Alva begitu menyamankan posisinya, membuat Elena sedikit gelisah karena Alva beberapa kali menggerakkan kepalanya di atas paha Elena. Elena melirik ke arah kaki Alva yang menggantung di ujung sana, sepertinya Alva tak nyaman akan hal itu.
“Sepertinya aku harus bergeser lagi biar tidurmu nyaman,” ucap Elena begitu saja. Alva memperhatikan wajah Elena dari bawah setelah mendengar Elena mengatakan itu. Elena sendiri kini terdiam, bisa-bisanya ia mengatakan hal demikian diluar kendalinya.
“Boleh,” kata Alva yang kembali bangkit dari tidurnya. Elena mengerjap, dengan gerak ragu ia pun lebih menggeser duduknya ke ujung sofa dan tanpa menunggu lama Alva kembali merebahkan diri seperti ketakutan Elena akan pergi dari sana.
“Kamu mengagetkanku Alva,” ucap Elena tak berbohong karena ia cukup terkejut Alva yang tak menunggu waktu lama untuk kembali menjadikan paha Elena bantalan tidurnya.
“Kamu terlihat ragu dan ingin pergi
Reno belum menyerah untuk membujuk Alva agar mau kembali bekerja. Reno masih mengikuti kemana sumber ketenangan karirnya itu pergi. Bukan main memang, selama ini Alva selalu menurut dan tak berulah membuat pekerjaan Reno lebih mudah. Tapi entah kenapa belakangan ini Alva mulai bertingkah, Reno sangat berharap ini bukanlah masa kehancuran karir yang sudah sejak beberapa tahun ini Alva bangun. Nasibnya pun sedang dipertaruhkan di sini. “Va gue rela kerja rodi untuk lo asal lo balik kerja lagi ya ya. Banyak brand yang berdatangan dan mau jadiin lo modelnya. Ini kesempatan besar buat lo untuk semakin berkembang, please balik lah.” Bujukan Reno terus berlanjut sampai mereka tiba di lantai dimana unit Alva berada. Alva masih mendiamkan Reno dengan terus berjalan menuju unitnya. Kediaman yang juga sudah Reno ketahui, namun langkahnya terhenti matanya melirik ke arah pintu satu dan satunya lagi. Kebingungan menghampiri Reno. Aku rasa unitnya itu yang ini, ucapnya dalam hati
Telunjuk itu masih bergerak walau tak menimbulkan suara. Alva merentangkan tangannya pada sandaran sofa dengan kaki yang ia silangkan. Matanya menatap sosok yang datang menemuinya dan saat ini sedang membalas tatapan tajamnya.“Lo bergerak tanpa sepengetahuan gue, Erick Christian,” tutur Alva. Erick mengangguk masih dengan senyum yang mengembang sejak tadi. Sungguh ia sedang merasa bangga pada dirinya sendiri yang telah membuka jalan untuk Alva memperkenalkan karyanya.Satu jam lalu ia datang ke kediaman Alva, dan sang tuan rumah langsung mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan perihal kabar yang rupanya menjadi kejutan pagi ini. Kronologi itu Erick ceritakan pada Alva dengan senyum yang terus terbit karena merasa sangat bangga pada dirinya telah melakukan sesuatu yang berarti bagi sahabatnya itu sendiri. Rasa penasaran menjadi alasan Erick melakukannya, dan dengan spontan ia memperdengarkan maha karya Alva Melviano pada pihak label tempatnya bernaung
Rasanya punggungku sudah merasa lebih baik, batin Elena yang sayup-sayup matanya mulai menjemput kesadaran dengan mata menyesuaikan penglihatannya yang masih kabur. Beberapa kali mata itu mengerjap dengan ingatan yang telah pulih setelah ia tertidur beberapa saat. Mata Elena mulai terbuka sempurna dengan layar yang menyala tanpa suara menjadi hal pertama yang ia lihat saat ini.Tv? Nyala? Batin Elena. Lirikan matanya memperhatikan sekitar. Dirinya masih berada di ruang tamu, dimana tempat ia merebahkan diri tadi. Eh aku harus bangun, pikirnya. Baru saja akan bergerak, sesuatu segera menyadarkannya. Kepala Elena sedikit bergerak dan merasakan permukaan yang sedang menjadi bantalan tidurnya saat ini. I..ini paha siapa? Batin Elena. Rasanya ia belum berani bergerak sekarang karena keterkejutan yang ia rasakan. Matanya mencari sesuatu yang dapat membantunya untuk mengetahui sebenarnya siapa yang sedang berada dengan dirinya saat ini.Lirikan mata Elena menangkap bayangan d
Pintu mobil terbuka, Rosie mulai keluar dan melangkahkan kakinya memasuki tempat pertemuannya malam ini. Undangan makan malam yang diadakan oleh salah satu desainer yang bernama Ariel. Rekan seprofesi sekaligus sahabatnya sejak masa kuliah dan kebetulan Ariel mendapatkan pasangan yang berasal dari negara Prancis ini. Keberadaan Ariel bersama Jacob suaminya menarik perhatian Rosie. Seraya berjalan ke arah sepasang suami istri itu Rosie memperhatikan sebagian area yang memang dikhususkan untuk para tamu undangan Ariel dan Jacob.“Selamat datang Nyonya Rosie.” Ariel menyambut kedatangan Rosie dan berhambur memeluknya. “Wah aku sangat merindukanmu,” ucap Ariel yang mulai melepaskan pelukannya.Rosie terkekeh. “Ya aku juga merindukanmu, terima kasih sudah mengundangku ke acara makan malam ini,” tutur Rosie.“Kamu adalah tamu spesialku hm, aku sangat senang kamu datang ke Paris karena itu kamu bisa datang ke acara kecil-kecila
Elena memperhatikan kedua orang yang sedang menyantap sarapan paginya. Kekhawatiran sedang dirasakan Elena, tapi di lihat dari raut wajah Erick yang duduk di depannya dan juga Alva yang berada di sampingnya mereka tampak baik-baik saja bahkan terlihat menikmati.“Boleh aku tambah ayamnya?” tanya Alva.“Hm?” Elena sontak menoleh. “Oh tentu, biar aku ambilkan.” Elena mengambil potongan ayam itu dan menyimpannya ke dalam piring Alva. Alva kembali melahap makanannya, Elena senang melihatnya sampai ia lupa dengan makanannya sendiri. Sungguh Elena merasa lega karena apa yang disediakan dapat diterima seperti ini.“Va jangan lupa sore ini,” ucap Erick yang menyadarkan Elena akan keterpanaannya memandangi Alva. Alva menimpalinya hanya dengan anggukan, ia pun kembali menoleh pada Elena yang rupanya juga sedang menoleh ke arahnya.“Di butik masih sibuk?” suara Alva mengerjapkan mata Elena, Ia pun mengalihk
Gara-gara permintaan menyebalkan itu, Elena enggan untuk beristirahat. Kalau tidak Mei yang menyuruhnya mungkin ia akan terus bekerja. Alva membuatnya malu, bisa-bisanya ia nekat melakukan itu. Keterlaluan, sungguh ia tak nyaman.Elena hendak memencet sandi unitnya, namun ia berbalik dan menatap tajam pintu unit yang ada di depannya itu. Apa aku harus memarahinya sekarang?Setelah melakukan pertimbangan singkat, ia pun berjalan mendekat ke arah pintu unit Alva. Ia memencet bel dan mengetuk pintu.Dia ada di unitnya kan? Apa lagi-lagi dia sedang berada di ruang musiknya?Pintu unit Alva tak kunjung terbuka padahal ia sudah memencet dan mengetuk pintu beberapa kali, Elena pun berbalik dan segera membuka pintu unitnya dengan tergesa. Pintu terbuka dan apa yang ia harapkan tak terjadi. Tak ada sepatu yang berada di dekat pintu. Sepatu milik Erick biasanya, karena kalau Alva sendiri selalu mengenakan sandal rumahnya dan langsung masuk menggunakan sandal itu.
Dinding lift yang dingin menjadi sandaran tubuh Alva. Percakapan Roy dan Rosie malam itu kembali terngiang di telinganya mengingatkan Alva akan rencana yang beberapa hari lalu ia sepakati bersama Erick. Pencarian akan siapa ibu kandungnya.“Va, tentang masa lalu lo…” Secara kebetulan Erick mengatakan apa yang sedang Alva pikirkan saat ini. “Apa lo punya orang yang bisa lo tanyain, tentunya yang bisa lo percaya,” lanjut Erick.“Belum ada langkah yang gue ambil sampai sekarang,” jawab Alva karena memang ia belum melakukan apapun untuk pencarian siapa perihal orang tua kandungnya itu.Suara getaran ponsel terdengar. Alva yang merasakan getaran dari saku celananya langsung merogoh benda itu. Alva kembali memalingkan wajahnya malas ketika melihat siapa yang sedang menghubunginya. Erick melirik ke arah layar kecil yang masih menampilkan nama seseorang di sana.“Bokap lo?”“Hm,” jawab Alva
Elena kembali dari dapur dengan nampan yang berisi minuman untuk disuguhkan pada Alva dan Erick. Namun, ia melihat Alva maupun Felic masih berdiri dengan saling diam. Beberapa saat lalu perbincangan kedua orang itu Elena dengar dan memang merupakan topik yang cukup serius.“Ayo duduk dulu.” Alva dan Felic menoleh ke arah Elena dan mengikutinya bergabung dengan Erick yang sudah sejak tadi pada sofa panjang itu.“Makasih cantik pasti ini enak banget,” kata Erick yang mengambil salah satu gelas yang Elena simpan di atas meja. Alva melihat Erick yang mengerlingkan matanya jahil ke arah Elena dan hal itu membuat Alva sedikit kesal. Elena tersenyum atas apa yang Erick ucapkan.Elena duduk pada single sofa yang tak jauh dari sofa panjang yang di duduki Alva, Erick dan Felic. Mata Elena melirik Alva dan Felic bergantian. Perbincangan itu belum berlanjut lagi. Sepertinya ia perlu memberikan ruang hanya untuk Alva dan Felic agar perbincangan periha