Sinar Matahari terasa hangat, menyemburat keemasan di Arana. Kota kecil tempat aku hidup dan tumbuh menjadi pria sederhana dan pemalu. Tak ada yang istimewa dengan Arana, seperti kebanyakan kota-kota lainnya, Arana adalah lingkungan yang hangat dan nyaman bagi setiap orang yang tinggal disana.
Untukku ... Arana adalah ibu yang membesarkanku. Ibu yang selalu memeluk dengan kehangatannya setiap malam … Arana telah berhasil menggantikan Mama, yang pergi begitu saja disaat aku masih begitu membutuhkan cinta nya.
Sejak tinggal di Panti Asuhan, aku sama sekali tak pernah mempunyai teman, satu satunya teman, sahabat terbaik dan mainanku adalah Buku-buku yang selalu aku pinjam dari perpustakaan dekat panti. Aku benar-benar menggilai semua buku yang kubaca, aku bisa membaca belasan bab buku tiap harinya.
Hobby membaca membawaku bertemu dengan seorang tua mantan tentara perang yang akhirnya mengangkatku sebagai anak. Dia bernama Tn Edy Moon, Tn Moon memberiku tanggung jawab penuh untuk mengelola toko bukunya hingga sekarang.
Hari itu, lonceng kecil yang kupasang di pintu toko berbunyi. Moon store kedatangan seorang pembeli yang berhasil mencuri perhatian ku. Ya, dia adalah seorang wanita cantik berkulit putih dengan rambut terikat tak teratur, tampak bingung mencari judul buku yang dia inginkan diantara lorong rak buku.
Perlahan mataku mengikuti ke arah manapun yang dia tuju di dalam toko, sambil tak henti-hentinya hatiku berdetak keras, memacuku ingin lebih mengenalnya.
Hallo, gadis ... namamu siapa? dari gayanya tampak kau seorang mahasiswi, hmm … kau tak memakai baju ketat, pasti tak kesini untuk cari cari perhatian … tapi dengar itu, gemerincing gelang yang kau pakai menyiratkan bahwa sebenarnya kau ingin sedikit diperhatikan. Ya ya ya baiklah … aku mulai tertarik padamu.
Lorong empat sekarang kau jelajahi, hmmm mencari buku apa kira-kira … Fiksi? oh tidak, kau melewatkan F. dari F ke K … aaah, kamu bukanlah seorang wanita yang kesepian. Buku 'Hunting for Faulkner' kau pasti bosan. Terlalu menarik untuk Stephen King. Pengarang mana sebenarnya yang akan kamu pilih?
"Maaf …" katamu, tercetus lembut saat tak sengaja kau bertabrakan dengan orang lain. Kau terdengar ramah, tapi terkesan malu-malu, kau mungkin gadis baik-baik. Dan akhirnya terucap juga satu kata dari dirimu untukku ...
"Hey, kau kerja disini?"
"Haha, tau aja." Mati-matian aku sembunyikan rasa gugup aku berbincang denganmu. "Ada yang bisa kubantu?"
"Paula Fox?" Bibir tipismu menyebutkan nama seorang pengarang buku.
"Pilihan yang bagus." Aku memuji selera bacaanmu.
"Hmm, Aku dinilai aneh ya?” tanyamu, kujawab dengan senyuman paling cool yang aku punya sambil berjalan menuju rak dimana kau bisa dapatkan buku yang ingin kau beli.
"Mari. Semua karya Paula Fox ada disini." Kutunjukan rak buku dengan label “Penulis terkenal.”
"Aku kira dia orang biasa saja." Matamu mulai mencari cari judul diantara deretan buku karya Paula Fox.
"Dia adalah neneknya Courtney Love's (Mantan Istri Kurt Cobain / Nirvana). Banyak orang tidak tahu hal itu."
"Baguslah, karena aku juga baru tahu."
"Bapak Moon ingin agar semua penulis terkenal ada di bagian ini. Dia pikir itu akan menambah daya jual. Sedih sekali ... jaman sekarang orang membeli buku itu berdasarkan apa yang sedang populer, bukan karena mereka ingin merasa tersentuh atau dipengaruhi oleh penulis." Aku mencoba memikat dengan pengetahuanku tentang buku.
"Yeah memang seperti itu jaman sekarang." Tampaknya kau setuju dengan pendapatku dan itu sangat menyenangkan.
"Yeah, contohnya orang ini, yang berkacamata, dibelakangmu?" Kau langsung melirik ke belakang mencari orang yang kumaksudkan. "Begitu masuk toko dia langsung mengambil karya Dan Brown yang terbaru, dari situ dia akan berkeliling sekitar 5 sampai 10 menit untuk menemukan buku lain yang legit untuk sebuah alibi."
"Oh, seperti orang yang membeli makanan ke minimarket tapi tujuan utamanya adalah membeli kondom? Justru makin dicurigai kan." Kau tertawa manis memamerkan deretan gigi putih mu, membuatku semakin kagum.
"Jika kau memang suka Dan Brown, percaya diri saja, katakan pada dunia. Yah pada akhirnya, Semua orang memang mengecewakan dan munafik, ya kan? Tapi terkadang mereka bisa membuatmu terkejut juga."
"Paula Fox, rak paling atas. Mau aku bantu ambilkan…?" Tanyaku.
"Oh, tidak usah, aku bisa kok…" kau membusungkan badan untuk meraih buku di rak teratas.
Tapi tunggu, mataku terfokus pada pemandangan tepat di depanku … Oh, apakah kau tidak memakai bra? aku lihat bayangan jelas tepat di depanku, apa sengaja kau ingin aku melihatnya ... Jika ini adalah sebuah film, Akan langsung kupeluk dan kita bercinta di rak buku.
"Apakah kamu sudah membaca karya fiksi Paula Fox? "Desperate Characters" judulnya…itu adalah karya terbaiknya." Aku berusaha mengalihkan pikiran kotorku tadi.
"Belum, tapi aku dengar banyak tentang itu." Jawabmu sambil menggelengkan kepala.
"Kamu serius belum baca "Desperate Characters"?
"Ya ya maaf. Aku khawatir itu tidak akan 'hype' lama…" kau memberikan sebuah alasan logis untuk buku ini yang memang jarang dicari orang.
"Bisa kujamin itu sangat bagus dan hype untuk waktu yang lama." Kucoba meyakinkanmu.
"Hmm, sebuah dukungan dan pernyataan yang tinggi, padahal titlemu hanya seorang penjaga toko buku, tidak lebih." Meskipun terdengar sarkas, tapi aku masih saja menikmati obrolan nya.
"Ya, aku itu manajer disini.."
Pria yang jadi bahan obrolan kita tiba-tiba muncul, "Hello? Yang jual buku dimana ya?"
“Pria yang tadi kita bicarakan menghampiri, mungkin dia ingin melakukan pembayaran.” Setengah berbisik aku bilang padamu. "Tuh fans munafik yang tadi."
"Oh. Whoa…" kau ikut tertawa mendengar Joke ku.
"Bisa dipercepat ga? Aku sedang buru-buru,” teriak pria menyebalkan itu.
Aku berjalan menuju kasir, kau mengikutiku dari belakang. Setelah kuselesaikan pembayarannya, giliranmu menghampiri kasir meletakan dua buku tepat di hadapanku.
"Okay, akan kubaca "Desperate Characters"
"Bagus, kau tidak akan menyesal," sahutku.
"Bener ya…."
Aku hanya tersenyum dan berusaha tampil kalem, aku juga lihat kau buka dompet dan memberikan kartu kredit mu, aku yakin sebenarnya kau punya uang cash untuk membeli buku-buku ini. Tapi sepertinya kau ingin aku tahu namamu.
"Challandra?" kubaca nama di kartu kredit.
"Yeah, orang tuaku agak aneh dalam soal memberi nama. Tapi teman-teman memanggil aku Chall, seperti panggilan telepon." Lagi-lagi kau tertawa renyah.
"Kamu Zach ya?"
Kali ini aku yakin kau membacanya di tag name karyawan yang menggantung di dada kananku.
"Zacharie. Teman-teman memanggil aku Z." Dengan senang hati ku perkenalkan diri sambil ku kembalikan kartu milikmu.
"Kamu tidak akan bilang "Semoga harimu menyenangkan" padaku?" Ternyata pandai juga kau menggoda.
"Semoga harimu menyenangkan, Chall," ucapku.
"Kamu juga, Zach."
Kau tersenyum, kau tertawa oleh leluconku, kau memberi tahu namamu, menanyakan namaku.
"Apakah dia meninggalkan nomer handphonenya disitu?" Suara Nathan yang tiba-tiba muncul di belakangku membuat jantungku hampir copot. "Aku bisa bilang wanita itu sangat menyukaimu."
"Tidak, dia hanya bersikap ramah." Berusaha jaim di depan Nathan.
"Kalau aku jadi kamu, aku akan mencari infonya di internet sekarang juga. Kau kan tahu nama lengkapnya." Lanjut Nathan.
"Itu tindakan agresif sekali, Nathan,” sahutku pura-pura
Mataku belum bisa teralih menatapmu, kuhampiri jendela toko agar bisa melihatmu berjalan pulang. Seketika ada harapan besar yang kurasakan padamu saat menatapmu mulai menjauh, bahwa aku harus memilikimu, apapun caranya ... harus!
Aku tinggal di sebuah apartemen kecil tak jauh dari Moon store, tetanggaku bernama Amara, seorang janda beranak satu yang bekerja sebagai perawat, dia selalu sibuk setiap hari. Franco atau biasa dipanggil Paco adalah anak yang baik dan pendiam, setiap kali ibunya bekerja, atau ketika Ronie, pacar ibunya yang pemabuk dan pemarah datang, Paco hanya duduk dekat tangga membaca buku-buku nya.Paco mengingatkanku pada masa kecilku dulu, sendiri dengan buku-buku, tanpa teman, tanpa cinta ataupun belahan jiwa.Betul manusia akan menemukan belahan jiwanya. Aku percaya itu. Aku selalu berusaha terbuka. Dulu aku pernah jatuh cinta. Dia membuatku patah hati, Chall. Sungguh, aku ternyata hanya dimanfaatkan olehnya. Seharusnya aku menyadarinya itu dari awal. Tapi kita selalu buta pada saat kita jatuh cinta.Contohnya Amara dan Ronie. Kau pikir Amara sadar kalau Ronie seorang bajingan pada saat Amara sedang jatuh cinta? Tidak, Amara akan menganggap Ronie sebagai seorang panger
Hari pertama dimulai ... kegiatanmu diawali sangat pagi. Aku tahu dari jadwal online mu. Bangun jam 6:30 dan bersiap2 utk mengajar Pilates. Menawarkan senyuman dan dukungan pada murid-muridmu. Kau memang ramah, semua orang menyukaimu.❦Jam 10:00 kau pergi ke kampus. Karena terlalu sibuk kau tidak menyadari kalau dari tadi aku ada di dekatmu, bersembunyi diantara tanaman taman halaman kampus. Aku harus berusaha sedekat mungkin denganmu. Semakin dekat maka semakin baik."Selamat pagi Professor Levin," kau menyapa pria setengah baya yang bisa kupastikan dia adalah seorang dosen."Sudah kubilang panggil saja aku Andi, bagaimana? sudah siap untuk kelas." Tangan Andi merangkul pinggangmu.Terlihat jelas si Professor ini mata keranjang dan ingin bercinta denganmu. Tapi kau pintar juga ternyata. Kau php in dia. Tidak ada salahnya kan berharap kan proff?❦Seusai kelas, kau menuju ke cafe favoritmu untuk menulis. Tapi baru saja kau hend
Akhirnya aku memutuskan pulang ke apartemen dengan perasaan yang sedikit kesal. Bukan hanya karena tahu bahwa Chall sudah punya pacar. Tapi juga gara-gara enaknya tidak sampai puncak. Di tangga apartemen, seperti biasa aku melihat Paco duduk membaca buku pemberian aku di beberapa halaman terakhir. Aku langsung duduk di sebelah nya.“Wow, sudahkah kamu beres membacanya?” tanyaku.“Hampir,” jawab Paco“Bagus….” Aku memuji Paco.“Terkadang dialognya aneh, seperti pada saat mereka saling membunuh tetapi masih saja bersikap ramah,” ucap Paco.Aku tertawa mendengar komentar Paco tentang buku Three Musketeers yang kupinjamkan. “Haha, itu terjadi pada abad 19. Ketika itu orang-orang masih punya sopan santun,” jawabku sekenanya.“Bisakah aku membaca buku lain?” tanya Paco.“Ooh Pac, ini sudah larut malam...aku tak tahu,” jawabku. Ada kekecewaan di wajah
Apakah kau tau Chall? Hukum di kota kita mengharuskan setiap laporan kebocoran gas untuk di inventigasi? Aku banyak belajar dari internet semenjak pertemuan kita. Pelan-pelan kubuka pintu rumahmu yang memang tidak terkunci. Petugas gas datang sesuai dengan perkiraan ku "Hey, Chall, kamu buka pintu sembarangan lagi. Bukankah kita sudah berjanji untuk selalu menutup pintu?" aku berjalan pelan-pelan menuju bagian belakang rumah. "Aku yang memanggil perusahaan gas di hari dimana kau sibuk seharian. Aku tak ingin menakutimu." Orang itu tampaknya telah selesai memeriksa kebocoran. "Hey, Chall kemana?" tanyaku.Dia menjawab sambil bersiap-siap untuk pulang. "Entah, ibu kos yang membuka pintu. Karena ada yang melaporkan kebocoran gas.""Betul, Chall bilang itu padaku. Apakah semua baik-baik saja?" tanyaku dengan berpura-pura khawatir."Yeah, semua aman. Sampaikan pada pacarmu bahwa tidak ada kebocoran gas. Pekerjaanku sud
Aku belum pernah ke Greenpoint, tapi apapun akan kita lakukan untuk cinta, ya kan? Seperti biasa aku.cari tempat yang paling nyaman agar bisa menguping pembicaraanmu dan teman-teman.Kau berdiri untuk mengambil beberapa minuman lagi. Padahal keadaanmu sudah sangat mabuk. "Hi, um, okay, kita akan mengambil beberapa minuman lagi.""Tunggu sebentar. Teman-teman? Apa yang dia pikirkan?" baru saja kau pergi, Peach langsung berbicara tentangmu. "Hanya model,penyanyi dan vegetarian yang naik ke panggung. Aku rasa, orang-orang disini tidak akan mau mendengar seorang puitis yang menceritakan tentang hidup yang suram," ejek Peach sangat kejam. Teman-temanmu tidak setia Chall, terutama yang bernama Peach."Segelas lagi picklebacks." Kau angkat minuman yang baru saja kau ambil."Challis, apakah kamu yakin ini waktu yang tepat?" Peach coba membuatmu membatalkan penampilannya malam ini.Kau jawab dengan sangat tegas. "Aku yakin.""Belakangan
Hari ini sangat meletihkan juga menyenangkan, aku merasa hubungan kita semakin dekat Chall. Disisi lain si brengsek Ben selalu muncul jadi penghalang kita."Zach.." suara Paco menyapaku di pintu masuk apartemen."Pac, hey. Kenapa? Sedang apa kamu diluar?""Si Ron." Paco bercerita sambil meneteskan air matanya. "Pulang pulang dia mabuk dan berteriak, dia bilang aku sok pintar, membaca buku dan merendahkan dia.""Huh... apa yang terjadi? Apa dia melukaimu?" aku memeriksa tubuh Paco. Aku khawatir dia terluka."Tidak, dia sama sekali tidak menyentuhku." Paco mengeluarkan buku yang kupinjamkan. Sampulnya kini dalam keadaan robek. "Aku sudah coba menghentikannya. Maaf." Air mata Paco makin menetes deras. Aku segera menenangkan sahabat kecilku ini."Paco, Paco, tak apa-apa..." sahutku. "Sungguh, tak apa-apa. Bagaimana jika kamu ikut denganku. Mari kita perbaiki ini bersama-sama, ok?" Aku mengajak Paco ke basement toko buku, untuk memperbaiki bukuny
Aku membuka kedua mataku, entah kenapa aku merasa hari ini sangatlah indah. Dan kenyataan bahwa aku selangkah mendekatimu, bukan hanya bayang-bayang mimpi malam tadi. Chall, malam ini adalah kencan pertama kita..Rasanya senang sekali bukan? aku sampai menari kesana-kemari dalam apartemen kecilku. Aku sudah tidak sabar, dan kurasa kau juga begitu, meskipun kutahu kau sehabis mabuk. Tapi mungkin aku salah.Suatu hari akan kuceritakan tentang Candy. Setiap batas yang kulewati karena aku buta cinta. Betapa hancurnya diriku saat itu. Yah, namanya juga manusia, kita semua punya masa lalu yang gelap. Tapi kurasa kali ini tindakanku benar.Kencan kita memang masih beberapa jam lagi, tetap saja sepagi ini aku mampir ke kontrakanmu. Bukan untuk menggangumu, hanya sekedar memeriksa. Tak kusangka aku perlu untuk menguntitmu seperti ini, tapi ternyata ada untungnya juga, aku jadi lebih tahu banyak tentang kamu.
Hari mulai gelap, sebelum jam 6 aku sudah mandi dan bersiap untuk kencan pertama kita. Hari hari dimana kau menjalani hidup dengan pria yang merendahkanmu akan berakhir, jika kita bisa melewati kencan pertama kita dengan sukses. Tak bisa kupungkiri, aku khawatir tentang Ben. Salah satu alasan penting kenapa Ben kuhapus dari hidupmu.Bip..sebuah pesan terbaca dari obrolan group mu.Peach: "Plis deh, paling dia sedang mabuk-mabukan!"Chall: "Bisa juga dia sedang dalam masalah kan?"Saat ini kita tidak lebih dari sebuah rasa. Setiap pilihan yang diambil memiliki arti. Ketika bersama Candy, aku selalu merasa sedang memaksanya. Tapi sekarang aku sadar, semua tidak bisa dipaksakan baik itu waktu ataupun rasanya. Jadi beri tahu aku jika kau tidak sepenuh hati Chall, tolong!? Kukirim sebuah pesan untuk menanyakan apakah kita jadi bertemu malam ini. Jawabanmu sangat kunantikan, dan akhirnya. "Aku bisa, sudah tidak sabar, aku bebas jam 6." Aku tersenyum bahagia. Te