Home / All / Fall for Summer / Chapter 2. Bloody Prank!

Share

Chapter 2. Bloody Prank!

Author: NS Jade
last update Last Updated: 2021-04-17 16:00:05

FALL

Gadis itu tersenyum, lalu mengedipkan sebelah matanya.

Padaku?

"Dia mengedip padaku, Man," sambung Cody.

"Nah--tidak. Sudah jelas aku yang tepat sejajar dengannya. Dia mengedip padaku, tahu!" balas Nick.

Gadis itu bertolak pinggang, mengedip lagi sambil menunjukku.

Aku menoleh ke kiri dan kanan. Ternyata semua serigala merasa--gadis itu mengedip dan menunjuk pada mereka.

Apa aku yang terlalu percaya diri?

Atau mereka?

Kepala gadis itu miring ke kiri, memanggilku dengan menjentikan telunjuknya.

"Aku?" Cody menunjuk dirinya sendiri, tapi gadis pirang itu menggeleng. Kami semua jelas menertawainya.

Akhirnya aku dan Nick menunjuk diri sendiri dengan bersamaan. Gadis itu tergelak, karena serigala lain ikut menunjuk diri sendiri.

Masa bodoh deh, dipilih atau tidak, aku memutuskan menghampiri gadis yang sekarang sedang tersenyum dan mengangguk padaku. Astaga, mimpi apa aku semalam? "Kau memanggilku?" cengirku.

Mata yang sebiru bunga cornflower di halaman rumah ibuku itu membulat, tersenyum, lalu mengangguk.

Sudah pasti dia terpesona dengan aksenku.

Terdengar erangan dan sumpahan di belakang sana yang membuatku tergelak dan gadis di hadapanku tersenyum.

"Hai, aku Fall Reed," aku mengulurkan tanganku, "penduduk baru Manhattan."

Dia tersenyum, menyambut tanganku, lalu menunjuk tenggorokkannya.

"Lagi sakit?"

Dia menggeleng tapi mengangguk, lalu menunjuk tempat duduk yang kosong.

"Astaga, di mana kesopananku. Ayo kita duduk!" 

Dia memberikan senyuman angelic. Otomatis aku membalasnya dengan senyuman-desahan, dan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak merangkul pinggangnya yang bergaun merah muda--saat kami berjalan ke sofa di dekat bar.

"Mau minum apa?" tanyaku.

Gadis cantik ini mendesah sambil memejamkan mata, lalu membukanya dan mata kami beradu. "Moiho."

"Apa?" 

"Mo-hii-ho." Dia mengucapkannya sepatah-sepatah dengan mata berkaca-kaca.

Tubuhku mendekat. "Aku enggak mengerti. Kau lagi sakit tenggorokan, ya?"

Dia kembali memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, tangannya merogoh sesuatu di dalam tas abu-abunya. Ternyata dia mengeluarkan buku kecil merah muda dan menulis sesuatu di sana. Tak lama kemudian dia memperlihatkan padaku.

- Aku mau mojito. Setelah itu, mau nggak, kita pergi ke suatu tempat?

Suatu tempat? "Ke mana?" senyumku.

Dia menggigit bibir merah seksinya dengan cara mengundang yang membuatku menelan ludah.

Astaga, gadis-gadis New York benar-benar serba cepat.

Aku menggeleng-geleng. "Apa kau yakin?"

Tangannya membelai cambang yang baru tumbuh di pipiku. Sudah jelas aku merinding kenikmatan.

Aku masih terpaku. Tidak menyangka dengan keberuntunganku. 

Atau ini...?

"Bloody prank! Di mana kameranya?" Mataku menyapu sekeliling. "Aku bukan lelaki murahan!" Dia tertawa tanpa suara, memperlihatkan gigi putih yang tidak simetris di bagian depan bawahnya. "Nggak mungkin gadis yang hella beautiful sepertimu, datang ke bar ini sendiri, dan dan langsung memilih pria dengan jentikan jarinya. Ini pasti ada yang tidak beres!"

Dia cukup lama menulis sesuatu di buku kecilnya, lalu memperlihatkannya padaku.

- Ini bukan prank, & nggak ada kamera di sini!

- Aku kemari ada janji dengan temanku. Saat mencarinya, mata kita beradu. Selanjutnya itu terjadi begitu saja. Aku juga nggak tahu.

Aku terus menatapnya, mencari ada gerakan-gerakan aneh atau tidak. Dia hanya memiringkan kepalanya ke kiri, bibir penuhnya tetap tersenyum.

Bloody hell, dia serius, Fall!

"Sori," kugenggam tangannya dengan lembut, "aku pesankan dulu mojito-nya. Ada tambahan lain?"

"Hahos."

"Maksudmu, nachos?" cengirku. Dia mengangguk. "Astaga, kau pasti amat kesakitan, ya?"

Dia terdiam sejenak, lalu mengangguk.

"Tunggu sebentar." Aku memanggil pelayan wanita, kemudian menyebutkan pesanan kami. Lalu kami kembali bertatapan, saling tersenyum dikulum. "Suaramu, kenapa bisa habis begitu?"

Dia kembali memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, kemudian membukanya dan kembali menulis di bukunya. Kali ini sebentar.

Saat membacanya, aku terkesiap. "Kau... tuli?"

Gadis di hadapanku mengangguk pelan, mata besarnya terus menatapku.

"Apa kau juga...?" Aku menunjuk bibirku dengan jantung berdebar kencang. 

Dia memiringkan kepalanya tampak seperti berpikir, lalu kembali menulis di buku merah mudanya sebentar, dan memberikannya ke tanganku. 

Setelah membacanya aku mengembuskan napas dalam-dalam. Siapa yang menyangka gadis secantik ini tuli dan bisu? Pasti sangat menderita. 

Kugenggam tangannya. Dahinya berkerut. "Aku menyesal mendengarnya. Maaf, aku nggak bisa bahasa isyarat. Tapi kau mengerti kan, pembicaraan kita?"

Dia kembali memiringkan kepalanya, mengangguk, lalu mengambil buku kecilnya dan menulis sesuatu di sana. Setelahnya, dia kembali memperlihatkan padaku.

- Ya, asal kau berbicara tidak terlalu cepat dan menghadap ke arahku. Kau nggak masalah, aku begini?

"Tidak masalah," balasku lambat-lambat. "Tapi aku benar-benar ingin tahu namamu." 

Dia tersenyum lebar, lalu kembali menulis. 

Pada saat bersamaan datanglah pelayan yang membawakan pesanan kami. Aku berterima kasih dan memberi tip.

"Silakan diminum," kataku.

Dia mengangguk, menunjuk buku kecilnya. Aku membacanya. "Sam," desahku, "nama yang indah. Sayang tidak punya nama panjang." 

Sam tersipu, lalu meneguk mojito-nya; sedangkan aku menuang Evian dingin ke dalam gelas. Lucunya, kami tidak melepas pandangan saat sedang meneguk minuman kami. Setelah itu, kami kembali tersenyum dikulum.

Aku berdeham. "Dimakan nachos-nya."

Sam mengangguk, merogoh sesuatu di tasnya. Ternyata hand sanitizer. Setelah menyemprotkan di tangannya, dia mulai mencomot nachos-nya.

Dan aku bersumpah, belum pernah melihat seseorang memakan nachos dengan cara seseksi Sam.

Sam menunjuk nachos-nya, lalu menunjuk bibirnya.

"Trims, aku sudah makan malam," senyumku. Dia membalasnya. "Kau asli dari New York?" Dia menggangguk, lalu menunjukku. Aku bersandar ke sofa. "Aku dari Chicago. Baru saja sampai pagi tadi. Aku bekerja di Andrew Davis Law and Partners sebagai pengacara. Kalau kau?"

Sam menghirup napas dalam-dalam. "Pe-u-iss."

"Apa?" Aku tidak bisa menahan kekehanku, untungnya dia tidak tersinggung, malahan ikut terkekeh tanpa suara.

Akhirnya, salah satu tangan Sam merogoh tasnya, mengambil tisu untuk mengelap tangannya. Dia kembali menyemprotkan hand sanitizer ke tangannya. Aku cuma terkekeh melihat kerepotannya. Dia menulis sesuatu di buku kecilnya, lalu menaruh ke tanganku.

"Keren. Buku apa saja yang telah kau terbitkan?"

Sam menulis lagi. Aku menoleh ke belakang, melihat teman-teman baruku yang memperlihatkan tampang bingung-penasaran padaku. 

"What the, hell, Dude?" tanya Nick tanpa suara. 

Dengan wajah berkerut, Cody malahan menulis di tangan dengan jarinya, lalu memaparkan kedua tangannya. "Apa?" 

Aku cuma memberi jempol pada mereka. Saat aku berbalik Sam memberikan senyuman semanis gula padaku, yang kubalas dengan cengiran.

Aku membaca lagi tulisannya. "Aku pernah baca salah satunya--yang ada di rak buku ibuku. Novel yang manis dan penuh dengan humor. Aku tersanjung, bisa bertemu dengan Sam Reese, penulis contemporary romance New York Times best seller."

Tangannya menempel di dadanya. "Eng-u."

Aku kembali terkekeh ketika dia mengatakan 'thank you'. "Maaf, bukan maksud meledek, tapi sangat menggemaskan saat kau mengatakannya."

Sam hanya menggeleng-geleng, senyuman tidak lepas dari bibir yang terbuat dari dosa dan gairah.

Kami berbicara lagi selama setengah jam berikutnya. Dia menyenangkan, kami juga lumayan nyambung. Namun kesabaranku juga diuji saat dia harus menuliskan semua jawaban dari beberapa pertanyaanku.

Sampai akhirnya dia menuliskan sesuatu yang membuat darahku berdesir saat itu juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fall for Summer   Chapter 25. Siap untuk Dijilat

    SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku

  • Fall for Summer   Chapter 24. Maukah Kau Menjadi Kekasihku?

    SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb

  • Fall for Summer   Chapter 23. Pria Alfa & Beta

    SUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me

  • Fall for Summer   Chapter 22. Lambie

    Still... Adult content.SUMMERAku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang.Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya.Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan ses

  • Fall for Summer   Chapter 21. Pria yang Diciptakan Untukku

    Warning: Adult content.SUMMER"Bajingan," makiku pelan dengan air mata berlinang."Sudah kuduga," Fall terkekeh kering, dengan sigap memakai kembali kemejanya, "kau lebih memilih memakiku daripada menjawab pertanyaanku.""Kau mau bagaimana, huh, dari awal kau juga sudah mengetahui kalau aku tergila-gila padanya... mencin--""Please, jangan katakan apa-apa lagi," bisik Fall, mengepalkan tangannya. "Salah... ini sudah salah dari awal. Summer Reese," dia memejamkan matanya, lalu membukanya, "jangan memberikan atensimu lagi padaku, jangan mengganggu--""Fuck you!" teriakku."Aku bersumpah tadi hampir ingin melakukannya," kekehnya, memakai celana panjang, "tapi kalau aku melakukannya, aku pasti terjebak dengan kegilaan ini.""Kau mau apa, eh? Cinta mati dariku? Kau juga belum mencintaiku, kan?""Touché! Sebelum cinta ini datang, aku memilih menjauh. Karena apa...? Kau terlalu mudah untuk

  • Fall for Summer   Chapter 20. Perawan

    SUMMER"Aku mengantuk, tolong kecilkan suaranya." Fall menguap, tapi dari tadi tangannya mencengkeram dengkulku.Aku tertawa dalam hati, mengecilkan suara TV yang sedang memutar film Jeepers Creepers. "Jadi mau bobo saja, nih?" Dia mengangguk manja. "Di sini atau di kamar...""Kita sudah di kamar." Fall turun dari ranjang, melepas kemejanya, melipatnya, lalu menaruhnya di nakas. Terus begitu, sampai yang tersisa di tubuhnya hanya boxer-brief putih yang membuatku menelan ludah."Maksudku kamarmu. Katanya kau nggak mau tidur di sini sebelum kita--""Tadi di luar kau bilang, merindukanku, kan?" Tubuh Fall masuk ke dalam selimut."Iya juga," cengirku, "besok aku bobo di sana, ya?" Dia menggeleng. "Sombong! Kalau besok aku kangen lagi, gimana?""Kita pikirkan besok," kekehnya, menepuk-nepuk bantal, tidur di sampingku. "Ayo kita bobo, Sugar." Dia mengelitiki pinggangku agar tidur di ranjang."Henti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status