya, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga karena perasaan bahwa setiap keputusan mereka bisa mengubah jalan hidup mereka.

“Ada sesuatu yang aneh tentang dunia ini,” kata Elyse, suaranya penuh dengan kebingungan, matanya memandang ke arah pegunungan yang jauh di cakrawala. “Aku merasa kita seperti berada di dunia yang berbeda. Tidak hanya sihir, tapi segala sesuatunya terasa tidak pada tempatnya.”

Rainer menoleh ke Elyse, wajahnya tetap tenang meskipun ada keraguan yang mendalam di dalam dirinya. Dunia ini memang asing, jauh dari apa yang ia kenal. Dan meskipun ia sudah mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan sihir dan keajaiban, ia mulai menyadari bahwa segala sesuatu jauh lebih kompleks dan berbahaya dari yang ia bayangkan.

“Ini memang dunia yang berbeda, Elyse,” jawab Rainer. “Sihir ada di setiap sudutnya. Namun, selain itu, kita juga harus menghadapi kenyataan bahwa sistem di dunia ini sangat terstruktur, dengan kasta yang tak terubah. Kekuasaan, kekayaan, dan status sosial adalah penentu hidup seseorang. Kita harus memahaminya jika ingin bertahan hidup di sini.”

Elyse mengangguk pelan, namun wajahnya masih penuh keraguan. “Aku tidak tahu apakah kita akan pernah benar-benar mengubahnya. Mereka yang berkuasa di sini sudah terlalu lama menguasai segalanya.”

Rainer berhenti berjalan, menatap Elyse dengan serius. “Kita tidak tahu apa yang bisa kita capai jika kita tidak mencoba. Tetapi, untuk itu, kita perlu kekuatan. Kekuatan yang tidak hanya berasal dari kekayaan atau status, tetapi kekuatan yang bisa mengubah cara orang melihat kita—dan cara mereka melihat dunia ini.”

Elyse tetap diam, sepertinya merenung tentang apa yang baru saja dikatakan Rainer. Mereka berjalan kembali dengan langkah lebih cepat, namun rasa cemas yang menggelayuti hati mereka tetap ada. Mereka tahu bahwa meskipun dunia ini penuh dengan kemungkinan dan keajaiban, mereka berada di jalur yang berbahaya—terutama jika mereka tidak segera menemukan cara untuk mengatasi sistem yang menindas.

Setelah beberapa hari perjalanan, mereka akhirnya tiba di kota yang mereka tuju. Kota ini, yang terletak di perbatasan antara wilayah kerajaan dan daerah terpencil, terlihat lebih hidup dibandingkan dengan desa-desa yang mereka lewati sebelumnya. Namun, meskipun kota ini tampak lebih makmur, Rainer tahu bahwa di balik kemegahannya tersembunyi kekuasaan dan intrik yang lebih besar.

Begitu mereka memasuki kota, suasana yang hangat segera menyambut mereka. Jalan-jalan penuh dengan pedagang yang menawarkan barang dagangan, sementara orang-orang sibuk berjalan kesana kemari. Namun, di balik keramaian ini, Rainer merasakan adanya ketegangan. Ada pengaruh besar yang mengendalikan segalanya—dan itu bukanlah sesuatu yang bisa ia abaikan.

“Ini lebih besar dari yang aku kira,” kata Elyse, matanya memandang ke pasar yang sibuk di depan mereka. “Sepertinya ada sesuatu yang lebih besar terjadi di sini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Rainer berpikir sejenak, menganalisis situasi di depan mereka. “Kita perlu mencari tahu siapa yang mengendalikan kota ini, siapa yang bisa memberi kita informasi tentang sihir dan kekuasaan di dunia ini. Kita harus tahu siapa yang bisa kita percayai dan siapa yang hanya ingin memanfaatkan kita.”

Mereka berjalan ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir jalan yang tampak lebih sepi daripada tempat lainnya. Rainer berharap bisa menemukan seseorang yang bisa memberi mereka informasi yang mereka butuhkan. Begitu mereka masuk, aroma kopi yang kuat menyambut mereka, dan kedai itu tampak seperti tempat yang tenang untuk berbicara tanpa gangguan.

Setelah duduk di meja dekat jendela, seorang pelayan mendekat dan menanyakan pesanan mereka. Rainer memesan secangkir kopi panas, sementara Elyse hanya meminta air. Ketika pelayan itu pergi, Rainer langsung berbicara dengan serius.

“Kita harus hati-hati. Semua orang di sini bisa saja memiliki agenda tersembunyi. Kerajaan pasti memiliki mata-mata di mana-mana.”

Elyse mengangguk, matanya bergerak mengelilingi ruangan dengan penuh kewaspadaan. “Tapi di sini, kita harus memulai dari sesuatu. Kita harus bertanya-tanya siapa yang tahu tentang sihir dan bagaimana kita bisa belajar darinya. Bahkan jika kita harus menghadapi risiko besar.”

Rainer menatapnya, merasakan ketegangan yang menyelimuti suasana. “Ya, dan kita harus berpikir dengan hati-hati. Kita tidak hanya perlu kekuatan fisik atau sihir untuk mengubah dunia ini. Kita harus tahu bagaimana memanipulasi kekuatan yang ada di dunia ini, menggunakannya untuk keuntungan kita. Dan itu akan membutuhkan lebih dari sekadar keberanian.”

Mereka terdiam, meresapi kata-kata Rainer yang penuh makna. Sebentar lagi, mereka harus membuat keputusan besar. Namun, tiba-tiba pintu kedai terbuka, dan seorang pria bertubuh besar masuk. Matanya langsung tertuju pada mereka, dan Rainer merasa ada sesuatu yang aneh dalam cara pria itu mengamati mereka. Ada sesuatu yang tidak beres.

Pria itu mendekat dan duduk di meja mereka tanpa meminta izin. Wajahnya tampak kasar, dan pakaian yang dikenakannya kotor, seolah baru saja melakukan perjalanan panjang. Namun, ada sesuatu yang tajam dalam tatapannya, sesuatu yang mengingatkan Rainer pada seseorang yang terbiasa mengendalikan situasi.

“Dengar, kalian berdua,” pria itu mulai berbicara dengan suara rendah namun penuh perhitungan, “Aku tahu kalian bukan orang biasa. Dan aku tahu kalian tidak datang ke sini hanya untuk minum kopi. Aku bisa membantu kalian—tapi kalian harus berjanji satu hal.”

Rainer menatap pria itu dengan tajam. “Apa yang kamu inginkan?”

Pria itu tersenyum, tapi senyuman itu terasa seperti sebuah ancaman. “Aku bisa memberi kalian informasi tentang sihir dan bagaimana mengakses kekuatan yang lebih besar di dunia ini. Tapi untuk itu, kalian harus melakukan satu hal untukku—dan itu melibatkan sedikit… pengaruh di dalam kerajaan.”

Elyse langsung mengerutkan kening, jelas tidak menyukai apa yang pria itu katakan. “Apa maksudmu?”

Pria itu menyandarkan tubuhnya dengan santai, tampak menikmati ketegangan di antara mereka. “Kerajaan ini tidak akan memberi kalian kesempatan untuk mengubah apa pun jika kalian tidak tahu bagaimana memainkan permainan mereka. Dan aku tahu permainan itu. Aku bisa mengajari kalian.”

Rainer tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasakan keraguan. Ini adalah langkah berbahaya, dan mereka masih belum tahu siapa yang mereka hadapi. Namun, di saat yang sama, ia tahu mereka tidak punya banyak pilihan. Untuk mencapai tujuan mereka, mereka harus memulai dari sesuatu. Dan ini bisa jadi kesempatan pertama mereka.

“Baiklah,” kata Rainer, suara tegasnya mencerminkan tekad yang tumbuh dalam dirinya. “Tapi kita harus tahu lebih dulu siapa kau sebenarnya.”

Pria itu tertawa kecil. “Aku hanya seorang yang tahu jalan menuju kekuatan. Kalau kalian siap untuk mengambil risiko, kita bisa mulai.”

Rainer menatap pria itu, kemudian beralih ke Elyse. Mereka masih belum tahu apa yang mereka hadapi, tetapi yang mereka tahu adalah satu hal—perjalanan mereka baru saja dimulai, dan itu akan membawa mereka lebih dekat ke dalam permainan kekuasaan yang lebih besar dari apa pun yang mereka bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 181

    Kilatan cahaya menyelimuti seluruh ruang dalam Menara Caelus. Cahaya dari Prisma Keempat memancar, menyatu dengan tiga fragmen sebelumnya yang telah Rainer kumpulkan. Suara bisikan kuno membahana, menyampaikan pesan yang tak dapat ditangkap oleh telinga biasa—melainkan oleh jiwa yang bersedia menerima kebenaran seutuhnya.Rainer berdiri di tengah pusaran cahaya itu, matanya terbuka lebar, menyerap seluruh memori dan kebenaran yang tersimpan selama ribuan tahun. Sosok Aeron, bayangan dari masa lalu, perlahan menghilang—senyumnya pudar, meninggalkan beban yang tak kasat mata.Elyse mendekat, wajahnya penuh kecemasan. “Apa yang kau lihat?”Rainer tidak langsung menjawab. Tangannya gemetar. Di matanya tergambar peperangan yang belum pernah diceritakan, pengkhianatan oleh mereka yang dicatat sebagai pahlawan, dan dunia yang dibentuk bukan dari harapan, melainkan dari ketakutan para pendiri.“Aku melihat... dunia yang kita kenal bukan hasil dari kebijaksanaan. Tapi hasil dari keputusan terb

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 180

    Angin dingin dari utara membawa kabar buruk.Pagi itu, Rainer berdiri di atas puncak benteng pengamatan, memandangi pusaran cahaya yang membelah langit dari kejauhan. Fenomena itu muncul mendadak—tidak satu pun dari alat-alat sihir mereka bisa mendeteksi energi semacam itu sebelumnya. Tapi satu hal jelas: titik pusatnya adalah Menara Caelus, struktur kuno dari Zaman Awal yang selama ini hanya dianggap reruntuhan tak berfungsi.Kini, menara itu bersinar. Hidup kembali.“Menara keempat telah bangkit,” gumam Rainer.Di belakangnya, Elyse datang membawa gulungan tua yang diambil dari arsip Perpustakaan Tengah. “Ada yang menarik,” katanya sambil membuka gulungan di meja observasi. “Menurut peta zaman kuno, Menara Caelus bukan hanya tempat sihir—melainkan tempat penyimpanan memori dunia.”Rainer menoleh, alisnya terangkat. “Memori dunia?”Elyse mengangguk. “Sesuatu yang disebut ‘Rekam Astral’. Sebuah sistem penyimpanan sihir yang bisa merekam kejadian dan pengetahuan dari masa lalu. Jika be

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 179

    Dunia berubah, tapi perubahan sejati tidak pernah datang tanpa konsekuensi.Sepekan setelah kepulangan Rainer dari Perpustakaan Tengah, gelombang informasi mulai merembes ke setiap pelosok kerajaan. Terjemahan parsial Simfoni Tertinggal telah disalin dan disebarkan ke berbagai sekolah sihir rakyat dan tempat-tempat belajar kecil yang tersembunyi di balik bayang-bayang kota besar.Di awalnya, banyak yang menertawakan dokumen itu. Mereka menyebutnya propaganda seorang anak dari kasta rendah yang menginginkan kekuasaan melalui pengetahuan. Namun semakin banyak yang membaca, semakin banyak pula yang mulai bertanya-tanya.“Kalau sihir bukan bakat keturunan, mengapa kami tidak bisa mempelajarinya?”“Kenapa hanya keluarga bangsawan yang punya akses ke sekolah sihir tingkat tinggi?”Pertanyaan-pertanyaan itu menyebar lebih cepat daripada yang diperkirakan siapa pun.Dan dari balik dinding istana, para bangsawan mulai merasakan tekanan.Di ruang utama Dewan Tertinggi Bangsawan, sebuah pertemua

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 178

    Hujan turun pelan di atas atap markas, membasahi kaca jendela tempat Rainer bersandar. Di tangan kirinya, liontin yang memuat tiga fragmen kini berpendar aneh—perpaduan antara cahaya dan kegelapan, seolah dua kekuatan bertentangan sedang saling menekan, mencari bentuk akhir dari sebuah kebenaran.Elyse melangkah masuk tanpa suara, membawa dua cangkir teh. Ia menyerahkan satu pada Rainer sebelum ikut bersandar di sisi jendela. Diam.“Apa kau pernah merasa,” kata Elyse akhirnya, “bahwa dunia ini... lebih tua dari yang kita tahu?”Rainer tersenyum kecil. “Tidak hanya lebih tua. Tapi juga lebih terluka.”Ia mengangkat liontin. “Setiap fragmen membawa ingatan. Yang pertama memberi petunjuk tentang asal usul sistem kasta. Yang kedua memperlihatkan eksperimen sihir terhadap manusia biasa. Tapi yang ketiga...”“...membawa kehampaan,” sambung Elyse pelan. “Aku merasakannya saat kita berada di altar itu.”“Dan lebih dari itu.” Rainer berbalik, berjalan ke meja penuh dokumen. Ia mengambil satu g

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 177

    Langit malam menyelimuti dunia dengan kelam yang lebih pekat dari biasanya. Di luar ibu kota, jauh dari mata para penguasa dan rakyat biasa, Menara Bayangan berdiri di atas bukit batu yang tandus, dikelilingi reruntuhan peradaban lama yang telah lama dilupakan. Di dalam menara itu, sihir lama—sihir yang bahkan tidak dikenali oleh Akademi Sihir Pusat—masih hidup.Di tengah lingkaran sihir yang berpendar redup, pria berjubah ungu tua itu membuka matanya. Mereka bersinar hijau pucat, bukan karena sihir, tapi karena kekosongan yang menghuni raganya. Ia bukan lagi manusia biasa. Namanya telah lama dihapus dari sejarah, digantikan dengan satu julukan: Nihros, sang Pemelihara Kekosongan.“Fragmen ketiga telah terbangun,” gumam Nihros. Suaranya nyaris seperti bisikan di antara celah kenyataan. “Dan si bocah itu... mulai mengganggu alur.”Di sekelilingnya, entitas-entitas tak bernama—makhluk yang dulunya manusia, tapi telah dirusak oleh sihir gelap dari

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 176

    Ruangan Majelis Tertinggi tidak seperti aula biasa di kerajaan—ia tidak hanya dibangun dari marmer dan batu mulia, tapi dari keheningan yang dalam dan rasa takut yang menggantung. Di tempat inilah hukum kerajaan diciptakan, strategi perang dirancang, dan takdir rakyat ditentukan.Pagi itu, ratusan kursi di tribun atas dipenuhi para bangsawan, penyihir agung, akademisi, dan bahkan utusan luar negeri. Mereka semua datang karena undangan langka: seseorang dari kalangan bawah, tanpa darah bangsawan, tanpa gelar, akan berbicara di hadapan Majelis.Rainer berdiri di tengah podium, mengenakan jubah hitam dengan garis emas yang dirancang Elyse dan para pendukungnya—sebuah simbol antara perlawanan dan martabat. Di belakangnya, Elyse berdiri tegak, mata tajamnya menyapu ruangan.Suara bel logam berdentang tiga kali, menandakan awal sesi. Di kursi utama, High Consul Avarel—pemimpin tertinggi Majelis—mengangguk ke arah Rainer.“Rainer dari distrik bawah, pemegang fra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status